Mohon tunggu...
Subejo PhD
Subejo PhD Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi dan Peneliti

Dosen dan Peneliti Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Problematika dan Alternatif Strategi Sistem Zonasi PPDB

5 Juli 2019   19:56 Diperbarui: 6 Juli 2019   16:30 2461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun sebelumnya, jika dalam radius 5 km terdapat banyak sekolah, calon siswa dalam zona tersebut memiliki banyak alternatif  sekolah yang dapat dipilih. Namun pada tahun ini, alternatif sekolah berbasis zonasi yang dapat dipilih semakin terbatas menjadi 2 atau 3 sekolah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pilihan masih terbuka jika menggunakan jalur prestasi yang proporsinya berkisar 5-15  persen dari total calon siswa yang diterima. Di beberapa provinsi atau kota cukup ketat, kuota PPDB SMA hanya memberi porsi 5 persen untuk jalur prestasi seperti yang diterapkan di Yogyakarta.

Problematika yang mengemuka

Pertimbangan penerapan model zonasi yang kerap menjadi diskusi di ruang publik bertujuan untuk pemerataan dan peningkatan kualitas sekolah sehingga tidak ada lagi sekolah favorit dan non-favorit. Selain itu, juga untuk mengatasi problem transportasi dan mengurangi kerepotan orang tua mengantar putra-putrinya ke sekolah yang jauh dari tempat tinggal. Banyak negara telah terbukti cukup sukses menerapkan model zonasi dalam penerimaan siswa baru.

Tujuan pemerataan dan peningkatan kualitas  pendidikan sangat baik dan ideal sepanjang kesiapan semua aspek  telah tertata dengan matap dan terstruktur. 

Fakta di lapangan menunjukkan guru-guru yang baik dan profesional, infrastruktur, sarana-prasarana  serta manajemen sekolah yang baik belum merata di semua sekolah sehingga penerapan model zonasi PPDB yang serta merta tanpa transisi  berpotensi menimbulkan masalah kompleks.

Sudah menjadi rahasia umum, selama ini cukup banyak orang tua siswa di luar kabupaten/kota secara administratif  menitipkan  nama putra-putrinya  menjadi anggota keluarga atau kerabat bahkan teman yang ada di kota atau kabupaten dimana sekolah yang dituju berlokasi. Calon siswa yang memiliki status sebagai  anggota keluarga (KK) warga kota atau kabupaten lokasi sekolah  mendapatkan prioritas dan  kuota besar karena secara administratif tercatat sebagai warga kabupaten atau kota. Kondisi ini memang tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena para orang tua menginginkan anaknya memperoleh akses pendidikan yang terbaik. Namun ditinjau dari aspek fairness,  jelas hal ini telah menganggu sistem  kompetisi  PPDB.

Fenomena perpindahan domisili  orang tua juga sangat mungkin masih terjadi dengan model zonasi PPDB dimana orang tua akan berpindah administrasi domisili (KTP) yang masuk area zonasi 1 dari sekolah yang dituju. Kalau hal  ini masih terjadi, semangat untuk pemerataan kualitas input calon siswa dan mutu sekolah juga tetap sulit dicapai.

Pada jenjang SD dan SMP dimana sumber pembiayaan sekolah berasal dari APBD kabupaten atau kota, pemberian prioritas dan kuota yang besar untuk warga kabupaten atau kota dalam perspektif kebijakan publik merupakan hal yang logis sebagai bentuk insentif bagi warganya.

Dalam konteks PPDB tingkat SMA dan SMK dimana pembiayaan sekolah sebagian besar berasal dari APBD provinsi,  mestinya juga memberikan insentif yang relatif setara  bagi seluruh warga provinsi sebagai bentuk insentif bagi warga provinsi. Kebijakan pemberian insentif bagi kelompok publik yang relevan juga sejalan dengan gagasan Burgess dan Ratto (2003).

Alternatif Strategi

Sebagai sebuah kebijakan publik, model zonasi PPDB mestinya melalui proses transisi yang sistematis. Misalnya selama 3-5 tahun dapat disiapkan dengan serius pemerataan kualitas guru, infrastruktur, sarana-prasarana dan manajemen sekolah yang standar untuk seluruh sekolah dalam provinsi dan kabupaten atau kota sehingga akhirnya kualitas sekolah yang ada di seluruh propinsi dan kabupaten hampir merata. Bahkan dalam jangka panjang, kualitas sekolah di tingkat nasional akan semakin baik dan merata dengan kualitas input yang juga semakin baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun