Mohon tunggu...
Ranggamos
Ranggamos Mohon Tunggu... Lainnya - ****

believe me, sometimes reality is stranger—and much more frightening—than fiction

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pendongeng Anak Lelaki

12 April 2017   03:34 Diperbarui: 12 April 2017   16:30 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kenapa kalian diam sekarang? Bagus, jangan lagi menyela kisah yang tengah kusampaikan. Warga desa sebenarnya mengetahui semua hal logis dari hasil upaya anak ini tetapi mereka tetap menghargai upaya dan usaha anak lelaki ini, yang notabene, kalian anggap remeh. Karena ia melakukan semua hal itu tanpa diminta dan setelah itu tidak meminta, bisa jadi, anak ini tidak sekalipun berpikiran logis seperti kalian yang memiliki paham dimana ada jasa berarti ada upah.

Jadi mengapa berjuang seperti itu seorang diri untuk orang lain, aku sudah memahaminya, ia tak pernah diperjuangkan oleh bapak ibunya, sebagai seorang anak, ia berpikir sederhana, mengapa mereka tidak mengorbankan egonya masing-masing demi dirinya? Bukankah ia terlahir dari cinta? Kenapa tak diperjuangkan, meskipun, andai kata, cinta sudah mati, tetapi anak adalah manifestasi bukan? Ia menganggap mereka tidak dewasa sesuai usianya.

Aku pernah terbangun tengah malam, dan samar mendengar isak tangis di kejauhan, aku telusuri sumber suara tersebut dan tertegun mendapati anak lelaki ini serungukan tersedu sedan menelungkup diselimuti dedaunan jati kering. Ia anak kesayangan warga yang menampakan diri begitu tegap melawan hujan, panas, tikus-tikus, belalang dan burung-burung pipit, terlihat bagai kaca pecah berhamburan. Aku tahu hidupnya tersiksa, ia ingin orang tuanya memperjuangkan dirinya, namun di desa ini ia berjuang seorang diri memperjuangkan harapan warga. Lelehan matanya mengalir menuju sendang bening, lalu untuk pertama kalinya dan mungkin terakhir pula, ia berkata-kata lirih padaku.

"Inikah dunia yang berada di rangkulku, inikah maknaku terenggut putaran waktu?" [*]

Esok harinya, desa dilanda banjir, sungai meluap memuntahkan air tak terbendung, galengan sawah tak berbentuk, bawang-bawang gagal panen. Warga menangis, musibah mencakar tiba-tiba dan sialnya, anak lelaki itu menghilang.

Kasihan warga desa, terus anak itu ketemu dicari? Bisa jadi musibah mampir sebagai cambuk kepada warga untuk tidak hanya mengandalkan anak lelaki yang hilang itu, mereka terlalu merasa nyaman dengan pekerjaaan yang sudah ditangani dirinya. Dan anak lelaki itu tak diketemukan, warga mencari sampai pagi buta, semalaman desa menjadi begitu menggelora nyala dari obor-obor yang berlalu lalang, sampai batas desa, tak satupun jejak nampak. Ada yang bilang ia hanyut dibawa air bah, ada yang bilang ia moksa ke nirwana, entah.

Aku pernah mencoba menyelidiki keberadaan bapak ibunya, berharap mendapati dirinya disana pada salah satunya sedang menjilati es krim yang sisinya lumer membasahi jemarinya dan ia begitu riang, namun ekapektasiku hanya angan belaka. Yang kudapati hanya bapaknya yang sedang bercanda dengan anak-anak barunya, dan ibunya, di lain tempat, tengah menete oroknya. Tega banget sih? Mungkin mereka tidak tahu atau tidak mau tahu, mungkin mereka terlalu logis untuk percaya dongeng, atau mungkin kebahagian mereka pribadi lebih penting ketimbang mengorbankan ego pribadi demi kebahagiaan anak lelaki yang hilang itu. Semua dapat dibenarkan, siapa aku untuk menghukum? Aku hanya pendongeng.

Kisah ini akan kututup, aku harap kalian tidak lagi menganggap remeh sebuah kisah, cerita ataupun dongeng, karena suatu saat nanti kalian selepas mengecap dunia yang kalian rangkul dan mengetahui makna kalian dalam putaran waktu, kalian akan menjelma pendongeng seperti diriku.

 

~buat Tabriz Moslem, berjuanglah!

Ciracas, 11 - 12 April 2017

[*] Homogenic - Lirih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun