Mohon tunggu...
Udin Suchaini
Udin Suchaini Mohon Tunggu... Penulis - #BelajarDariDesa

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kesadaran

1 November 2022   20:21 Diperbarui: 1 November 2022   20:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kesadaran

Saat ini, yang dibutuhkan hanyalah kesadaran pada sepotong hati untuk peka, yang mau mendengarkan keluhan saat mereka terluka akibat ketidaksadaran pihak lainnya. Karena, akan mengerikan sekali di mata si luka, saat mereka  berkeluh kesah pada sang pencipta.

Perilaku kita hanyalah ketidaksadaran, karena apa yang kita lakukan saat ini hanya refleksi dari masa lalu yang sering dilakukan. Sehingga, orang yang paling menjengkelkan  sekalipun, tak akan pernah sadar kalau mereka begitu menjengkelkan. 

Padahal, meski sumber kejengkelan itu sederhana, tapi karena sering terjadi maka dirinya akan menganggap lumrah untuk diterima. Misalnya, orang yang suka kentut di depan umum, orang itu tak pernah merasakan betapa menjengkelkannya dirinya.

Lebih sederhana lagi bagi orang yang suka mematahkan pendapat hingga memotong pembicaraan, mereka semakin tidak menyadari masalahnya. Jika kita pada kondisi ini,  tentu untuk sadar menjadi salah satu rejeki terbesar dalam hidup yang perlu disyukuri. 

Orang yang tidak sadar, akan merasa paling benar namun saat disalahkan, mereka akan merasa paling terluka. Bagi orang yang tidak sadar, jangankan mendekati, untuk melakukan penawaran hanya sebatas transaksional, karena pihak lain akan semakin malas melakukan penawaran jika tidak diuntungkan.

Resikonya, mereka tidak sadar bahwa orang yang didekatnya hanyalah orang-orang yang mencari keuntungan. Jika tidak menguntungkan, kesana ditolak kemari disambut dingin. Semakin tidak sadar saat mereka akan merasa betapa malang nasibnya dan betapa kejam orang-orang di sekitarnya. Parahnya lagi jika seseorang tak sadar pada etika, norma, moral, dan hukum. Gambaran apa yang pas selain kemalangan.

Mendapatkan rejeki dalam hal kesadaran, seseorang perlu banyak berlatih mulai dari hal yang sederhana. Misalnya, mulai dari menahan kentut di depan umum. Ini perkara sulit bagi mereka yang tidak biasa. Karena, setiap orang membawa etikanya sendiri-sendiri. 

Pihak lain yang memaklumi, bisa jadi tidak terdampak langsung oleh baunya kentut yang ditimbulkannya. Tapi bagi mereka yang bersebelahan, kentut yang tidak bersuara pun menjadi polemik besar. 

Orang-orang akan saling tuduh, siapa yang mengeluarkan bau busuk yang tidak menghargai indra penciuman. Bahkan, drama akan semakin menarik saat mereka yang kentut, menuduh orang lain yang mengeluarkan angin dari pencernaan. Dari sini semakin menguatkan, betapa orang yang tidak sadar semakin menjadi masalah bagi orang sekitar. 

Saling tuduh dan saling menyalahkan akan menjadi semakin runyam, saat pelaku ikut disalahkan. Orang yang kentut akan merasa terdzolimi, lebih tepatnya merasa menjadi korban, sudah merasa tidak bersalah namun menjadi ujung pokok masalah.

Saat baunya menyebar, orang lain akan semakin menjauh dari tempat kejadian perkara. Bayangkan, perkara kentut saja orang bisa banyak yang terluka, karena pelaku tidak sadar kalau kentut di depan umum itu begitu menjengkelkan sekitarnya. 

Ketidaksadaran model ini akan semakin berbahaya, saat ketidak sadarannya bukan hanya soal kentut, tapi etika, norma, moral, hingga aturan yang ditabraknya. Cukup dengan tidak sadar, orang lain banyak yang akan menjadi korban. 

Korban yang merasakan getir penciumannya, tentu tak akan tinggal diam. Mulai dari cerita sana sini, menggugat sana sini, menelusuri siapa biang keladi, hingga tidak percaya satu sama lain karena semua akan dianggap berbohong karena tidak ada yang mau mengaku, siapa peran utama yang mengeluarkan gas dari perutnya. 

Dilemanya, jika tidak ditemukan peran utama, akan ada banyak peran pengganti yang akan disalah-salahkan. Sampai di sini, kesadaran adalah bentuk keberkahan. Bukan sekedar kemauan. 

Jika ketidaksadaran sudah menjadikan orang-orang sekitarnya menjadi korban, merubah sikap supaya sadar pun perlu perjuangan. Menyadarkannya langsung dengan memberi pendapat yang baik juga bukan perkara mudah, karena bagi yang tidak sadar pendapatnya lah yang selalu benar. 

Menyadarkan secara tidak langsung dengan sindiran pun semakin tidak mungkin, karena bagi orang yang tidak sadar kepekaan mereka terhadap lingkungan juga kurang. Saat ini, yang dibutuhkan hanyalah kesadaran untuk membuka sepotong hati supaya peka, yang mau mendengarkan keluhan saat mereka terluka akibat ketidaksadaran pihak lainnya. 

Karena, akan mengerikan sekali di mata si luka, saat mereka berkeluh kesah pada sang pencipta. 

Satu hal yang perlu dipahami, saat iblis tak mampu membuat kita tak sadar, maka ia akan membuat kita merasa yang paling benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun