Berjalan menyusuri subuh serasa lengang merenungi padang yang lama tak tersiangi, sedang angin luruh berbaris diantara pohon dan rerimbunan ilalang meninggi menyembunyikan satwa galak yang siap menerkam sisa usia meluluh.
Rumah dengan masjid serupa niat yang sering patah, luka yang gampang kambuh, remang yang menggenangi suasana hati saat dirundung lupa mengukur betapa dekat hidup pada jalan lain yang menunggu resah was-was tak tertempuh.
Maka dalam gelap yang ngelangut dipagut satu demi satu langkah kaki ini kurunut setiap ucap seraya mengeja ceceran jengkal doa, tubuh ini melayang dari kematian kecil untuk mencumbui air wudhu lalu meratakan setiap tetes untuk menyucikan jasad yang lama tak terbasuh.
Pada hamparan sajadah tua yang khusuk menemani jiwa beri’tikaf, semestaku bersholawat, berdzikir, bertilawah menunggu saat iqamat dicerahkan untuk menegakkan hati dalam penghambaan ujung pagi. Tuhan, izinkan aku bersimpuh sedalam rukuk seindah sujud dalam semua pinta segenap syukur sekujur aduanku padaMU.
Kini kutahu rahasia di balik kemahaanMu dalam khusuk tertatih langkah menyusuri kemilau subuh, aku kembali dari pongah memperdayai diri dengan cara yang paling angkuh. Maka subuh ini kukembali menapaMU dalam nyaring  ratapanku menyiangi padang yang lama tak tersentuh tak terbasuh.
 Sekemirung, 3 Mei 2017