Mohon tunggu...
Sosbud

Amal Saleh

11 Mei 2009   07:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:09 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Barangsiapa yang melakukan amal saleh baik pria maupun wanita dalam keadaan ia beriman, maka pasti akan kami hidupkan ia dengan al-hayat al-thayyibah (hidup yang berkualitas tinggi). QS. An-Nahl (16):97

Mukadimah

Pak Quraish Shihab dalam satu tulisannya menafsiri amal saleh berdasar kata dasar saleh (shalih) yang berasal dari shalaha yang dalam kamus bahasa al-Qur'an diartikan sebagai antonim dari kata fasid yang bermakna rusak (kerusakan). Oleh karenanya kata saleh memiliki tekanan arti terhentinya kerusakan atau sesuatu yang bermanfaat dan sesuai. Sehingga amal saleh dapat dinyatakan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara sadar untuk mendatangkan manfaat dan atau menolak mudharat. Mudahnya amal saleh kita nyatakan dengan aktivitas (amal) padat manfaat. Menurut QS. An-Nahl (16):97 di atas, amal saleh merupakan indikator kualitas hidup mukmin, pria maupun wanita. Di ayat lain, amal saleh menjadi hiasan dunia yang lebih baik dan berpahala dari harta-benda duniawi, serta lebih dapat dijadikan tumpuan harapan di akhirat. (QS. al-Kahfi [18]: 46). Suatu penelitian menyebutkan kata shalaha terulang dalam al-Qur'an sebanyak 180 kali dalam muta'adiy atau membutuhkan obyek, sehingga berkonotasi aktifitas, atau pun dalam bentuk lazim atau tidak membutuhkan obyek, berkonotasi sifat. Mengingat penggunaannya, maka dapat dikatakan bahwa sesuatu dinamai saleh apabila obyeknya telah memenuhi atau sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditentukan.

Yusuf Qardhawi menyatakan al-waqtu huwa 'l-hayat, waktu adalah hidup itu sendiri. Artinya, kita kini hidup di lembaran waktu, di lembaran masa bakti, di lembaran masa beramal. Secara umum ada waktu pribadi, yakni waktu yang menjadi lembaran hidup seseorang, dari lahir hingga matinya; waktu sosial, yakni lembaran hidup suatu masyarakat, misal masyarakat fir'aun; dan, waktu sejarah atau lembaran waktu sejak Allah menciptakan bumi beserta isinya dan akan diakhiri dengan peristiwa penghancuran. Allah menyitir dalam QS. al-Mulk (67): 2, "Yangmenjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." Al-Fudhail bin Iyadh menyatakan yang lebih baik amalnya adalah yang paling ikhlas dan lebih benar dalam melakukan amal saleh. Syaikh Amin Muhammad Jamal dalam buku "Sejenak Merenungi Diri" menginterpretasi ahsanu 'amalan dengan iklash. Yakni aktivitas yang motivasinya hanya untuk mencari ridha Allah, tidak dipersembahkan dan tidak dimintakan penilaian kepada selain Allah.

Menimbang Kesalehan Amal

Allah mengaruniai manusia piranti untuk dapat survive di dunia dan sukses di akhirat. Piranti tersebut adalah spirit atau daya hidup, daya tubuh, daya akal, dan daya kalbu. Daya tubuh, ialah suatu daya yang menjadikan manusia berkekuatan fisik sehingga organ tubuh dan panca indera dapat berfungsi sesuai fitrah. Mata dapat melihat, hidung dapat mencium, telinga dapat mendengar. Kaki mampu menyangga tubuh, berjalan, bahkan berlari. Tangan mampu melambai, meraba, memegang, hingga mengangkat barang. Daya akal, ialah suatu daya yang menjadikan manusia mampu berfikir, memiliki ilmu pengetahuan dan mencipta teknologi. Daya kalbu, ialah suatu daya yang memungkinkan manusia bermoral, merasakan keindahan, kelezatan iman dan kehadiran Allah, dan lain-lain.

Sehat merupakan sifat untuk menyatakan kesalehan, seperti sehat-nya tubuh, pikiran, dan hati. Di sisi lain, orang yang sehat tubuhnya akan mampu melakukan aktivitas secara optimal. Tubuh yang sehat mengantarkan seseorang dapat melakukan sholat dengan khusyuk (saleh) karena konsentrasi pikiran dan suasana batinya tidak terganggu. Sholat dengan tidak batuk-batuk, juga tidak sentrap-sentrup karena flu. Maka daya tubuh yang saleh secara komprehensif adalah daya tubuh yang bermanfaat untuk mengabdikan diri kepada Allah dalam pengabdian terbaiknya. Daya akal yang saleh akan menjadikan manusia mendambakan diri menjadi ulil al-bab. "Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi dan keajaiban-keajaiban yang terdapat pada keduanya serta pergantian malam dan siang dengan datang dan pergi serta bertambah dan berkurang menjadi tanda-tanda atau bukti-bukti atas kekuasaan Allah SWT bagi Ulil Albab", bagi orang-orang yang selalu mengasah pikiran mereka. (QS. Ali Imran [3]:190). Daya kalbu yang saleh akan menuntun manusia memiliki hati yang bersih, suci. idzjã-a rabbaHu bi qalbin salîm, Ingatlah  ketika ia datang kepada Rabbnya dengan qalbin salim, hati yang suci. (QS. As-Shaffat [37]:84)

Al-hayat al-thayyibah atau hidup yang berkualitas tentunya juga menyangkut pilihan-pilihan gaya hidup (life style) yang berkualitas. Ketika kita hendak makan, tentunya kita pun akan memilih menu makan yang berkualitas, yakni menu makanan yang halalan thayyiban. Pertimbangan halal-haram sesuai ketentuan Allah dan Rasul-Nya saja, tidak dalam pertimbangan nafsi-nafsi. Misal, dengan alasan berobat, mensubhatkan bahkan menghalalkan makanan yang haram dalam ketentuan Allah dan Rasul saaw. Pada pilihan pada gaya hidup (life style). Dalam berpakaian, tentunya pertimbangan pilihan kita juga pada kualitas, tapi bukan sekedar pada kualitas bahan yang digunakan, akan tetapi lebih pada kualitas pantas pakai. Islam menyodorkan gaya pakaian taqwa, misal jilbab bagi wanita. Tentunya berupa gaya pakaian (mode) yang pantas dipakai di depan Allah dan di depan publik. Pakaian yang memenuhi kriteria menutup aurat dan tidak menimbulkan syahwat bagi lawan jenis. Tidak perlu berdalih bahwa seks, aurat wanita adalah seni maka mode jilbab pun perlu diseni-senikan, diberi tonjolan-tonjolan seks, sehingga jilbab jadi lebih gaul. Itu pilihan tidak saleh, pilihan yang tidak berkualitas, maka mengenakan jilbab gaul akan menjadi amal yang tidak saleh, sehingga tidak berpahala. Demikian juga pilihan aktivitas muamalat/kemasyarakatan. Maka aktivitas yang termasuk saleh adalah aktivitas yang mampu menambah kualitas diri. Shalat berjamaah di masjid, bersilaturahmi ke tetangga, ke sanak keluarga, sanak kerabat, menghadiri majelis taman ilmu: pengajian umum maupun kajian-kajian khusus, kerja ikhlas, dan lain-lain adalah pilihan yang terkait dengan kualitas aktivitas muamalat.

Kualitas Amal Saleh

Surat Al-Ashr, surat ke-103 dalam al-Qur'an dikenal sebagai surat waktu; banyak yang menafsiri bahwa Allah memberikan warning kepada manusia perihal pentingnya waktu. Dimana para ulama sepakat menerjemahkan wa 'l-ashri dengan wawu sebagai sumpah atau demi. Quraish Shihab menyatakan, "Menurut sementara pakar bahasa, kata kerja ashara pada mulanya berarti menekan sesuatu sehingga apa yang terdapat pada bagian terdalam darinya tampak ke permukaan/ke luar. Dengan kata lain, kata tersebut dapat diartikan dengan memeras." Sebagaimana kita memeras cucian (pakaian) sehingga kadar air dari pakaian yang kita peras semua keluar, dan di pakaian tersebut yang tersisa air lagi. Seperti itulah sikap orang beriman terhadap waktu, bahwa waktu hidupnya semua terperas untuk beramal saleh sehingga tidak ada sisa waktu untuk melakukan amal (aktivitas) yang tidak-saleh, tidak akan didapatkan oleh malaikat satu detik pun catatan waktu orang beriman itu untuk amal maksiat. Kata seorang ulama besar, pada orang beriman tidak ada waktu berhenti dari amal saleh kecuali untuk istirahat. Dan istirahatnya orang beriman pun menjadi amal saleh ketika diniatkan untuk pembugaran tubuh agar dapat beramal saleh lebih baik setelah itu.

Ibnu 'Ata berkata, "Kewajiban-kewajiban pada tiap waktu memungkinkan diganti, tapi hak-hak dari setiap waktu tidak mungkin untuk diganti." Oleh karenanya menjadi penting bagi kita untuk memilih dan memilah amal (aktivitas) yang harus kita lakukan dengan pertimbangan kualitas atau mutu dari suatu aktivitas. Pada satu kajian, Ustadz Anwari, pengajar nahwu sharaf di pesantren darud du'at, berbagi pengalaman. Bahwa malam itu beliau memiliki dua aktivitas (amal) yang bersamaan sehingga beliau harus memilih. Pertama, kajian rutin di pesantren darud du'at, dan kedua, audiensi majelis tarjih PDM Kota ke cabang. Dua amal salih yang dua-duanya jazid menurut penulis, akan tetapi beliau memilih menghadiri kajian di Darud Du'at, dengan pertimbangan memiliki kesalehan yang lebih tinggi atau lebih berkualitas. Jika beliau hadir ke audiensi muatan amalnya hanya silaturahmi, sementara ketika beliau ke darud du'at muatan amalnya disamping silaturahmi, juga memberi kontribusi keilmuan nyata yang dibutuhkan para santri mubaligh untuk amal dakwahnya.

Sidang pembaca yang budiman, kepada kita sering juga dihadapkan pilihan-pilihan aktivitas yang harus kita lakukan. Entah logika apa yang selama ini kita gunakan untuk memilah dan memilih. Sekedar, sik gampang, sik cedhak, atau alasan ora kepenak dirasani tonggo. Maka, apa yang akan kita pilih untuk kemudian waktu, jika kepada kita muncul dua pilihan amal, mengikuti jelajah wisata -atau aktivitas serupa lainnya- berhadiah rumah, mobil, motor, dan lain-lain hadiah, yang akan kita peroleh jika nomor peserta kita terundi dengan tingkat kemungkinan satu berbanding tiga puluh dua ribu, dalam hal ini kita sedang menengundi nasib -yang dihukumi oleh para ulama sebagai judi- ataukah kita akan mengikuti tadarus al-Qur'an bersama Ustadz KH. Imron Rosyid di masjid Jami' Al-Amin Bale Asri, yang tidak ada hadiah kontannya. Alhamdulillah, jika pihan kita pada amal kedua, karena Allah berfirman, "..., dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl [16]: 95)

Kotimah

Ulama besar Ibnu 'l-Qayyim memberi nasehat kepada kita, "Sibukkan dirimu dalam agama, jika tidak kamu pun pasti akan sibuk tapi bukan dalam urusan agama. Gunakan waktumu untuk agama, jika tidak waktumu pun pasti akan habis tapi bukan dalam urusan agama. Belanjakanlah hartamu di jalan Allah (agama), jika tidak haratamu pun pasti akan habis, engkau tinggalkan tetapi bukan di jalan Allah (agama). Matilah engkau dalam agama jika tidak engkau pun pasti akan mati tetapi bukan dalam agama.

Salah satu ciri orang modern adalah mereka yang menyikapi waktu dengan serius, dengan sungguh-sungguh dan peduli terhadap kualitas pilihan, peduli terhadap kesalehan diri yang berarti peduli terhadap amal saleh. Fastabiqu 'l-khairat, wallaHu musta'an.

Sugeng Nugroho Hadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun