Apalah artinya sebuah nama? Pertanyaan itu pernah dilontarkan oleh Shakespeare, pujangga Inggris yang sangat terkenal. Mawar itu tetap akan harum, sekalipun namanya bukan mawar.
Bagi  kebanyakan orang, nama adalah sebuah doa. Pasangan suami istri yang menantikan kehadiran seorang anak, biasanya sudah mempersiapkan nama anak yang bakal lahir. Mereka berharap dengan nama itu, anak akan menjadi seperti yang diharapkan orangtuanya, sesuai dengan makna nama yang diberikan kepadanya. Memang tidak dipungkiri, gegara nama bisa juga menjadi bahan candaan atau humor, bahkan dapat mendatangkan bencana olok-olok, sindiran dan perundungan.
James Dananjaya dalam bukunya "Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-Lain" mengungkapkan bagaimana kisah pada zaman Orla (orde lama), dalam rangka Indonesianisasi, etnis tertentu yang memiliki nama asing, harus diubah menjadi nama Indonesia. Muncullah nama
aneh-aneh, misalnya "Kasnawi Karna Dipanegara". Nama yang kedengarannya indah itu, ketika ditanyakan kepada yang punya nama, apa maknanya, ternyata hal itu adalah akronim dari "bekas cina betawi tukar nama dipaksa negara".
Bagaimana pula dengan seorang gadis yang dengan malu-malu memperkenalkan diri kepada seorang pemuda dengan bersalaman, "Kenalkan nama saya Kismi!" Dan sang pemuda pun menjawab, "Tabrani!" Nama gadis itu sesungguhnya Kismiyati.
Bagaimana pun nama seseorang itu penting. Dale Carnegie dalam Prinsip keenam Hubungan Antarmanusia mengatakan, "Ingatlah bahwa nama seseorang merupakan bunyi yang paling merdu dan paling penting dalam segala bahasa".
Untuk mendekatkan relasi dengan anak buahnya, Iin, salah seorang supervisor kasir di sebuah perusahaan eceran mencoba menerapkan prinsip ini.
Pada hari pertama Iin menerapkan prinsip nomor 6 ini kepada salah seorang anak kasir yang bernama Vera. Dia orangnya agak pendiam dan tertutup. Yang pertama Iin lakukan adalah mulai menegurnya dengan mengucapkan, "Selamat pagi, Vera!" Vera hanya menatap dia dengan senyuman dan agak heran, lalu Iin juga membalasnya dengan senyuman.
Pada hari kedua Iin menyapa lagi. Dia ucapkan selamat pagi lagi, dengan menyebutkan namanya. "Selamat pagi, Vera!" Vera membalas  sapaan Iin  dengan senyuman. Iin pun senyum balik kepada Vera.
Pada hari ketiga Iin libur kerja, jadi dia tidak melakukannya. Pada hari keempat, dia menyapanya dengan  ucapan selamat pagi dan menanyakan kabarnya. "Selamat pagi, Vera? Apa kabar?"
"Baik Bu. Kabar saya baik-baik saja," katanya sambil tersenyum,  "Bagus!" kata Iin  sambil  berlalu meninggalkan Vera.