Mengajar dengan Cinta dan Membimbing dengan Empati: Jejak Kartini dalam Diri Guru
Baru kemarin tanggal 21 April, kita semua telah memperingati hari bersejarah untuk mengenang perjuangan Ibu R.A. Kartini yang menjadi pelopor emansipasi dan pendidikan bagi perempuan. Semangatnya yang luar biasa sebagai pendidik yang menyadari sepenuhnya bahwa mendidik bukan sekadar memberikan ilmu kepada murid tapi bagaimana beliau memberikan sebuah harapan, empati, dan cinta yang dalam bagi anak didiknya.
Kita bisa berefleksi dan bertanya dalam hati mengapa kita menjadi guru lalu maknanya apa? Jawabannya itu kembali pada diri kita masing-masing meski kita bisa peroleh dari panduan mengajar. Namun itu, belumlah cukup sebab kita kembali ke hati kita masing-masing bagaimana kita berusaha belajar ikhlas untuk hadir sepenuh hati ke kelas saat melakukan pembelajaran. Guru tidak sekadar mengajarkan materi pengetahuan tapi mendengar lebih dari sekadar menjelaskan dan berusaha memahami lebih dalam dari sekadar nilai.
Maksudnya ungkapan tersebut yakni kita sebagai guru tidak hanya hadir secara fisik di kelas tapi bagaimana kita bisa hadir secara emosional dan batiniah. Guru dapat berkonsentrasi pada murid, bukan sekadar materi yang disampaikan tapi benar-benar peduli mengenai proses belajar yang dialami murid. Guru seperti ini setidaknya mampu menangkap jika ada salah satu murid yang terlihat sedih, bingung, atau bahkan kurang semangat belajar. Kemudian kita bisa mendekati dengan kasih. Di sinilah jejak kartini masa kini yang hidup di hati kita sebagai guru untuk mengajar dengan cinta dan membimbing dengan penuh empati.
Belajar dari ibu Kartini yang perjuangannya membuka jalan bagi kaum perempuan agar mendapatkan hak pendidikan. Dari warisan perjuangan tersebut, terdapat gagasan mengenai akses belajar dan  nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai tersebut dapat kita terapkan melalui sikap guru yang tidak menyeragamkan murid tetapi dapat menghargai setiap keunikan murid. Dengan mengetahui bahwa setiap murid itu memiliki keunikan masing-masing sehingga guru dapat merawat harapan dan keberanian bagi murid  untuk menjadi dirinya sendiri yang bisa berkembang dan tumbuh.
Meneladani Ibu Kartini dalam Dunia Pendidikan
Kita ketahui bersama bahwa beliau merupakan pahlawan emansipasi bagi kaum perempuan dan juga sebagai simbol perjuangan mengenai keterbatasan. Tak hanya itu, beliau sebagai pelopor pemikiran bagi pendidikan yang menjunjung tinggi keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan. Hal tersebut beliau wujudkan dengan berani bermimpi, menulis, dan menyuarakan bahwa perempuan memiliki hak yang sama untuk belajar dan berkembang.
Dalam konteks pendidikan masa kini, semangat beliau bisa kita terapkan oleh guru yang mengajar dengan penuh kasih sayang dengan kesadaran penuh bahawa setiap murid membawa cerita dan bakat uniknya masing-masing. Sehingga kita bisa memberikan kesempatan kepada setiap murid untuk tumbuh sesuai kodrat dan potensinya.
Dari kisah beliau menjadi inspirasi bagi kita sebagai guru untuk terus semangat. Kita bisa mencontoh pengalaman beliau secara bertahap dengan mengajar melalui kesadaran penuh bahwa setiap murid memiliki keunikan masing-masing. Kita tak bisa menyamakan antara satu dan lainnya sebab mereka membawa latar belakang yang berbeda, mimpi dan bakat berbeda pula. Kita bisa belajar menjadi guru sebagai kartini di masa kini menjadi guru yang peka, terbuka, dan berpihak pada tumbuh kembang anak didik secara utuh bukan hanya dari segi kognitif tapi juga secara emosional dan sosial.Â
Dari beliau kita belajar bahwa pendidikan bukan sekadar tahu tapi juga tumbuh menjadi manusia yang utuh. Untuk itu, guru bisa menempatkan menjadi fasilitator pertumbuhan dan bukan sekadar menyampaikan materi semata tapi lebih dari itu. Kita bisa mempraktikkan dengan memperlakukan murid dengan baik, memberikan kesempatan yang sama tanpa ada perbedaan, dan membimbingnya tanpa ada keinginan untuk menghakimi.
Dengan meneladani nilai-nilai perjuangan Ibu Kartini sebagai panduan setidaknya guru masa kini dapat menciptakan ruang kelas yang ramah, inklusif, dan memberikan motivasi pada semua murid untuk percaya pada dirinya sendiri. Sebab pada akhirnya, pendidikan sejati merupakan kemampuan untuk membebaskan dan memberdayakan layaknya cita-cita beliau yang masih tetap kita kenang hingga saat ini.