Mohon tunggu...
Subari
Subari Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Penyiaran

Praktisi Penyiaran tinggal di Batam, Kepulauan Riau. Ngompasiana sebagai ikhtiar mencari kebenaran. The first obligation of journalism is to the truth.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jamal-Lydia Berebut Agama?

3 Desember 2009   17:06 Diperbarui: 4 April 2017   17:58 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_33154" align="alignleft" width="215" caption="Nasyila Mirdad"][/caption] Keluarga artis film dan sinteron, Jamal Mirdad-Lydia Kandou, pekan ini kembali menghiasi sejumlah berita infotainment. Keluarga pasangan beda agama ini kembali menarik perhatian publik ketika awak infotainment memergoki Nasyila Mirdad, anak ketiga Jamal-Lydia mengenakan busana Muslimah dan melaksanakan shalat Idul Adha bersama bapaknya. Lho!  Orang melakukan shalat Ied berjamaah di lapangan kan biasa, apa sih nilai beritanya? Rupanya, daya tarik berita yang  ingin disampaikan awak infotainment adalah terjadi perbubahan sikap dan keyakinan pada diri Nasyila. Artis cantik  yang semula beragama beragama Kristen itu telah berpindah menjadi Muslimah. Benarkah? “Anak saya Nasyila itu sudah Muslimah sejak kecil. Saya yang mengajarinya tentang Islam dan memberi contoh bagimana mengamalkannya,” kata Jamal Mirdad “Nasyila itu sejak kecil tiap Minggu ikut saya ke gereja” jawab Lydia enteng.. “Saya sudah punya pilihan,” jawan Nasyila singkat tanpa memberi tahu keyaninan  pilihannya. Nah lho, jadi apa dong agama Nasyila ? Islam seperti bapaknya atau Kristen seperti mamanya. Bagi saya, tidak begitu penting untuk mengetahui jawaban tuntas dari Nasyila. Yang justru menarik dari sosok pasangan ini adalah, keberanian masing-masing untuk mengajari anak-anak mereka tentang kebenaran ajaran agama yang mereka yakini. Jadi, apakah Jamal dan Lydia tengah berebut pengaruh agar Nasyila mengikuti agama yang diyakini? Untuk menjawabnya, rasanya kurang bijak kita mengambil kesimpulan sebelum menyimak kisah berikut ini. *** Pasangan Jamal-Lydia menikah tahun 1986. Pernikahan keduanya saat itu cukup kontroversial karena pernikahan beda agama tidak bisa disahkan sesuai UU Perkawinan 1974. UU ini menyatakan, perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Oleh karena itu, perkawinan harus disahkan lebih dulu agamanya baru didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil. Meski legalitasnya tak diakui, pasangan Jamal-Lydia nekad menikah di Indonesia dan berjuang mati-matian untuk mendapatkan legalitas perkawinanya lewat Pengadilan Negeri. Sikap pasangan artis film yang saat itu sedang di puncak karier, terus mendapat serangan bertubi-tubu dari berbagai kalangan, khususnya para agamawan.  Setelah melewati perjuangan panjang dan melelahkan serta didasari cinta yang kuat keduanya, pernikahan beda agama ini akhirnya disahkan pengadilan tahun 1995. Selain dari masyarakat, perkawinan Jamal-Lydia juga mendapat tentangan habis-habisan dari Ibunda Lydia. Karena Ibunda Lydia menilai anaknya tak lagi ta’at dengan nasehat orang tua, maka Ibunda Lydia mengambil sikap tegas dengan pindah dar Jakarta ke Bandung. Sadar bahwa sikap yang diambilnya telah menyakiti hati ibunya, tiap dua hari sekali Lydia dan Jamal menemui ibunya di Bandung. Dalam setiap berkunjung, Lydia selalu nginap dan tidur bersama ibunya di kamar, sedangkan Jamal menunggu dan tidur di mobil yang diparkir di luar rumah. Selama kurang lebih setahun, Lydia-Jamal rela bolak balik Jakarta-Bandung dan selama itu pula Lydia selalu nginap tidur di kamar bersama ibunya, sedangkan Jamal rela menunggu dan tidur di mobil.  Kegigihan pasangan ini ternyata mampu juga membuat luluh hati ibunya. Hingga akhirnya, tanpa disangka, saat menginap, sang Ibu menyuruh Lydia mengajak Jamal masuk ke dalam rumah.  Dan Jamal pun langsung meminta ma’af kepada ibu mertuanya. Perbedaan agama dan sikap penentangan orang tua, rupanya bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi pasangan Jamal-Lydia. Masalah budaya juga menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi keduanya. Jamal yang berdarah Jawa dan Lydia yang berdarah Manado-Belanda, membuat pasangan ini harus menyesuaikan diri terhadap karakter dan latar belakang budaya masing-masing. Dengan prinsip bahwa perbedaan adalah pelajaran yang berharga dan istimewa ,  dengan kesabaran dan saling menghormati, pasangan beda agama ini pun akhirnya mampu mempertahankan mahligai rumah tangganya yang kini telah berusia 23 tahun lebih. *** [caption id="attachment_33156" align="alignleft" width="225" caption="Jamal Mirdad - Lydia Kandou"][/caption] Di luar dasar kultural di atas, sebagai umat beragama, saya yakin pasangan Jamal-Lydia memiliki landasan theologis yang kuat sehingga mampu memberi cukup energi spiritual untuk mempertahankan diri dari serangan yang bertubi-tubi. Energi spiritual itu juga dibutuhkan untuk membina rumah tangga sehingga keduanya mampu membangun rumah tangga yang tentram dan bahagia. Apakah wujud  energi spiritual yag dimiliki pasangan itu? Karena saya seorang Muslim, saya akan mencoba melihat kasus ini dari sudut pandang Islam yang saya pahami. Pertama, sebagai pemeluk Islam ta’at yang datang dari keluarga kyai, Jamal tentu merasa bahwa sikapnya menikah dengan wanita beragama Kristen adalah sikap yang dibenarkan ajaran Islam.  Ada ayat Al-Qur’an yang membolehkan perkawinan pria Muslim dengan wanita Ahl Al-Kitab (penganut agama Yahudi dan Kristen). Dan (dihalalkan pula) bagi kamu (mengawini) wanita-wanita terhormat di antara wanita-wanita yang beriman, dan wanita-wanita terhormat di antara orang-orang yang dianugerahi Kitab suci (QS Al-Ma-idah [5] : 5 ) Kedua, sebagai pria yang biasanya lebih kuat dari wanita, Jamal yakin mampu memerankan dirinya sebagai pemimpin rumah tangga.Sebagai seorang Muslim, ia mengakui bahwa Isa a.s adalah nabi Allah pembawa ajaran agama.  Oleh karena itu dia akan mampu mentoleransi dan mempersilakan wanita Ahl Al-Kitab menganut dan melaksanakan syari’at agamanya. Prinsip ini jelas diungkapkan dalam Al-Qur’an. Bagi kamu agama mud an bagiku agamaku (QS Al-Kafirun [109] : 6 ) Kedua prinsip dasar yang saya nilai menjadi energi spiritual pasangan Jamal-Lydia, ternyata sangat sesuai dengan fatwa  Mahmud Syaltut seperti dikutip ahli tafsir M.Quraish Shihab berikut ini : Laki-laki dibolehkan mengawini non Muslimah yang Ahl Al-Kitab,  agar perkawinan itu membawa misi kasih sayang dan harmonisme, sehingga terkikis dari istrinya rasa tidak senang terhadap Islam.  Dengan perlakuan suami yang baik kepada istri yang berbeda agama dengannya, sang istri dapat mengenal keindahan dan keutamaan agama Islam dalam amaliah praktis sehingga ia mendapatkan dampak berupa ketenangan dan kebebasan beragama. Nah dengan prisip dasar tersebut, saya yakin Jamal Mirdad selama ini terus berusaha mempengaruhi  Nasyila agar memahami ajaran Islam sehingga benar-benar menjadi pemeluk Islam yang ta’at seperti dirinya.  Saya nilai ini sikap yang wajar karena sebagai suami, Jamal memiliki hak kepemimpinan untuk mendidik anak-anaknya dengan akhlak Islam. Yang penting dan perlu digarisbawahi dalam hal ini, Jamal  nampak tidak pernah memaksa agar Nasyila memeluk Islam. Yang dia lakukan hanya sebatas memberi pelajaran, mengajak dan menyeru seperti esensi dakwan dalam Islam.  Agama yang akhirnya menjadi pilihan Nasyila harus datang dari kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan pihak lain, termasuk ayahnya. Nah, bagaimana dengan sikap Lydia Kandou terhadap Nasyila. Nampaknya, Lydia juga berusaha mengajarkan agama Kristen kepada Nasyila bahkan tiap Minggu rutin mengajaknya ke gereja. Tentu cukup wajar kalau ia berharap Nasyila memeluk Kristen seperti dirinya. Dan sama dengan sikap suaminya, tak ada unsur paksaan bagi Nasyila untuk menentukan pilihannya. Apakah prinsip dasar yang mendorong Lydia bersikap seperti ini. Semoga ada Kompasianer yang bersedia (tanpa honor lho ya) memberi tanggapan atau posting masalah ini dari sudut pandang Lydia. Dari sudut pandang Kristen maksudnya. Akhirnya, topik seperti ini diposting dengan niat tulus untuk saling berbagai agar sikap toleran yang kita miliki dan kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, benar-benar sikap toleransi yang dipompa energi spiritual dan landasan teologis yang kuat. Bukan sekedar sikap toleransi yang rapuh sehingga berpotensi  membuat kita tercerai berai dan kesulitan untuk membangun persahabatan dan perdamaian dalam keberagaman.*** Salam Kompasiana Imam Subari Note : kisah pernikahan Jamal-Lydia diambil dari Wikipidea.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun