Kopi yang Pernah Hangat
Jangan pernah salahkan jika kopimu dingin
sebab ia pernah hangat
menyapa pagi dengan aroma harapan
mengirimkan uap rindu ke langit pagi
menunggu dengan setia di sudut meja
menanti diseruput di sela waktu yang sempit
sementara kau menunda dengan alasan sibuk
yang tak pernah benar-benar penting.
Ia hadir bukan sekadar isi cangkir
tapi teman setia yang tak meminta
selalu ada, meski tak dipedulikan
hanya ingin dirasakan, dihargai
sebelum panasnya hilang dan maknanya jadi kenangan
seolah kehangatannya tak berarti apa-apa
Kau kira ia selalu akan di sana
Setia dalam cangkir yang tak pernah digenggam
Menanti dengan sabar dan menyimpan rasa yang seharusnya kau reguk
dan lupa bahwa yang tulus pun punya batas menanti.
sebelum waktu mengubahnya jadi asing,
dan detik-detik mengikis manis yang dulu ia tawarkan.
sementara perhatianmu melayang ke arah lain,
entah pada notifikasi atau urusan yang kau anggap lebih penting dari sejenak syukur.
Kini kau datang, mencicipi dengan wajah kecewa
Ketika rasa dingin menyapa bibirmu
menyalahkan rasa yang tak lagi karib.
padahal bukan kopinya yang berubah,
tapi perhatianmu yang menguap.
Jangan salahkan jika ia tak lagi menghangatkan,
karena hangatnya pernah ada  kala kamu masih peduli.
Namun salahkan pada perhatianmu yang memudar
Bukan rasa yang salah, tapi jeda yang kau biarkan tanpa peduli.
sebab setiap cinta, setiap niat, setiap makna, punya waktunya sendiri
untuk didinginkan oleh diam yang terlalu lama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI