Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mumun, Sahabat Saya

7 Januari 2020   09:18 Diperbarui: 7 Januari 2020   09:29 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat-surat yang Tak Terkirimkan (6)

Nana,

Mumun namanya. Kau tak pernah berpikir akan berteman dengannya. Dia tidak menarik, tidak pintar, selalu gugup, dan jadi bahan olok-olok teman. Semua yang dipakainya serba ketinggalan zaman dan terlihat kuno. Walaupun begitu kau tak membencinya. Maksudnya, biarpun tak ingin berteman dengannya, kau tak merasa terganggu dengan keberadaannya.

Kau tak pernah mengganggu, mengolok-olok atau pun menertawakan gayanya, tingkahnya ataupun rambutnya yang kau sebut gatot (galing total) itu. Kau berpikir, berbuat seperti itu sangatlah kejam, karena merasa diri lebih baik dari orang lain, sehingga dia mampu mencemooh orang begitu saja. Kau tidak mau seperti itu. Kau hanya tidak ingin mengenalnya lebih jauh. Itu saja.

Hari tak terlupakan itu  bermula pada saat kau masuk kelas telat dua minggu karena kau terserang cacar. Jadi mau tidak mau kau harus duduk sama Mumun, karena cuma itu bangku yang kosong saat itu. Kau tahu semua anak memandangmu, tapi tak kau pedulikan mereka. Yang ingin kau dengar hanyalah bunyi bel.

Saat istirahat sekolah, kau langsung pergi ke kantin berharap akan merasa lebih baik setelah makan cuanki Mang Udin. Lalu kau pun ikut rame-rame  antri bareng puluhan anak lain dan ikut buka mulut meneriakkan pesanan. Saat kau buka mulut, anak-anak lain mulai menyebar.

Melihat semua itu kau merasa aneh. Bukan tanpa sebab, mereka menyebar karena takut tertular penyakitmu. Oalah... dasar sial, kau pun melontarkan makian. Kesal, sakit hati dan ditambah dengan embel-embel perasaan tak menentu lain, kau pun  pergi ke kelas.

Waktu itu, hanya ada Mumun di kelas. Dengan malas kau duduk di sebelahnya dan pura-pura tegar. Saat itu kau lihat dia begitu asyik menulis, sehingga sepertinya dia tak menyadari kehadiranmu.

"Lagi nulis apa sih?" tanyamu.

"Diary," jawabnya datar tanpa bergeming sedikit pun.

Kau pun heran, kok ada orang menulis diary di tempat seperti ini. Orang akan bisa mengintip yang sedang ditulisnya. Tak lama kemudian dia bertanya. Kali ini sambil melihat dengan pandang sedikit ramah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun