Mohon tunggu...
Kang Sugita
Kang Sugita Mohon Tunggu... pegawai negeri -

seorang bapak guru di pelosok gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Serangan Ulat Jati Tak Perlu Jadi Berita Berlebihan

30 Desember 2015   10:38 Diperbarui: 30 Desember 2015   11:58 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa kali saya menyaksikan berita melalui media televisi yang seakan-akan sudah terjadi bencana yang begitu meresahkan, yaitu berita tentang "serangan" ulat jati ke permukiman penduduk di pinggir hutan jati. Betulkan masalahnya sudah begitu gawat? 

Memang, bagi sebagian orang yang mengalami fobia terhadap binatang merayap ini (apalagi berbulu dan warnanya hitam, serammm), akan mengalami kesulitan dan ketakutan untuk hidup di lingkungan tersebut. Namun, bagi masyarakat yang sudah memilih tempat tinggal di pinggir hutan jati, tentunya sudah menyadari kemungkinan gangguan (ketidaknyamanan) dengan keberadaan ulat-ulat jati tersebut.

Berdasar pengalaman saya, sebenarnya bulu ulat jati tidak menyebabkan rasa gatal sama sekali. Kami, warga di Gunungkidul, termasuk anak-anak biasa memegang ulat-ulat itu. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa air liurnya, atau cairan dari tubuh ulat itu sangat sulit dihilangkan jika mengenai pakaian. 

Mengapa ulat-ulat itu bergerak ke pemukiman? Ada beberapa sebab. Pertama, mungkin karena sumber makanan utamanya (daun jati) di hutan atau kebun warga sudah habis. Untuk dapat mempertahankan hidupnya, ulat-ulat itu akan mencari dahan jati lainnya yang masih berdaun. Kedua, karena cuaca yang sangat panas, sehingga ulat-ulat itu mencari tempat yang lebih teduh (dingin). Ketiga, sudah waktunya bagi ulat-ulat itu untuk berpuasa dan kemudian bertapa untuk menjadi kepompong. Berbeda dengan beberapa jenis ulat, untuk bertapa menjadi kepompong ulat jati memilih tempat di tanah yang gembur. Oleh karenanya, ulat-ulat itu bergelantungan dengan benang-benang dari perutnya untuk mencari tempat yang aman.

Dan kemungkinan yang ketiga itulah sebab yang paling mungkin bagi kedatangan ulat-ulat jati ke permukiman penduduk. Bagi kami, jika ulat-ulat jati sudah turun ke tanah adalah pertanda bahwa beberapa hari kemudian kami akan panen ungkrung (kepompong) jati. Dengan mengorek tanah yang agak gembur di sekitar naungan pohon jati, kita akan menemukan kepompong-kepompong ulat jati tersebut. Selain untuk dimanfaatkan sebagai lauk, jika berlebihan sering ada juga yang menjualnya.

Jadi, tak perlu berita berlebihan berkaitan "serangan" ulat jati ke pemukiman penduduk. Bagi warga yang merasa tidak nyaman dengan kedatangan ulat-ulat jati ltu, cobalah buat larutan deterjen, kemudian semprotkan ke ulat-ulat tersebut. Biasanya ulat-ulat itu tidak akan tahan dengan cairan deterjen, dan kita tinggal menyapunya tanpa meinggalkan bekas (bercak-bercak) di tembok/dinding yang berwarna putih. 

Mungkin anda juga bisa membaca tulisan berikut

https://cauchymurtopo.wordpress.com/2012/12/03/ulat-jati-enak-dimakan/

http://life.viva.co.id/news/read/577182-ulat-jati--kuliner-ekstrem-yang-makin-digemari

Sumber gambar: cauchymurtopo.wordpress.com

 

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun