Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Merawat Pesawat, Kenapa Tidak?

5 Agustus 2021   12:36 Diperbarui: 5 Agustus 2021   12:54 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.suara.com/news/2021/08/03/123159/dikritik-alvin-lie-soal-biaya-cat-pesawat-kepresidenan-begini-jawaban-istana?page=all

Belakangan kita berjumpa ada kabar ihwal pesawat presiden yang dicat menelan anggaran sampai 2 M. Angka itu terbilang besar. Terlebih itu dilakukan ketika masa pandemi seperti ini.

Tapi berkaitan dengan pesawat tersebut, saya rasa kita perlu merujuk pada pandangan hidup orang Jawa, bahwa ajining diri ono ing lathi, ajining raga ono ing busana. Makna sederhananya siapa saja akan dihargai karena ucapan yang disampaikan, dan penghargaan tertinggi pada tubuh ada pada pakaian yang dikenakan.

Maka dalam konteks pengecatan pesawat itu, bisa ditafsirkan sebagai upaya merawat salah satu tubuh yang ada di negeri ini. Karena pesawat juga menjadi bagian dari busana negeri ini ketika bertamu ke negeri-negeri lain di dunia.

Di Koran Kompas edisi Kamis, 5 Agustus 2021 pada tajuk "Nuansa Merah Putih yang Diharap Berikan Kebanggaan..." menjelaskan bahwa, pengecatan pesawat presiden tersebut memang telah jatuh tempo. Tercatat perawatan pesawat bernama Boeing Business Jet 2 dilakukan terakhir pada tahun 2017.

Dalam warta itu juga disebutkan bahwa pengecatan memang sudah direncanakan sejak tahun 2019. Pengecatan pesawat tersebut juga dibersamai dengan heli Super Puma dan pesawat Britisch Aerospace 146 (Bae-RH 85) yang digunakan oleh Wakil Presiden.

Selain itu, tahun 2021 juga menjadi tahun perawatan bagi pesawat tersebut. "Maka, tahun ini dilaksanakan perawatan sekaligus pengecetan yang bernuansa merah putih sebagaimana direncanakan sebelumnya. Waktunya pun lebih efisien karena pengecatan dilakukan bersamaan dengan proses perawatan", ujar Bey, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.

Hanya saja, warta di atas menuai banyak polemik. Ada banyak yang memprotes dan mengkritik, tapi juga tidak sedikit yang sepakat.

Bagi yang protes, alasan yang digunakan jelas karena sekarang negeri ini tengah bergelut dengan pandemi yang entah kapan menemuai kata sudah. Berbagai upaya dan dana digelontorkan. Namun alih-alih peroleh hasil yang signifikan, justru kabar duka dan derita datang dari mana-mana.

Belum lagi jika diakumulasikan dengan tingkah para pejabat dan pemangku kebijakan yang kian hari keputusan yang diambil kian membuat masyarakat gregeten. Misalnya yang mudah kita temui ada sekian rupiah dana bansos yang digelapkan entah ke mana, fasilitas mewah untuk wakil rakyat di tengah krisis, dan penempelan foto agar tenar demi mendapat suara banyak di pemilihan beberapa tahun mendatang.

Dan ini ditambah dengan kabar dana 2 M untuk pengecatan pesawat. Maka wajar jika masyarakat beramai-ramai menyuarakan di media sosial dengan kata-kalimat sinis.

Tunggu sebentar, bagi yang mendukung soal pengecetan itu, didasarkan pada rencana yang sudah dibuat sejak tahun 2019. Namanya juga rencana, tidak tahu apa dan bagaimana yang akan terjadi baik ketika rencana itu belum ditunaikan, atau malah ketika sedang dilakukan.

Tapi saya rasa perawatan dan pengecatan pesawat itu tetap perlu, bukan pertimbangan dana, melainkan itu sebagai simbol bagi negeri ini. Mungkin bisa juga itu dimaknai sebagai bagian dari bentuk harga diri sebuah bangsa.

Seperti misal, saat negeri ini baru terbentuk, Soekarno sebagai presiden pertama perlu transportasi untuk mengubungkan seluruh wilayah berupa kepulauan di negeri ini. Dan transportasi yang cepat adalah pesawat. Padahal saat itu, kondisi keuangan negeri belum stabil, kemlaratan terjadi di mana-mana, serta segala regulasi belum tertata dengan rapi.

Kondisinya mungkin sama dengan hari ini, yang semua negeri dan semua warga sedang mengalami kondisi sulit. Masa paceklik.

Bedanya mungkin hanya pada dulu, saat Presiden Soekarno membeli pesawat semua diprakarsai oleh rasa nasionalisme yang tinggi. Sedangkan sekarang, masyarakat telah jenuh dengan drama pemangku kebijakan yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, namun juga merugikan masyarakat sampai ke akar-akarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun