Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan SOK (Salahkan, Omeli, Kritik)

28 Januari 2020   09:09 Diperbarui: 28 Januari 2020   09:08 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://hellosehat.com/

Apa yang harus kita lakukan, ketika kita menghadapi orang yang selalu ngeyel, nyinyir,  sulit dinasihati, mau menang sendiri ? Pasti orang seperti itu sangat menjengkelkan dan membuat kita marah. Lalu, apakah kemarahan kita dengan menyalahkan, mengomeli dan mengritiknya akan mengubah sikapnya? Belum tentu!   Kita sendiri pun tidak suka disalahkan, diomeli dan dikritik, meskipun kita sering berbuat salah.

Lalu bagaimana cara kita mengubah orang  yang tidak menyenangkan itu supaya dapat menerima pendapat kita?

"Hindarkan kebiasaan salahkan, omeli, kritik!" nasihat Dale Carnegie, - penulis, pengajar dan motivator pengembangan kepribadian dari Amerika Serikat, -  dalam salah satu prinsip hubungan antarinsan (human relation) yang dapat memengaruhi orang lain.

Adapun 9 prinsip hubungan antarmanusia itu menurut Dale Carnegie adalah: (1) Hindarkan kebiasaan salahkan, omeli, kritik (SOK), (2) Berikan penghargaan kepada orang lain secara jujur dan tulus; (3) Doronglah keinginan orang lain untuk maju dan berhasil; (4) Berikan perhatian secara sungguh-sungguh; (5) Senyum; (6) Ingatlah nama seseorang merupakan bunyi yang paling merdu dan paling penting dalam segala bahasa; (7) Jadilah pendengar yang baik, doronglah orang lain berbicara banyak tentang dirinya; (8) Berbicaralah sesuai minat orang lain; (9) Buatlah  agar  orang  lain  merasa dirinya penting dan lakukanlah dengan tulus.

Ketika saya mendapat kontrak kerja di kota Medan untuk membantu menangani karyawan pada sebuah perusahaan eceran, salah satu materi yang saya sampaikan berkaitan dengan tema membuat para karyawan menjadi lebih ramah. 

Materinya adalah 9 Prinsip Hubungan Antarmanusia (Human Relation) dari Dale Carnegie yang bersumber pada dua buku: Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain dan Petunjuk Hidup Tenteram dan Bahagia, yang sudah sangat terkenal itu.

Setiap  peserta diberi kesempatan selama satu bulan untuk menerapkan salah satu dari  9 prinsip tersebut kepada rekan kerja atau bawahannya, jika mereka adalah penyelia atau supervisor. Supaya 9 prinsip tersebut dapat diterapkan, maka peserta dianjurkan memilih salah satu prinsip yang disenanginya, dan diupayakan kesembilan prinsip tersebut dapat diterapkan oleh peserta. Hasilnya dilaporkan dalam sesi berikutnya.

Berikut ini pengalaman Dame Manty Situmorang, salah seorang  peserta dalam menerapkan  prinsip pertama Human Relation (HR)  tersebut.

Salah seorang anak pramuniaga (anak stan) di bawah asuhan saya, suka ngebred (mengobrol), tetapi sebenarnya dia penakut.  Kalau melihat saya, ia langsung sangat  takut karena saya cerewet dan suka marah-marah.

Hari pertama saya melihat dia sedang ngebred dengan SPG Beauty. Ia ngobrol saja dan tidak bekerja. Biasanya kalau saya melihat hal seperti itu, saya pasti marah-marah, tetapi kali ini saya justru berbicara kepadanya dengan lembut sambil menanyakan apa yang sedang dilakukannya. Saya lihat saat itu dia merasa sangat takut.

Hari berikutnya  saya melihat dia bekerja masih sambil ngebred dengan SPG (Sales Promotion Girl). Saya mencoba menahan rasa marah. Dalam hati saya mengatakan, "Kalau kerja ya kerja. Ada waktunya untuk ngobrol dengan teman". Saya lalu memberi semangat kepadanya dan berbicara dengan pelan, "Ayolah dek, kerja! Ngobrolnya nanti saja!"

Biasanya, setiap hari saya memberikan target kerja bersama lawan shift-nya. Tugasnya membongkar dan membersihkan selling area (area jual). Jika pekerjaan itu belum beres, maka dia tidak boleh pulang. Saya pasti marah.

Hari berikutnya  saya melihat dia membongkar pajangan jam dengan sangat terburu-buru. Nampaknya ia sangat kewalahan. Saya mendekatinya, lalu saya katakan, "Dik, kalau bekerja itu jangan terburu-buru. Pekerjaan yang dilakukan dengan buru-buru, hasilnya tidak baik. Biasa saja, yang penting hasilnya bagus".

"Iya bu," jawabnya. "Saya takut ibu marah-marah kalau saya belum siap."

Hari itu, meskipun kondisinya belum siap, saya mengizinkan dia pulang, dengan janji besok harus dibereskan. Nampak sekali dia merasa senang.

Pada hari keempat, saya melihat dia bekerja secara serius dan fokus untuk membereskan pekerjaan yang  kemarin terbengkalai. Benar, dia mengerjakannya dengan maksimal sesuai dengan yang saya harapkan.

Esoknya, tanpa sepengetahuan saya dan tanpa saya suruh, dia telah berhasil membongkar dan membersihkan dua area jual. Selanjutnya hari-hari berikutnya dia sudah menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik. Memang, sifat ngebred-nya sulit dihilangkan, namun dapat dikurangi. Ia menjadi semakin ramah kepada saya, dan rasa takutnya sudah menghilang. Kami menjadi semakin  kompak, dan dia semakin banyak bertanya tentang pemajangan barang.

Harapan saya, sebagai seorang supervisor kita tidak perlu sering marah-marah kepada pramuniaga, karena hal itu membuat mereka takut sehingga melakukan pekerjaan terburu-buru. Kita tidak perlu ditakuti, sebaiknya disegani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun