Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Problematika Petani dan Buah Salak

28 Agustus 2021   09:48 Diperbarui: 28 Agustus 2021   10:08 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.idntimes.com/food/diet/eliza/manfaat-kesehatan-dari-buah-salak-exp-c1c2

Jika teman-teman berkunjung ke Sleman, tepatnya di Jalan Kaliurang yang menanjak, teman-teman akan bertemu dengan penjual salak. Salak dijajakan untuk oleh-oleh dan boleh dimakan di tempat. Konon buah salak di situ berasa manis. Lidah juga dimanjakan dengan daging buah yang relatif tebal dibanding dengan buah salak dari daerah lain. Buah salak itu menjadi mata pencaharian penduduk setempat. Buah itu melulu menyapa mata wisatawan domestik maupun mancanegara.

Lagi-lagi karena pandemi, daya jual buah salak berangsur menurun. Bukan hanya karena berkurangnya kunjungan wisatawan ke daerah tersebut, namun distribusinya ke daerah lain sampai ke mancanegara juga terhenti. Transportasi belum berjalan normal kembali, terhitung dari pemerintah menetapkan segala aturan berkaitan dengan penekanan laju paparan virus.

Padahal beberapa tahun sebelumnya, salak itu diantar ke negeri tetangga dalam jumlah yang besar. Coba perhatikan: "Ekspor salak sudah dilakukan sejak tahun 2017 sebanyak 150 ton. Kemudian pada tahun 2018 meningkat 350 ton dan 2019 mampu mengekspor 650 ton. Namun pada tahun 2020, ketika pandemi Covid 19 mulai masuk Indonesia, ekspor salak turun menjadi 160 ton saja karena terkendala terbatasnya transportasi untuk ekspor." Kabar itu ada di Koran Kedaulatan Rakyat edisi Sabtu, 28 Agustus 2021 berjudul "Salak Pondoh Kembali Diekspor ke Kamboja". Ekspor itu ditunaikan oleh CV Mitra Turindo Imorejo Wonokerto Turi, Sleman.

Kabar itu terdengar baik, mengingat banyak orang hari ini yang tengah menemui banyak hal-hal sulit. Di tengah-tengah masa krisis, salak masih diminati oleh negara tetangga. Sekilas jika diamati, kuantitas yang diekspor juga terbilang besar dan semakin naik. Di tahun 2019 itu misalnya, jika dihitung mudahnya, dalam waktu sehari salak yang perlu diekspor sebanyak dua ton. Jumlah yang terbilang besar dengan sirkulasi keuangan yang tidak sedikit. Toh itu juga menunjukkan bahwa negara tetangga Kamboja, tengah keranjingan mengkonsumsi buah salak produk tanah air. Mungkin salak di situ jadi buah yang dinilai mengandung banyak vitamin dan hal-hal baik, sehingga konsumsi dalam jumlah besar bisa memicu diri menjadi lebih sehat. Mungkin juga tidak.

Hanya saja yang disayangkan, di saat peminat salak makin menyeruak, petani salak semakin berkurang. Simak keluhan di berita itu: "... kendala lainnya dalam pemenuhan kebutuhan ekspor adalah gairah petani salak yang mulai berkurang di Kabupaten Sleman." Kita boleh curiga pada diksi 'gairah' itu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 'gairah' didefinisikan sebagai keinginan (hasrat, keberanian) yang kuat. Arti secara kasar keluhan itu berati ada banyak warga yang emoh berani untuk menjadi petani salak. Hal itu mungkin ditengarahi oleh kesejahteraan yang dimiliki tidak meningkat secara signifikan selama menjadi petani salak, sementara kebutuhan hajat hidup semakin hari semakin mahal. Maka banyak warga di daerah itu yang memilih pekerjaan lain yang dinilai lebih menyejahterakan dan mencukupi guna ketahanan sandang, pangan, dan papan di keluarganya.

Padahal jika diperhatikan luas lahannya, masih ada separuh lebih yang belum tergarap dengan maksimal. "... luas lahan pertanian salak di Kapanewon Turi, Tempel dan Pakem saat ini kurang lebih 3.000 hektare dan yang masih aktif berkisar 1.500 hingga 2.000 hektare. Dari luas lahan tersebut digarap oleh 34 Kelompok Petani Salak." Kita bisa menduga lahan yang tersisa itu, dalam kurun beberapa tahun ke depan akan ditanami bangunan. Sebab di situ kondisi alamnya masih asri, cocok untuk berlibur melepas penat kala lelah hidup dan kerja di kota, serta berhawa sejuk. Kita tentu emoh jika lahan seluas itu nantinya hanya dikuasai oleh orang-orang yang abai dengan lingkungan sekitar dengan dalih pembangunan dan pemajuan. Kita berdoa saja semoga petani salak masih ada yang ulet menggeluti buah salak untuk kemakmuran dirinya dan keluarganya. Dan semoga dugaan itu urung terjadi. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun