Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Catatan Saldo Nol Rupiah

4 Juli 2020   21:39 Diperbarui: 7 Juli 2020   16:42 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengelolaan uang memang sering memicu persoalan. Terlebih uang yang dikelola bukan milik pribadi, bukan juga uang hasil dari jerih payahnya berjualan pakaian di akun shopee atau tokopedia, melainkan uang yang dikelola berasal dari orang banyak yang peruntukkannya juga kembali kepada orang banyak itu.

Padahal ngurus uang sendiri saja masih pontang panting. Tiap bulan uang datang (gajian), bersamaan dengan itu, bayangan kita sudah dihantui dengan cicilan kredit motor, tagihan listrik, tunggakan membayar keperluan sekolah anak, dan utang ke warung sebelah.

Alhasil, uang hanya numpang lewat paling lama dalam tempo sepekan. Selebihnya kita kembali meratapi nasib yang melulu berujung pada kantong kering (duhhh!).

Kendati demikian, kita masih bisa bernafas lega. Minimal tidak ada tanggung jawab berlebihan ketika segala tagihan itu sudah dibayar semua. Kalau ada sisa uang, bisa ditabung untuk modal nikah (ehm). Sedangkan kalau kurang, ya ditunda dulu sampai bulan depan.

Namun berbeda kalau posisi kita menjadi seorang bendahara di sebuah organisasi atau lembaga dengan uang masuk tiap bulannya menyentuh angka puluhan juta. Pengelolaan uang harus dilakukan dengan baik. Jika tidak, ya siap-siap diberi sangsi minimal omelan sampai masuk jeruji besi.

Apalagi jika yang dikelola itu uang infaq dan sedekah dari jamaah masjid. Tidak cukup hanya sampai jeruji besi dengan pemberian fasilitas mewah seperti halnya para koruptor, keluar dari penjara, ia dan keluarga harus menerima beban moral yang amat berat.

Itupun masih kurang, ia akan ditampol lagi dengan ayat-ayat agama yang keras. Meskipun sudah menginsyafi keluputannya, bukan tidak mungkin, stigma negatif akan melekat kepadanya sampai anak cucunya.

Tapi tenang, titik poin saya kali ini adalah catatan cara mengelola pemasukan masjid oleh para pengurus, bukan penggelapan uang atau semacamnya.

Kita meyakini bahwa aliran uang untuk masjid selalu ada dan banyak. Teman saya pernah berkelakar dengan mengatakan bahwa, selama masih ada hari Jumat, selama itu pula pemasukan masjid masih ada.

Ya dihitung saja, untuk masjid kampung setiap Jumatnya mendapat pemasukan tiga ratus ribu kemudian dikali empat, sudah satu juta dua ratus. Kalau masjid dengan kapasitas jamaah mencapai lima ratus orang atau lebih, tentu uang yang masuk setiap Jumatnya berkisar antara angka dua sampai lima juta.

Pemasukan itu belum diakumulasi dengan sedekah jamaah yang datangnya tidak pernah diundang. Mereka secara tiba-tiba nongol kemudian memberi uang guna memakmurkan masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun