Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masjid dan Justifikasi I

7 Agustus 2018   15:44 Diperbarui: 7 Agustus 2018   15:53 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kondisi masjid menjadi riuh karena peristiwa makian tersebut. Orang yang awalnya khusyuk berdo'a, terganggu dengan kegaduhan yang ada di luar masjid. Berbondong-bondong orang di dalam masjid bergegas melihat keluar untuk turut menjadi saksi atas tindakan takmir yang telah meremehkan Pak Sugi.

Namun si takmir hanya diam saja, belum mampu memberi jawabannya. Namun kali ini wajah si takmir sudah berubah mulai kebingungan. Entah kebingungan mencari jawaban, atau kebingungan karena banyak jamaah yang berhamburan menyaksikan dosa yang baru saja diperbuatnya.

Pak Sugi dengan tensi marah yang belum turun cepat-cepat meninggalkan masjid itu tanpa memperhatikan telah banyak orang yang berhamburan keluar. Dengan perasaan yang dongkol, Pak Sugi terus berjalan menuju ke arah salonnya.

Namun disisi lain, Pak Sugi cukup puas. Karena mampu memberi pelajaran kepada takmir yang telah meremehkannya. "Awas kalau besok masih merendahkanku", begitu ucap dalam hatinya.

***                                                                          

Padahal masjid menurut kepercayaan umat Islam sebagai rumah Allah. Logika sederhananya, semua makhluk yang diciptakan oleh Allah mempunyai hak berada di dalam masjid. Entah itu hanya untuk melepas penat, atau beribadah mendekatkan diri kepada-Nya. Pun begitu, belum pernah penulis temui sebuah literatur yang mengharamkan keberadaan seorang waria atau banci di masjid.

Selain itu, si takmir juga mempunyai sifat sombong dalam dirinya. Ucapan dan penilaian yang meremehkan waria atau banci sudah cukup dijadikan bukti.

Padahal perkara surga dan neraka, dilaknat atau tidak dilaknat adalah prioritas-Nya. Dan prioritas-Nya berdasarkan penilaian Allah atas makhluknya, bukan berdasarkan penilaian makhluk kepada sesamanya.

Demikian, masjid bukanlah tempat justifikasi kebaikan dan keburukan, pantas dan tidak pantas, neraka dan surga. Masjid hanya sebagai perantara, alat, atau media manusia untuk menyembah Tuhannya.

Sama halnya dengan sajadah dan sarung. Belum tentu dan belum pasti, orang yang menghabiskan dua puluh empat jam hidupnya di masjid akan masuk surga.

Begitu pun orang yang tidak berada di masjid, belum tentu orang yang beribadah di luar masjid (misal sholat sendirian di rumah), akan masuk neraka. Masjid bukan tempat justifikasi keshalehan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun