Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyelami Kisah Hidup Waria

14 Juni 2020   14:28 Diperbarui: 14 Juni 2020   15:20 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Menurutnya, justru orang-orang seperti mereka harus didekati. Bukan malah dijauhi. Minimal jika kita mau mendekat, mereka mau menceritakan sebabnya kok bisa sampai terjerumus dalam hal seperti itu. Katanya, "mereka itu orangnya baik, mereka tidak mau berbuat jahat pada orang-orang yang telah berbuat baik pada mereka".

Sekali waktu, ia pernah diajak ikut pesta minuman keras, tapi ia hanya sebatas mengamati saja, tidak ikut minum. Ketika semua hampir teler, ketua genknya bilang untuk mengantarkannya pulang. Karena jika sudah terlalu teler, takutnya ada adu jotos. Ya namanya juga orang mabuk. Sampai sekarang komunikasinya dengan gentho-gentho tadi masih terjalin akrab. 

"Beberapa sudah meninggal, sisanya sudah berkeluarga. Anaknya ada yang mengikuti jejak ayahnya meskipun tidak separah ayahnya dulu. Tapi ada juga anaknya yang berubah jadi baik, tidak mengikuti jejak kenakalan ayahnya", ujarnya dengan bibir tersungging.

Ia juga punya pemahaman bahwa manusia beragama itu harusnya punya sopan dan santun. Minimal jika bertemu, harus bertutur sapa. Entah memanggil dengan woy, kek, atau kalau yang disapa lebih tua bisa mengatakan monggo, dan kata sejenis lainnya. Harusnya demikian.

Tapi ia sendiri juga menyadari bahwa tidak setiap manusia memiliki pemahaman yang sama tentang hal itu. Dari situ, ia membuat prinsip untuk menyapa lebih dulu, siapa pun itu. 

Akan tetapi jika tiga kali sapaannya tidak direspon, ia tidak akan menyapa lagi. Kenapa? Menurutnya itu sebagai sikap untuk mengimbangi. Kalau mereka cuek, kita ya cuek, kira-kira begitu.

Ia pernah menasehati saya. Simpel dan sederhana, tapi praktiknya bisa membuat orang pontang-panting. Tuturnya, "jika kita ada salah minta maaf, jika mau melakukan sesuatu permisi, jika diberi bantuan mengucapkan terimakasih. Saya dapat pelajaran ini dari teman nasrani. Harusnya semua orang bisa sadar hal-hal seperti ini. Tapi kadang malah ada yang berbuat seenaknya sendiri".

Dari penuturannya itu, lamat-lamat saya menginsyafi bahwa orang-orang di luar sana yang telah merampungkan buku babon puluhan, merasa normal dan cerdas, kadang malah kurang arif dalam melihat fakta dibanding waria yang kerap kali mendapat stempel sebagai perilaku menyimpang. Jangan-jangan, malah kebalikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun