Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan featured

Melakoni Hidup sebagai Petani

13 Agustus 2021   19:57 Diperbarui: 24 September 2021   06:11 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Petani-petani yang ada di desa lebih sering menjual hasil panennya kepada tengkulak. Entah karena rayuan dari tengkulak atau karena proses yang cepat atau juga karena untuk menutupi hutang-hutang. Harganya pun ditentukan oleh tengkulak. Dan petani hanya bisa meng-iyakan saja tanpa ada kekuasaan.

Tapi ada juga yang dijual kepada orang-orang yang menjadi tangan panjang dari bulog dengan harga yang dipatok relatif lebih tinggi dari pada tengkulak. Setelah dijual, baru petani bisa mendapatkan hasil dari jerih payahnya.

Itu pun, hasil dari penjualan panen, uangnya tidak dihabiskan sekaligus, melainkan disisakan untuk keperluan menanam selanjutnya. Proses dari menanam, merawat, panen, pengeringan, sampai penjualannya memakan waktu kurang lebih tiga bulan lamanya. Bayangkan, tiga bulan lamanya petani harus memeras keringat dengan hasil yang tidak seberapa.

Wajar saja jika berdampak pada profesi petani di Indonesia kurang diminati oleh generasi muda. Karena memang kenyataannya demikian, kerja yang tidak sebanding dengan upah yang diberikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun