Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Penggerak Tidak Belajar dari Pengalaman

7 Februari 2023   18:41 Diperbarui: 11 Februari 2023   11:23 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Diana Indrawati guru kelas III SDN 174/V Intan Jaya, Muara Papalik, Tanjab Barat. Sekolahnya berada di pedesaan transmigrasi yang penduduknya mengandalkan hasil perkebunan.(DOK. PRIBADI/DIANA INDRAWATI via kompas.com)

Menjadi seorang guru penggerak tidaklah instan. Membutuhkan proses belajar yang panjang bernama Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Sebuah program yang menjadi prioritas Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI. 

Sebagai program prioritas tentu pemerintah memiliki harapan yang tinggi terhadap hasil program ini. Terlebih selama mengikuti pendidikan, guru penggerak memperoleh banyak ilmu dan pengalaman. 

Ilmu yang diperoleh pun terkait erat dengan perubahan diri, kelas, dan ekosistem. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut pastinya kematangan guru penggerak mutlak diperlukan. 

Hal ini erat kaitannya dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Bukan saja bagi orang lain, melainkan juga bagi diri sendiri. 

Pengambilan keputusan bagi diri sendiri seorang guru penggerak membutuhkan pertimbangan. Termasuk di antaranya, yaitu terkait belajar. Belajar bagi guru penggerak bukan hal asing. 

Berbagai hal bisa dijadikan sebagai sumber belajar. Modul selama mengikuti PGP merupakan sumber belajar wajib. Selain itu guru penggerak juga memanfaatkan sumber lain sebagai referensi. Termasuk pengalaman. 

Seperti kita tahu, pengalaman adalah guru terbaik. Namun, guru penggerak tidak belajar dari pengalaman. 

Mengapa Guru Penggerak Tidak Belajar dari Pengalaman? 

Sebenarnya ini pertanyaan yang muncul setelah menyimak paparan salah seorang narasumber dalam Rapat Koordinasi Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 6 dan 7. Narasumber berkesempatan hadir pada sesi berbagi tentang Program PGP. 

Dalam paparannya, Otong Kusnadi dari Pokja PGP Kemendikbudristek RI ini menyampaikan kebijakan terkait penyelenggaraan program PGP. Salah satunya terkait proses seleksi aktor utama dan pendukung PGP. 

Ilustrasi buku (Dokumentasi pribadi menggunakan Canva) 
Ilustrasi buku (Dokumentasi pribadi menggunakan Canva) 

Menurut Otong, seleksi aktor program PGP dilaksanakan secara ketat. Salah satunya adalah dalam hal mengunggah berkas-berkas saat melakukan proses pendaftaran. 

Beberapa berkas yang kurang valid akan dikembalikan. Namun, berkas yang tidak valid langsung didiskualifikasi. 

Termasuk di dalamnya adalah penulisan esai pendaftar. Menurut informasi dari narasumber, asesor membaca seluruh jawaban. Jika ada satu jawaban yang kurang meyakinkan, maka tidak akan diluluskan meskipun  jawaban lainnya berbobot. 

Lebih lanjut narasumber dalam Rakor selama dua hari dari tanggal 6 sampai 7 Februari tersebut mengemukakan tentang pentingnya guru penggerak dalam turut menyukseskan program ini. 

Informasi dari narasumber kegiatan yang diselenggarakan oleh Balai Guru Penggerak (BGP) NTB ini kegagalan guru penggerak adalah kegagalan program Kemendikbudristek RI. Oleh karena itu guru penggerak diminta untuk terus belajar. 

Guru penggerak bisa belajar dari mana saja dan apa saja. Guru penggerak sejatinya tidak belajar dari pengalaman. Hal ini karena menurut John Dewey proses belajar yang baik adalah dari refleksi pengalaman. 

Segudang pengalaman tanpa adanya refleksi bukanlah apa-apa. Demikian halnya refleksi tanpa pengalaman juga percuma. Selaras dengan pendapat Konfusius yang menyatakan pentingnya refleksi dalam proses belajar. 

Artinya, belajar dari pengalaman tidak cukup sekadar memiliki saja. Namun, lebih dari itu diperlukan refleksi dalam setiap pengalaman belajar yang dimiliki. 

Melalui refleksi akan bisa ditemukan kekurangan yang harus diperbaiki. Selain itu, juga menemukan kekuatan untuk ditingkatkan. Tidak lupa memastikan rencana pekerjaan ke depan. Ketiga hal ini akan memperkuat pengalaman belajar guru penggerak.

Kebiasaan melakukan refleksi akan membuat seorang guru penggerak tumbuh menjadi agen perubahan. Bukan saja bagi guru penggerak, melainkan juga guru lainnya. Kebiasaan positif ini pada akhirnya akan mampu meningkatkan kompetensi diri dalam mewujudkan pembelajaran yang memerdekakan. 

Masih mau belajar dari pengalaman tanpa melakukan refleksi? Pikirkan kembali! 

Semoga bermanfaat! 

Salam Bloger Penggerak
Sudomo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun