Mohon tunggu...
Subhan A. Gani
Subhan A. Gani Mohon Tunggu... PNS -

Pengalaman itu berharga, maka tuliskan pengalaman hidupmu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora featured

Ternyata PNS Punya Hak Cuti Besar Juga!

7 November 2015   03:13 Diperbarui: 15 Maret 2018   13:28 1604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: tribunnews.com)

Ya benar sekali, Cuti Besar adalah hak PNS. Banyak PNS tidak tahu tentang hak mereka yang bernama cuti. Bahkan banyak PNS telah dirugikan haknya untuk mendapat cuti disebabkan ketidak-tahuan tentang aturan cuti ini. Tulisan ini berdasarkan pengalaman saya ketika mengajukan Cuti Besar selama 3 bulan yang sempat mendapatkan penolakan oleh Badan Kepegawaian di instansi tempat saya bekerja. Tulisan ini bukanlah ingin menyudutkan salah satu pihak, namun hikmah yang terkandung didalamnya adalah agar menjadi pembelajaran akan pentingnya membaca kembali dan memahami peraturan dengan baik. Selain itu, mungkin ada manfaatnya juga bagi pembaca sebagai pengetahuan tentang hak-hak Cuti PNS.

Cuti merupakan kebutuhan setiap pekerja baik yang PNS ataupun bukan. Dengan adanya cuti maka pekerja dapat memulihkan kondisi jasmani dan rohani setelah bekerja sekian lamanya. Setidaknya demikian maksud dari memberikan cuti bagi pekerja yang disebutkan oleh PP nomor 24 tahun 1976 tentang Cuti PNS. Cuti pun ada banyak jenisnya tergantung dari keperluan dan kondisi pemberian cuti. Misalnya Cuti Karena Alasan Penting untuk keperluan penting yang berkaitan dengan keluarga yang sakit atau meninggal, Cuti sakit yang disebabkan kondisi sedang sakit, ataupun Cuti Diluar Tanggungan Negara bagi yang punya alasan khusus tidak dapat hadir ditempat kerja. PP tersebut sudah jelas sekali mengatur tentang ketentuan cuti-cuti tersebut.

Diantara jenis-jenis cuti tersebut ada yang disebut dengan nama Cuti Besar. Jenis cuti inilah yang banyak menimbulkan kontroversi pada saat PNS mengajukannya kepada pimpinan instansi. Menurut penjelasan Badan Kepegawaian di tempat saya bekerja cuti ini dapat diambil sampai selama 3 bulan kalender khusus bagi PNS yang telah bekerja selama 6 tahun berturut-turut. 

Biasanya cuti ini diajukan oleh PNS yang ingin menjalankan ibadah haji atau keperluan keagamaan lainnya. Selain untuk ibadah haji, ada juga yang mengambil cuti besar 3 bulan untuk keperluan melahirkan anak ke-4 dan seterusnya. Tapi ini khusus ibu-ibu, kaum bapak-bapak PNS terpaksa "gigit jari" karena tidak dibenarkan hamil dan melahirkan. Selain dari dua alasan tersebut pengajuan cuti besar akan ditolak. Penjelasan ini saya saya dapatkan ketika mengajukan cuti besar saya untuk yang pertama sekali setelah bekerja selama 10 tahun.. huffff.

Dan pengajuan cuti saya pun ditolak. Cuti yang saya ajukan tidak termasuk dalam dua kategori alasan yang disebutkan diatas. Saya belum mampu melaksanakan ibadah haji dan saya tidak mampu untuk hamil apalagi melahirkan karena saya bukan wanita. Badan Kepegawaian mengutip bunyi pasal 10 dari PP yang saya sebut diatas yang menyatakan bahwa "Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama". Pasal inilah yang menjadi dasar mereka untuk menolak pengajuan cuti besar saya.

Kata-kata "dapat" telah disalah-pahami sebagai sebuah "keharusan", sehingga bagi PNS kaum Adam tidak dapat mengambil cuti Besar kalau bukan untuk melaksanakan ibadah haji. Padahal logikanya, kewajiban haji itu hanya sekali bagi yang mampu dan jarang sekali PNS yang bisa mampu sampai 2 kali atau lebih, kecuali punya penghasilan "super". Maka sangat disayangkan bila PNS yang penghasilan pas-pasan buat makan yang tidak mampu ber-haji sekalipun tidak akan pernah bisa mengambil jatah "istirahat" setiap 6 tahun sekali ini. Artinya Hak-hak PNS telah dikangkangi.

Saya masih teringat ketika dulunya masih bekerja di sebuah perusahaan BUMN kami pernah mengambil Cuti Besar setiap 3 tahun sekali, lamanya 1,5 bulan kalau tidak salah. Dan BUMN saya ini dalam aturan kepegawaiannya banyak mengadopsi aturan PNS. Sampai pada jenjang kepangkatan pegawainya pun "mengadopsi" aturan PNS. Memang lah BUMN tidak sama dengan Instansi Pemerintah, tapi BUMN ini juga "belajar" dari aturan Pemerintah. Kalau BUMN sangat menghormati hak-hak karyawannya, mengapa instansi pemerintah malah melupakan hak-hak PNS? SAngat ironis memang. Persepsi saya saat itu adalah jika BUMN ini saja mengadopsi aturan PNS, maka seharusnya dalam aturan PNS pun pasti ada mengatur tentang Cuti Besar ini. Namun sayangnya sangat sedikit referensi yang saya dapatkan dari mBah Goxxle yang menceritakan pengalaman PNS mengambil Cuti Besar. Tidak ada satupun referensi yang mendukung argumentasi saya saat itu.

Saya yakin bahwa saya yang benar dalam hal ini, ini masalah pemahaman redaksi dari Pasal 10 tadi ditambah lagi dengan "kebiasaan" PNS sendiri yang tidak peduli dengan cuti. Maka dalam hal ini saya harus cari pihak penengah atau pihak ketiga yang mengerti betul tentang aturan cuti PNS. Solusinya adalah menghubungi pihak BKN regional di provinsi.

Singkat cerita, setelah konsultasi dengan personil-personil BKN yang ramah dan simpatik (jempol deh.. pokoknya) saya mendapatkan solusi dan penjelasan yang memuaskan. BKN pun kemudian meng-klarifikasi tentang permasalahan Cuti Besar saya. Melalui surat balasannya BKN manyatakan bahwa Cuti Besar tetap menjadi hak saya walaupun keperluannya bukan untuk melaksanakan ibadah haji. Keperluan ibadah haji dinyatakan sebagai sebuah alasan yang dibenarkan tentu ada maksud tertentu disitu. Setelah saya baca lebih lanjut PP tersebut maka saya mendapat titik terang mengapa keperluan ibadah haji menjadi sesuatu yang "istimewa". Dalam pasal 33 disebutkan: "Segala macam cuti yang akan dijalankan diluar Negeri, hanya dapat diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kecuali cuti besar yang digunakan menjalankan kewajiban agama." Ohhh.. rupanya ini dia alasannya. Rupanya cuti PNS ke luar negeri telah diatur dengan ketat, hanya pejabat tertentu diberi wewenang memberi izin cuti ke luar negeri. Karena ibadah haji dijalankan di luar negeri maka telah diberi keistimewaan izin cuti besar tanpa harus melalui pejabat tertentu tersebut.

Jadi kesimpulan yang apa yang saya dapat dari kejadian ini?

1. Badan kepegawaian di daerah masih kurang pengetahuannya tentang aturan cuti. Mereka cenderung memproses sebuah permohonan cuti berdasarkan "kebiasaan" yang mereka ketahui secara lisan, tanpa berusaha mengkaji dan memahami aturan yang tertulis secara benar. Mungkin ada baiknya BKN turun melakukan sosialisasi kembali tentang cuti PNS di daerah-daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun