Mohon tunggu...
Asep Sudrasyah
Asep Sudrasyah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Membaca teks dan konteks

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum 2013; (butuh) Harmonisasi Kelas, Sekolah dan Rumah

15 Maret 2013   11:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:44 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika itu tahun 2009, dalam suatu diskusi  dengan kepala sekolah dan guru, saya sempat menanyakan seberapa banyak siswa kelas IX yang diprediksi sulit (tidak lulus) menghadapi Ujian Nasional (UN) dalam mata pelajaran matematik. Saya tidak memperoleh  jawaban dalam hitungan persentase maupun jawaban rinci siapa dan kelas apa yang tidak akan lulus UN. Minggu kemarin, ada diskusi singkat juga dengan seorang guru dan orang tua. Saya menanyakan hal yang lebih rinci, yaitu apakah guru (sekolah dasar)  mempunyai catatan khusus tentang perkembangan sikap siswa selama mengikuti pelajaran. Guru menjelaskan siapa siswa yang bermasalah dan siapa yang tidak bermasalah berdasarkan hasil pengamatannya selama satu tahun ajaran dia berinteraksi dengan siswa. Namun ekspresi-ekspresi afektif siswa selama pembelajaran tidak ditata dalam suatu catatan yang sistematis dan tidak terkomunikasikan kepada orang tua. Aha, kali ini saya menemukan guru yang dapat mengeksplorasi pengalaman autentiknya terkait  sikap-sikap anak di kelas. Juga,   bertanya kepada orang tua mengenai kelemahan dan kelebihan anaknya dalam beberapa materi pelajaran. Dia memberikan ilustrasinya berdasarkan nilai-nilai raport mata pelajaran anaknya, tetapi tidak menjelaskan secara rinci  kompetensi mana yang dikuasasi dan mana yang belum, karena tidak memahaminya

Tidak terbantahkan bahwa pengalaman belajar anak terjadi di tiga ruang utama: kelas, sekolah dan rumah. Tema pendidikan, dalam tingkat kekhususan, pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan membutuhkan harmonisasi kelas, sekolah dan rumah.

Kelas. Eskpresi-ekspresi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan  siswa tumbuh di sini, di sebuah ruang yang disebut kelas. Pengetahuan, sikap dan keterampilan tidak diimposisikan (diberlakukan secara sepihak) oleh guru kepada siswa. Atau dengan kata lain, guru dan siswa statusnya adalah pembelajar. Kelas bagi mereka bukan hanya sebagai ruang fisik  tetapi juga sebagai ruang tempat terjadinya interaksi sosial yang diisi  dengan artifak-artifak  yang memberitahu orang lain bahwa di ruang ini telah terjadi refleksi autentik sebuah perjalanan menuju pertumbuhan dan perkembangan. Secara teknis, dinding kelas akan dipenuhi dengan portifolio  pengalaman belajar, meja kursi anak bergerak dinamis dan loker-loker dipenuhi dengan catatan-catatan perjalanan naik turun perkembangan siswa.  Sesekali siswa dan guru, keluar kelas,  menghirup udara lebih segar, mengamati apa yang terjadi, berbincang tentang bagaimana sesuatu itu terjadi dan merefleksikannya serta dicatat sebagai sebuah pengalaman belajar.

Sekolah. Sumber daya dialokasikan dan dikelola untuk menjamin bahwa  pertumbuhan dan perkembangan belajar siswa terjadi. Kepala sekolah orang yang paling bertanggungjawab membangun sistem sosial budaya sekolah. Sosial budaya sekolah diisi oleh domain-domain yang memperkuat  kualitas pembelajaran.  Domain, sebagai kategori simbolik yang menjelaskan kepada orang lain (stakeholders) bahwa ia  respeks terhadap nilai-nilai kreativitas dan  inovasi yang dilakukan guru ketika bekerja sama dengan siswa dalam pembelajaran. Dia tidak mengimposisikan kekuasaan  sebagai simbolisasi seorang feodal, tetapi menggambarkan status dirinya sebagai pembelajar yang bersama guru-guru melakukan refleksi-refleksi bagaimana seharusnya lingkungan kelas dan sekolah ditata untuk memberikan jalan tumbuh dan berkembangnya  generasi emas tahun 2045. Secara teknis, kepala sekolah menyediakan waktunya 70% (mungkin) untuk bersama-sama guru membuat keputusan-keputusan strategis terkait bagaimana seharusnya siswa tumbuh dan berkembang dalam pembelajarannya.

Rumah. Esensi kunci mengapa orang tua memasukan anaknya ke sekolah adalah menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga kelak menjadi manusia yang berguna bagi dirinya, orang tua, bangsa dan negara. Harapan ini menjadi tumpuan bagi sekolah untuk menjalin kerja sama dan berkomunikasi dengan mereka sehingga menpunyai kesamaan visi atau arah yang jelas tentang bagaimana seharusnya lintasan pertumbuhan dan perkembangan siswa dilaksanakan (seharusnya  guru, kepala sekolah dan orang tua berdiskusi). Juga,  Keberagaman latar sosial, budaya, ekonomi orang tua, membuat sekolah  dihadapkan pada keberagaman kultur. Kepala sekolah semakin menyadari dasar, tujuan dan fungsi, serta prinsip bagaimana sekolah berbasis multi budaya dikelola.

Kelas, sekolah dan rumah  berharmonisasi dalam lintasan-lintasan (trajectory) peristiwa yang menuju pada arah pengetahuan, sikap dan keterampilan  siswa tumbuh dan berkembang. Kekeliruan salah satu (atau dua atau tiganya) berdampak terhadap kualitas pertumbuhan dan perkembangan (belajar) siswa: disharmonisasi kelas, sekolah dan rumah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun