Mohon tunggu...
Suci Fitria
Suci Fitria Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi Pendidikan Biologi UINJKT

semangat berkarya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penggunaan Plastik dan Styrofoam Kian Meningkat Saat Pandemi Covid.

21 Desember 2020   01:28 Diperbarui: 21 Desember 2020   01:28 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Coronavirus Disease adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2). Sudah banyak negara yang telah terpapar virus ini, salah satunya adalah negara Indonesia. Indonesia termasuk negara yang juga melakukan Work From Home yakni beberapa kegiatan dilakukan dengan system dalam jaringan agar menurunkan adanya kontak fisik secara langsung di tempat umum dalam aktivitas sehari hari. Adanya virus corona ini, menyebabkan orang-orang memilih untuk melakukan aktivitasnya di rumah.

Pandemi Covid memberikan dampak yang baik dan juga buruk. Salah satu diantara dampak buruk yang diberikan ialah meningkatnya penggunaan plastik dan styrofoam. Peningkatan penggunaan tersebut dikarenakan pada saat pandemi, orang-orang banyak memesan barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan belanja online yang nantinya akan dibungkus dengan kedua material tersebut. Contohnya, pada saat membeli minuman ataupun makanan, banyak orang yang membawa pulang konsumsi tersebut dengan plastik dan styrofoam. Aplikasi belanja online rata-rata juga membungkus barang dagangannya dengan plastic bubble wrap.

Dikutip dari web resmi LIPI, Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI merilis hasil studi terkait 'Dampak PSBB dan WFH Terhadap Sampah Plastik di kawasan JABODETABEK' yang dilakukan melalui survei online pada tanggal 20 April-5 Mei 2020. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas warga Jabodetabek melakukan belanja online yang cenderung meningkat. Dari yang sebelumnya hanya 1 hingga 5 kali dalam satu bulan, menjadi 1 hingga 10 kali selama PSB dan WFH. Ditunjukkan juga bahwa, 96% paket dibungkus dengan plastik yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap. Selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap merupakan pembungkus berbahan plastik yang paling sering ditemukan. Bahkan di kawasan Jabodetabek, jumlah sampah plastik dari bungkus paket mengungguli jumlah sampah plastik dari kemasan yang dibeli.

Seperti yang kita tahu, plastik dan styrofoam memang sangat mudah dijangkau dan praktis digunakan. Namun dibalik itu semua, plastik merupakan bahan yang sulit terurai. Limbah plastik membutuhkan waktu hingga 500-an tahun untuk dapat terurai di dalam tanah dan bahkan  styrofoam justru tidak akan dapat terurai. Hal tersebut dapat merusak lingkungan hidup di bumi jika kita masih meggunakannya dengan terus menerus tanpa meminimalisirnya. Kesadaran masyarakat sangatlah diperlukan dalam meminimalisir dan mengolah sampah tersebut. Undang-Undang Nomor. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan bahwa reduksi sampah dapat terjadi apabila dilakukan dari sumbernya dengan melibatkan peran serta masyarakat. Mengacu pada amanat undang-undang tersebut, maka pengelolaan sampah seharusnya ditunjang dengan manajemen pengelola yang baik, dana operasional dan fasilitas penunjang yang memadai serta adanya peran serta masyarakat.

Tidak semua masyarakat memiliki wadah persampahan yang lengkap. Tidak semua juga masyarakat melakukan pengumpulan sampah secara terpilah. Sistem pemrosesan akhir sampah dilakukan melalui pengangkutan sampah dari TPS menuju TPA. TPA yang berada di pusat kota dan terletak di jalan umum sangat tidak layak dari aspek kesehatan, estetika maupun aspek lingkungan lainnya. Tumpukan sampah di TPA dibuang secara langsung kedalam jurang dan kadang memenuhi badan jalan sehingga mengganggu transportasi jalan dan bahkan tercium aroma yang tidak sehat secara fisik dari tumpukan sampah yang memenuhi badan jalan. Apabila hujan datang dan sampah-sampah tersebut masih menumpuk, maka akan menyebabkan banjir. Selain itu juga, sampah plastik dan styrofoam, juga dapat meracuni kandungan air apabila dipendam dalam tanah. Jika dibakar pun dapat membuat pencemaran udara karena dapat melepaskan bahan-bahan berbahaya, seperti karbonmonoksida, formaldehida, arsenik, dioksin dan furan. Orang-orang yang berada di sekitar lokasi pembakaran, memiliki risiko paling tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan akibat bahan-bahan tersebut, tergantung pada seberapa lama dan seberapa sering mereka terpapar asap hasil pembakaran sampah. Penyakit yang ditimbulkan dari menghirup asap tersebut yaitu kanker, hepatitis, pembengkakan hati, dan gangguan system saraf. Maka dari itu, kita harus sadar betapa banyaknya dampak yang ditimbulkan akibat sampah tersebut dan juga kita harus meminimalisir penggunaan plastik dan styrofoam.

Salah satu upaya untuk mengurangi dampak buruk sampah plastik bagi lingkungan adalah dengan melaksanakan prinsip 3R dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pengurangan pemakaian (reduce), pemakaian ulang (reuse), dan pendauran ulang (recycle). Pengurangan pemakaian (reduce) bertujuan meminimalkan jumlah plastik yang akan berakhir menjadi sampah setiap hari, misalnya dengan mengurangi barang-barang yang menggunakan plastic. Pemakaian ulang (reuse) bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan barang plastik yang sudah ada, misalnya dengan menggunakan kantong plastik yang sudah ada sebelumnya yang masih berfungsi dengan baik. Pendauran ulang (recycle) bertujuan mengubah penggunaan barang plastik supaya tetap bermanfaat, misalnya dengan membuat tas atau produk berguna dan bernilai jual.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun