Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Sarung dan Batik, Outfit Ramadhan, dan Sandal Jepit

31 Mei 2018   23:46 Diperbarui: 1 Juni 2018   00:14 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kebaya dan batik - outfit saat ramadan/lebaran

Saya membayangkan pakaian kebesaran jamaah masjid suatu ketika lelbih nasionalistis. Orang-orang kompak berkain sarung, berkemeja batik dan peci hitam atau peci lain yang khas daerah masing-masing.

Terlebih pada bulan Ramadan seperti sekarang ini, rasa nasionalisme dapat ditumbuh-kembangkan di sana.. Sementara itu para wanita  dewasa maupun anak-anak berbusana serba tertutup, berhijab, berkerudung panjang, dan bahkan bercadar. Tentu saja ada motif batik dan sarung pula di sana.

Sarung dan batik serta peci tertentu menjadi ciri khas yang membanggakan. Demikian pun bagi yang merasa lebih bangga dengan pakaian dari budaya lain ya silakan saja. Orang beribadah bukan semata pakaiannya yang bersih dan suci, tetapi terlebih hatinya penuh kesungguhan dan khusuk. 

Jangan sampai karena pakaian yang dikenakan seseorang terjebak pada sikap sombong, tinggi hati,  merasa paling hebat, dan seterusnya. Jangan pula kita berpakaian tertentu semata untuk menutupi borok yang menyumpal dalam pikiran dan hati. Seseorang yang dikenal di lingkungannya sebagai orang yang berperilaku buruk akan sia-sia coba mengubah image hanya dengan balutan pakaian tertentu. Pakaian yang mahal, mewah, mentereng dan wangi tidak akan mampu menghapus penilaian  orang bila kita menyimpan keburukan.

Sebaliknya orang yang dikenal bersikap ramah, ringan tangan, mudah memaafkan, senang berbagi dan suka menyembunyikan amaliah dan ibadahnya; betapapun berpakaian sederhana tetap akan tampak aura kesalehan seseorang.

Ramadan memunculkan ciri tertentu dalam berpakaian bagi setiap muslim. Maka ada sebutan pernampilan Islami. Dan hal itu yang sering disalah-kaprahkan oleh para pelaku kejahatan ketika mengikuti persidangan, dengan bercelana hitam dan berbaju kuku putih rapi, serta berpeci hitam, dengan penampilan rambut dan wajah klimis, menggambarkan sebagai orang yang 'tidak seperti yang dituduhkan'.

Belum pernah ada penelitian, apakan pakaian Islami yang mereka kenakan berpengaruh signifikan terhadap penurunan vonis yang mereka terima.  Namun sebaliknya belum pernah ada orang yang diajukan ke meja hijau mau coba-coba berpakaian dan penampilan penyanyi dangdut atau penyanyi rock..

*

Kecuali terhadap selebritis, pada dasarnya saya kurang suka dengan orang yang rajin menampangkan dirinya di media sosial. Saya lebih tidak suka pada orang yang tampil begitu saja; tanpa menjelaskan konteks, konten, dan fokus tertentu apa yang ingin diperlihatkan atau apa yang beda dari biasanya. Ini sungguh membingungkan.

Mau dikomentari hidungnya, padahal mungkin ia lebih suka dikomentari alisnya. Mau dipuji bibirnya, padahal mungkin bibir itu sedang sariawan. Mau diacungi jempol kacamata yang dikenakan, padahal mungkin itu hanya pinjam dari orang lain. Jadi serba repot. Maka yang paling aman tetap mengacungkan jempol, biar kawan kita itu sendiri yang akan menyematkan di wajah dan tubuh di mana ia suka.

Mengenai hal lain misalnya dimana-kapan-mengapa dan bagaimananya pun seringkali perlu diungkap untuk menunjukkan hal baru, konteks dengan kekinian, alasan apa hingga kita perlu tahu, dan seterusnya.

Saya sangat suka dengan seseorang yang tampil dengan kemeja tertentu, lalu memberi keterangan: bahannya bagus, jahitan mentereng, dan disain tidak mengecawakan. Harga sahabat, dan dapat dicicil tiga kali. Misalnya.  Tapi rasanya belum ada yang berpenampilan begitu komersial. Rata-rata orang menunjukkan brand tapi malas menyebutkan harga, dan apalagi menybutkan dapat obralan di mana, berapa potongan harganya, bisa dicicil-tidaknya.

 *

Ahya, tentu persoalan outfit ini saya rasa habitatnya kid zaman now, yang potnesi mejeng dan majangnya masih penuh semangat. Zaman kekinian yang dinamis, dan serba terbuka-transparan-modern mendukung hal itu. Media elektronik dan media social menjadikan antara orang awam dengan selebritis dan public figure hampir tanpa jarak dalam hal penampilan. Maka dunia fashion berkembang pesat, daya beli terdongkrak oleh kinerja yang terus melejit, dan pada akhirnya semua bermuar apada gaya hidup.

Lalu bagaimana gaya hidup seorang muslim-muslimah dalamhal berbusana? Pertama, bersih dan suci bila adzan tiba untuk melakukan shalat di tengah kesibukan kerja yang mungkin di tengah perjalanan. Kedua, menutupi aurat. Antara perempuan dan lelaki berbeda. 

Jangan karena terjerat mode lalu mengenakan celana panjang berlubang-lubang untuk ke masjid. Ketiga, sopan dan menunjukkan adab Islam sebagaimana adat-budaya daerah masing-masing. Keempat, nyaman dan aman dipakai ke masjid, bersilaturahim dengan sanak-saudara warga. Kelima, diniati untuk memberi inspirasi bukan mencari sensasi, untuk syiar dan mencari berkah Ramadan.  

Saya sendiri suka sekali penampilan Ustadz Wijayanto yang selalu berbatik, berpeci hitam, dan berbicara lemah-lembut meski sesekali penuh sindiran dan humor. Ia tidak pernah mengenak jubah dan ikan kepala (seperti Aa Gym), mungkin merasa sama sekali belum seperti para wali dalam hal ilmu agamanya. 

Sedangkan untuk artis penyanyi, pilihan saya tetap pada Didi Kempot yang tetap berpakaian Jawa: beskap, kain batik, blangkon dan selop. Tapi jika ia di atas panggung. Kalau untuk ke masjid kayaknya ribet banget. Sebab saat rukuk dan sujud bakal lepas semua ikatan dan kain karena terlalu ketat.

Tapi kalau mau menengok gaya berbeda terkait dengan  sarung dan peci, lihat saja salah satu gaya terbaik pada Street Style di Milan tahun lalu. Seorang pria dinobatkan jadi salah satu pemilik gaya street style terbaik dari majalah fashion pria, GQ. Ia adalah editor fashion sebuah majalah pria bernama Mobolaji Dawodu.  Mobolaji yang dipotret oleh fotografer Dan Roberts tertangkap kamera dengan memakai scarf mirip motif sarung warna hijau yang disampirkan di leher dan juga topi yang sangat mirip peci di kepalanya. **

*

Saya sendiri tiap hari berpakaian kaos berkerah, celana panjang butut, berpeci rajutan, dan sandal jepit. Tak lebih tak kurang. Itu sebabnya  saya hampir tidak pernah mejeng dan majang di media sosial untuk menunjukkan bahwa saya mengenakan pakaian yang jauh dari branded. itu saja. ***31/5/2018

Gambar

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun