Mohon tunggu...
Sudirman Ibrahim
Sudirman Ibrahim Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Rikit Gaib. Kabupaten Gayo Lues

Seorang guru Bahasa Inggris yang suka jalan-jalan dan selalu ingin menikmati kehidupan ini dengan cara dia sendiri. Tertarik membahas hal-hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan, agama, juga sedikit mengenai perkembangan dunia baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dll.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Ada Metode Terbaik dalam Belajar Sebuah Bahasa?

17 September 2022   07:57 Diperbarui: 17 September 2022   08:06 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

By. Sudirman, M.Pd., M.TESOL

Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua guru atau bahkan tidak banyak guru dapat merancang pendekatan, metode, dan kurikulum yang cocok untuk siswanya. Dalam hal pendidikan bahasa Inggris, banyak guru yang hanya mengandalkan kurikulum yang dirancang oleh pemerintah tanpa mempertimbangkan efektivitasnya. Masalah ini bahkan semakin terdepresiasi karena beberapa guru percaya bahwa ada metode tertentu yang dianggap metode terbaik yang dapat diterapkan dalam semua situasi, dan itu menyebabkan mereka hanya berpegang pada metode tersebut tanpa ada kemauan untuk mengembangkannya. 

Di sisi lain, ada beberapa pendidik yang terus berusaha menemukan satu metode terbaik sebagai obat mujarab untuk menguasai bahasa Inggris. Dari fenomena-fenomena tersebut, berdasarkan pernyataan para ahli bahasa, saya berpendapat bahwa tidak ada satu metode pun yang paling unggul dan terbaik, namun, tentu saja, ada hal utama yang harus diperhatikan dalam merancang suatu metode yang baik.

Luke dan Freebody (1999), dalam artikel mereka, berpendapat bahwa tidak ada metode yang sempurna untuk mengajarkan literasi. Ada banyak hal yang harus diperhatikan seperti perubahan ekonomi, budaya, dan sosial mengenai penentuan metode khusus untuk pengajaran bahasa di sekolah. Lebih jauh, mereka menyarankan agar kita tidak dibatasi oleh ambisi untuk menciptakan atau menemukan metode tunggal yang superior. Sudah saatnya kita mengubah fokus kita untuk memikirkan apakah praktik dalam program membaca sudah tercakup dan terintegrasi dengan praktik tekstual dalam aspek ekonomi, budaya, dan aspek lainnya.

Selain itu, Baynham (sebagaimana dikutip dalam Gibbon, 2002) menegaskan bahwa belajar bahasa bukan hanya proses linier sederhana, tetapi memiliki fungsi yang variatif dan harus melibatkan siswa dalam meningkatkan jangkauan konteks pengetahuan mereka. Dari pernyataan ini, kita dapat dengan mudah mendefinisikan bahwa belajar bahasa tidak semata-mata belajar tentang kata-kata dan tata bahasa tetapi melibatkan begitu banyak aspek dalam kaitannya dengan konteks yang berbeda. 

Berdasarkan pernyataan di atas, Gibbon (2002) menyarankan bahwa jauh lebih baik untuk mengintegrasikan pembelajaran bahasa dengan konten. Ia menyebut istilah belajar bahasa melalui kolaborasi, dapat dipahami bahwa pembelajar bahasa kedua (second language learners) belajar bahasa bersama dengan mata pelajaran lain atau lebih dikenal sebagai Content-Based Instruction (instruksi berbasis konten).

Demikian pula Kumaravadivelu (2003) menyatakan bahwa berkaitan dengan tinjauan literatur dalam linguistik terapan dan bidang terkait lainnya menunjukkan bahwa metode sebagai konstruk marginalitas memiliki empat dimensi; skolastik, bahasa, budaya, dan ekonomi. Semua dimensi saling terkait. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa apa yang disebutnya post-method pedagogy mengandung beberapa parameter, yaitu partikularitas, kepraktisan, dan kemungkinan atau possibility. Secara partikularitas diartikan bahwa setiap program pengajaran bahasa harus didasarkan pada tujuan kelompok pembelajar tertentu dalam lembaga tertentu yang tidak dapat dilepaskan dari aspek sosial budaya. Poin utama di sini adalah bahwa konteks pengajaran tidak dapat dipisahkan dari pengajaran bahasa itu sendiri.

Dari uraian sebelumnya, kita dapat menarik kesimpulan untuk menjawab pertanyaan di atas bahwa tidak ada metode tunggal yang terbaik untuk pengajaran bahasa bagi semua pembelajar. Semua metode masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Mereka baik dan bagus untuk situasi tertentu tapi belum tentu efektif pada situasi yang lain. Namun, dalam merancang metode tertentu yang sesuai untuk suatu kelompok pelajar, hal utama yang harus diperhatikan adalah konteks pengajaran kita. Siapa pembelajar kita, apa tujuan dan kebutuhan mereka, di mana mereka tinggal dan apa latar belakang sosial budaya dan ekonomi mereka. 

Dalam konteks kita, di Indonesia, sebagian besar guru hingga saat ini masih menganggap bahwa satu-satunya metode yang tepat untuk menguasai bahasa Inggris adalah dengan menggunakan metode Grammar Translation Method, oleh karena itu, siswa biasanya diberikan banyak rumus seperti rumus tenses, passive voice, conditional, dan seterusnya. Situasi ini perlu dirubah dengan memperbanyak latihan dan seminar dibidang metode pembelajaran bahasa.

References:

Gibbons, P 2002, 'Scaffolding language and learning', Scaffolding language, scaffolding learning: teaching second language learners in the mainstream classroom, Heinemann, Portsmouth, New Hampshire, pp. 1-13.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun