Mohon tunggu...
Sudirman Hasan
Sudirman Hasan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Asli Jombang dan kini mengabdikan diri di sebuah lembaga pendidikan di Malang. "Dengan menulis, aku ada. Dengan tulisan, aku ingin hidup seribu tahun lagi..."

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pernikahan Dini, Hmm...Begini Kalau Bercerai

2 September 2014   14:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:50 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14096174441403691812

[caption id="attachment_321929" align="alignleft" width="592" caption="sumber:http://www.muvila.com"][/caption]

Rabu lalu, 27 Agustus 2014, saya kembali melakukan pekerjaan saya sebagai mediator. Kali ini, kasus yang saya paparkan adalah perceraian yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi yang masih belia. Pihak laki-laki, sebut saja Jame, 19, dan pihak perempuan, Nina, 18. Mereka sudah menikah sejak November 2013 dan sudah dikarunia satu anak umur 4 bulan. Mereka datang ke ruang mediasi dengan wajah tegang ditemani oleh neneknya Nina.

Pertama-tama, saya menyapa mereka dan menanyakan kabar. Kemudian saya menelaah surat permohonan cerai dari Jame dan konfirmasi tentang data yang tertulis di surat tersebut. Lalu saya minta Jame untuk bercerita tentang kemelut rumah tangganya yang belum genap satu tahun itu. Ia menuturkan bahwa istrinya, Nina, adalah tipe perempuan pencemburu. Ia sangat protektif dan terlalu mengatur waktunya. Ia tidak boleh sering keluar malam dan SMS-an dengan perempuan lain. Kali ini, perempuan yang dicemburui adalah Leli (nama samaran) yang bertempat tinggal di Tulung Agung. Jame mengakui bahwa ia sering kontak dengan Leli namun sebatas teman biasa. Hanya saja, perilaku Jame itu mengundang rasa benci yang sangat dalam di hati Nina. Nina merasa diduakan. Oleh sebab itu, Nina sempat mengusir Jame dari rumah dan tidak ingin meneruskan rumah tangganya dengan Jame.

Berikutnya, saya minta Nina untuk ganti bercerita. Dengan berurai air mata dan suara tinggi, menuturkan luka hatinya. Menurutnya, Jame adalah tipe lelaki yang egois, maunya menang sendiri, tidak bertanggung jawab, playboy, dan pemalas. Hal ini terbukti dengan tidak carenya Jame terhadap istri dan anaknya. Jame lebih suka keluyuran daripada membantu istrinya mengurus anak. Belum lagi, perilaku Jame yang banyak menghabiskan waktunya dengan menelepon atau SMS-an dengan perempuan lain. Hati Nina begitu remuk ketika Jame mengatakan bahwa Leli memang teman dekatnya. Oleh sebab itu, Nina sudah bulat untuk bercerai dengan Jame.

Dari perjalanan percakapan saya dengan kedua belah pihak, terlihat jelas bahwa  keduanya masih sangat labil dalam bersikap. Keduanya belum mempunyai rasa saling menghormati dan saling memahami tugas dan kewajiban masing-masing sebagai suami isteri.  Sifat ego masih dominan dan watak hura-hura belum hilang. Jame nampak terlihat sebagai pemuda yang cuek sedangkan Nina nampak sebagai pemudi yang emosinya meledak-ledak. Oleh sebab itu, ketika mereka mempunyai masalah, mereka belum dapat duduk bersama membicarakan persoalan yang mereka hadapi dengan kepala dingin.

Ketika saya telusuri lebih jauh, sebenarnya mereka menikah didasari oleh cinta. Namun, karena usianya yang masih belia, Jame usia 18 dan Nina 17 saat menikah, maka mereka belum mempunyai tameng yang kuat ketika mereka dibakar cemburu atau perilaku yang tidak mereka sukai. Kedewasaan berpikir belum mereka miliki secara sempurna.

Lalu, langkah apa saja yang saya sarankan?

Pertama, saya meminta mereka untuk saling memaafkan. Perilaku Jame dan Nina yang masih belum dewasa mengharuskan kedua mempunyai rentang toleransi yang lebar. Keduanya harus memahami bahwa di usia belia seperti mereka, godaan pihak ketiga sangat besar kemungkinannya untuk mengganggu stabilitas rumah tangga. Belum lagi ditambah dengan situasi ekonomi yang belum mapan. Pekerjaan serabutan yang dilakukan Jame dengan pendidikan SD sulit menghasilkan uang besar dalam satu waktu. Oleh sebab itu, Jame dan Nina harus memaklumi itu dan menumbuhkan rasa saling menerima sehingga akhirnya bisa saling memaafkan. Ketika pintu hati sudah terbuka, mereka bisa kembali merenda mimpi-mimpi mereka dalam berkeluarga sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Kedua, saya selalu menekankan untuk memperhatikan hak anak. Saya bahkan beberapa kali menanyakan apakah bayi yang digendong Nina itu buah hati mereka berdua. Hal itu penting mengingat usia perkawinan mereka yang belum genap setahun (masih 10 bulan) namun usia anaknya sudah empat bulan. Ketika saya meminta ketegasan tentang status anak itu, Jame mengaku bahwa bayi itu anaknya. Lalu, saya sampaikan bahwa anak yang tak bersalah itu semestinya tidak menanggung masalah yang mereka hadapi. Ia butuh kasih sayang dan punya hak menikmati hidup bersama kedua orang tuanya. Apalagi kelak ketika ia dewasa, ia butuh wali ayahnya. Oleh sebab itu, saya menyarankan Jame untuk segera mengurus akte kelahiran putrinya dan tetap memberikan nafkah semampunya.

Terakhir, saya  memastikan apakah kehendak untuk bercerai sudah bulat? Jame sudah yakin sedangkan Nina masih ragu. Dalam hati Nina, ia masih menyimpan cinta kepada Jame.Namun karena Jame tidak dapat memperlakukan Nina dengan baik, akhirnya Nina pun pasrah. Daripada ia sakit hati terus-menerus, ia pun memilih berpisah dengan Jame. Akhirnya, saya pun mengingatkan bahwa kedua masih sangat muda. Mereka suatu saat harus menikah. Kalau mereka sadar dan suatu saat kelak mereka menikah dengan orang yang belum tentu lebih baik, saya menyarankan mereka untuk tidak bercerai. Namun jika perceraian adalah jalan satu-satunya yang terbaik untuk mereka, saya menyarankan untuk menjadikan pengalaman berat sebagai sesuatu yang berharga. Mereka harus berhati-hati saat memilih pasangan baru mereka kelak. Dengan harapan, tidak ada lagi perceraian yang mereka alami nanti.

sumber foto: http://www.muvila.com/read/stefan-willian-dan-nasya-marcella-harus-bohong-akibat-pernikahan-dini

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun