Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Idulfitri Jumat Besok, Sidang Isbat, dan Khotbah

14 Juni 2018   23:35 Diperbarui: 15 Juni 2018   00:04 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pemantauan hilal tanggal 1 Syawal (nasional.kompas.com)

Dan pagi itu para ibu sudah berjubel, selepas subuh bahkan. Namun daging ayam yang akankami beli masih ada.

Sesampai di rumah isteri segera memasak opor ayam, rendang dading sapi, dan sekliagus membuat ketupat. Siang hari diteruskan dengan menggoreng kacang bawang, emping, dan entah apa lagi.

Saya kebagian bersih-besih rumah ala kadarnya. Sebagian waktu untuk meneruskan tidur, sebab semalam tidur  sekitar dua jam saja.

*

Sudah saya sebutkan pada tulisan terdahulu, tahun ini saya tidak mudik ke Wetan. Ke kampung ibu-bapak dan kakek-nenek. Saya dan anak bungsu justru mau pergi ke kampung halaman isteri pertama dan sudah enam tahun meninggal dunia di seberang pulau, sekaligus menengok makamnya dan makam mertua perempuan.

Ke Wetan biasanya kami berkumpul di rumah salah satu adik. Sebab rumah keluarga besar telah tergusur, dan dikembalikan kepada pihak kraton sebagai pemiliknya. Pada hari kedua atau ke tiga biasanya kami berangkat ke dusun perbatasan Jateng-Jatim, ke kampung halaman dan makam kakek-nenek di sana.

Dengan demikian satu lagi fenomena Lebaran, yaitu mudik atau pulang kampung,  menengok bapak-ibu dan kakek-nenek meski tinggal batu nisan. Itu berarti pula menengok kampung halaman kelak bila akhirnya saya dan keluarga saya telah menghabiskan jatah umur di dunia ini. Lebaran berarti pula menengok tempat kembali, secara fisik disebut makam, sedangkan dalam agama disebut alam kubur (alam lain yang et\ntah dimana keberadaannya).

*

Di tengah keramaian orang-orang bertakbir pada sejumlah masjid yang mengelelilingi kompleks perumahan saya di kawasan Selatan kota pegunungan ini, saya membaca beberapa berita terkait mudik. 

Ada pengedara sepeda motor dan  keluarga yang tewas di jalan raya, ada kemacetan di jalan tol, Sekjen PKB yang minta maaf pada Cak Lontong, kecelakaan laut yang merenggut belasan jiwa,  sidang isbat, serta imbauan MUI Pusat  kepada para khotib shalat Idul Fitri untuk menyampaikan isi khotbah yang sejuk dan mengajak pada hal-hal positif.

Dulu khotbah isinya standar saja, amar makruf nahi mungkar baik melalui ucapkan, tindakan, atau sekadar doa.**/ Namun zaman milenial yang sarat kepentingan politik, tiap parpol memiliki juru bicaranya sendiri. Dan entah sadar atau tidak, mereka hmpir selalu membawa-bawa persoalan agama demikian sempit menjadi soal menang-kalah (memanfaatkan dalil-dalil yang ada).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun