Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Studi Agama untuk Pemula

11 Juni 2020   13:30 Diperbarui: 11 Juni 2020   13:36 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agama masih menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan. Bukan hanya karena suasana magisnya, namun juga karena manusia sendiri tidak bisa dilepaskan dari pergumulannya dengan agama. Menurut penuturan Dr. Damami Zein, manusia dan agama itu layaknya dua sisi dalam uang logam. Tidak bisa dipisahkan dan saling melengkapi. Dan  semua fase sejarah dalam kehidupan manusia selalu berkelindan erat dengan agama.

Agama berasal dari bahasa Sanksekerta, yaitu a (tidak) dan gama (kacau). Maka dari itu, agama menjadi pedoman untuk manusia agar kehidupan yang dijalaninya tidak mengalami kekacauan. Orientasi ini bisa didapati dalam setiap agama yang hadir di muka bumi ini, baik agama monoteisme maupun politeisme. Tidak ditemukan satu ajaran pun yang mengajarkan pengikutnya untuk berbuat kerusakan, untuk berbuat kekacauan di muka bumi ini. Itu ajarannya, kalau penafsiran dan ejawantahnya oleh manusia kerap tidak begitu.

Lantas, bagaimana cara manusia mempelajari agama sebagai ilmu pengetahuan? Setidaknya ada tiga tahapan jika merujuk pada pendapat Dr. Damami Zein.

Tahapan yang pertama yakni memahami sejarah agama-agama. Sejarah masing-masing agama harus dipelajari, minimal pernah tau dari literatur yang dibacanya. Dengan mengetahui sejarah agama, maka asal usul agama juga bisa diketahui. Banyak yang mengatakan bahwa, asal muasal manusia beragama adalah karena ketakutan atau ketidakberdayaan manusia untuk menghadapi kekuatan diluar kemampuannya, sehingga manusia memerlukan suatu perlindungan. Perlindungan ini dimanifestasikan dalam bentuk penyembahan kepada batu, pohon, roh-roh nenek moyangnya, dan lain sebagainya, maka timbullah agama animisme dan dinamisme. Dari situ kemudian berubah menjadi politeisme lantas yang terakhir menjadi monoteisme.

Tahapan yang kedua yakni membandingkan antara satu agama dengan agama yang lain. Tahapan ini sering memicu konflik antar umat beragama. Terlebih lagi jika ini disampaikan di depan publik, yang semua audiennya adalah masyarakat awam. Sudah bisa dipastikan, kekacauan akan menjadi tamu bagi umat beragama. Karena arah dari perbandingannya bukan mana hal yang sama dan mana hal yang berbeda, tapi arahnya menjadi mana agama yang benar dan mana agama yang salah sesuai versi masing-masing agama. Dan ini tidak baik jika diterapkan, apalagi untuk dilestarikan. Mengingat iklim di Indonesia yang cenderung rentan terhadap konflik dikarenakan banyak perbedaan yang ada.

Nah, yang dimaksud dengan membandingkan agama satu dengan agama lainnya itu adalah mengklasifikasikan mana yang sama dan mana yang berbeda. Misalnya konsep ketuhanan antara agama Islam dan agama Zoroaster, konsep pengampunan dosa anatara agama Kristen dengan agama Hindhu, dan lain sebagainya. Sehingga bisa diketahui benang merah atau titik temu hal-hal yang menjadi kesamaan dari masing-masing agama.

Tahapan yang ketiga yakni studi lintas iman atau kata lainnya adalah pluralisme agama. Pluralisme ini memiliki makna kebenaran itu tidak tunggal, tapi banyak. Konsep pluralisme ini masih sangat ditentang jika berada di Indonesia, terlebih jika itu dikaitkan dengan nama agama.

Hal ini juga berguna untuk mengurai fanatisme masing-masing pengikut agama. Sehingga memiliki persepsi bahwa kebenaran itu ada di masing-masing agama cukup diperlukan. Mengingat penganut agama dan kepercayaan di negeri ini jumlahnya tidak sedikit. Ya anggap saja sebagai ikhtiar menjaga integrasi Indonesia, juga sebagai wujud menghormati dan penghargaan bagi penganut agama liyan.

Ketiga tahapan itu saling berurutan. Mempelajari sejarah dahulu, kemudian membandingkannya dan terkahir memiliki pandangan bahwa masing-masing agama membawa sekaligus menuju kebenarannya masing-masing. Demikian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun