Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pilih Durasi Shalat Cepat atau Lambat?

8 Juli 2020   17:36 Diperbarui: 8 Juli 2020   17:30 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Shalat menjadi ibadah yang wajib ditunaikan oleh umat Islam. Minimal untuk shalat fardhu harus terpenuhi, akan lebih bagus lagi jika shalat sunnah ditambahkan sebagai bentuk taat kepada-Nya.

Ada banyak literatur keislaman yang menjadi legitimisi shalat dari berbagai sisi, utamanya merujuk pada peribadatan. Diantaranya shalat menjadi tiang agama, jika shalatnya bagus, maka semua amal perbuatannya juga bagus. Atau shalat bisa mencegah perbuatan manusia dari kemungkaran. Ada juga iming-iming bahwa shalat yang dilakukan secara berjamaah mendapatkan pahala berlipat ganda ketimbang shalat yang ditunaikan sendirian.

Nah, saya tidak hendak membahas shalat dari sisi itunya. Saya tertarik untuk mengomentari imam shalat berjamaah yang kerap kali membuat kita bertanya-tanya penasaran dengan durasi terlalu cepat atau terlalu lama. Hanya saja, dasar saya bukan hukum benar salahnya, tapi pada pengamatan dalam konteks ilmu sosial. Karena saya sendiri merasa penguasaan ilmu-ilmu agama masih sangat kurang, di samping ada banyak sekali ahli agama yang otoritatif dan lebih memiliki kapasitas untuk menjelaskan durasi shalat dari sisi hukum, sejarah, hadits, tafsir al-Qur'an, dan semacamnya.

***

Beberapa tahun silam publik dihebohkan dengan shalat tarawih dan witir (23 rakaat) yang hanya memakan durasi kurang dari lima belas menit di Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Blitar. Menurut pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikam, KH Dliya'uddin Azzamzammi mengatakan bahwa, tradisi salat tarawih cepat di pondoknya sudah berlangsung selama satu abad lebih, sejak kakeknya menjadi pengasuh di pondok pesantren itu.

Alasan mendasar yang melatarbelakanginya adalah dakwah. Sebab banyak masyarakat di sekitar pondok pesantren yang mulanya enggan menunaikan shalat tarawih dan witir karena siangnya bekerja, capek, ditambah lagi shalat tarawih dan witirnya lama. Maka dari itu, untuk menarik dan mengajak masyarakat agar tetap bisa bekerja dan menunaikan shalat tarawih-witir adalah dengan mempercepat durasi shalat.

Selain di Blitar, ada juga Pondok Pesantren Al-Quraniyah, di Desa Dukuhjati, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu yang menunaikan shalat tarawih dan witir dengan durasi yang cepat. Terlebih di Bulan Ramadhan kemarin, ketika pandemi merebak, durasi shalat tarawih dan witir kian dipersingkat sesuai anjuran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Di luar shalat tarawih dan witir, kita juga kerap mendapati shalat fardhu yang ditunaikan dengan cara cepat. Tidak usah jauh-jauh, mungkin di musholla, langgar, atau masjid di sekitar tempat tinggal kita, shalat ashar dan isya bisa rampung dalam tempo dua-tiga menit. Itu jamaah, apalagi jika shalat sendirian, hehehe.

Tapi ada juga yang durasi shalat jamaahnya lama. Saya sendiri pernah mengalami di langgar desa saya ketika masih usia sekolah dasar. Sebut saja Langgar An-Nur

Saat itu Bulan Ramadhan, saya dan beberapa kawan berencana melakukan shalat tarawih keliling desa. Singkat cerita, ketika tiba di langgar An-Nur sudah memasuki Bulan Ramadhan hari ke tiga belas. Konon di langgar An-Nur ini, imam shalat tarawih tidak boleh ada yang menggantikan, kecuali ia sedang tidak enak badan. Dan imam yang menggantikannya pun harus melalui persetujuannnya.

Shalat Isya di langgar tersebut berlangsung sekitar delapan menit, padahal yang dibaca hanya surat-surat pendek. Saya masih menyangka itu sebagai hal yang lumrah. Memasuki shalat tarawih dan witir (23 rakaat), durasinya tetap sama seperti shalat fardhu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun