Mohon tunggu...
Subagio Waluyo
Subagio Waluyo Mohon Tunggu... Dosen - Taruna

Subagio S Waluyo, Lahir di Jakarta, 5 Maret 1958, sudah berkeluarga (1 istri, 5 anak, dan cucu), Pekerjaan sebagai dosen di FIA Unkris (1988 sampai sekarang), Pendidikan Terakhir S2 Administrasi Publik, Alamat Rumah Jalan wibawa Mukti IV/22, RT003/RW017, Jatiasih, Kota Bekasi 17422

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perilaku Bodong

15 Agustus 2019   00:12 Diperbarui: 15 Agustus 2019   00:41 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bukankah untuk jadi aktor politik periode berikutnya perlu dana? Karena itu semua dia lakukan apa saja termasuk korupsi. Sekali lagi faktor iman yang  menipis yang menyebabkan bangsa ini bermoral rendah atau berperilaku bodong. Kalau imannya tebal, mereka tidak mungkin melakukan perilaku menyimpang. Tidak mungkin ada patologi birokrasi jika sang birokrat memiliki iman yang tebal. 

Tidak mungkin ada patologi sosial jika masyarakat memilii iman yang tebal. Birokrat tidak perlu ada pengawasan melekat agar dia bisa bekerja dengan kinerja yang baik. Bagi dia cukup pengawasan malaikat. Masyarakat yang benar-benar beriman tebal tidak mungkin mau melakukan cara-cara aneh yang jelas-jelas menyimpang sehingga bisa merugikan orang lain hanya untuk kepentingan anak atau anggota keluarganya. 

Kita tidak perlu peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan macam-macam yang ujung-ujungnya salah satu di antaranya selalu diembeli dengan `demi efektivitas dan efisiensi` atau kepentingan bersama, tapi yang terjadi adalah munculnya patologi birokrasi dan patologi sosial. Cukup iman yang menipis yang telah melanda bangsa kita sehingga muncul perilaku bodong atau bermoral rendah.

Karena sudah diketahui faktor penyebab utamanya di sekitar iman yang menipis, terapinya adalah memperbaiki bangsa agar memiliki iman yang tebal. Orang-orang yang beriman tebal, pasti bermoral baik. Dengan kata lain, moral yang baik merupakan cermin iman yang baik (tebal). Hanya yang jadi masalah bagaimana caranya agar memiliki iman yang tebal? 

Mau tidak mau (kalau dalam Islam) harus dimulai dengan penanaman nilai-nilai aqidah yang benar. Selama ini orang belajar aqidah hanya sebatas ilmu sehingga tidak aneh jika banyak didapati bangsa ini hanya kulit luarnya saja beragama tetapi isinya belum tentu sama dengan tampilan luarnya. Orang dari luar terlihat sholeh, banyak ibadah, tapi perilakunya bertentangan dengan tampilan luarnya. Artinya, tidak ada menunjukkan adanya bekas-bekas orang yang beribadah. 

Untuk itu, pendidikan agama yang benar harus diupayakan agar orang yang belajar agama juga harus berperilaku seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Bukankah beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak (moral, perilaku) manusia? Karena diutus untuk menyempurnakan akhlak kita semua, beliau memberikan contoh terbaik dalam hubungannya dengan sesama manusia.

Apakah dengan cara di atas tidak diperlukan lagi cara-cara lain yang bersifat akademis? Sepanjang cara, metode, konsep, atau kebijakan yang telah digariskan tidak menyimpang dari ketentuan agama atau demi kemaslahatan bersama tidak menjadi masalah. 

Namun, sebagai anak bangsa yang masih ada di dalam diri ini benih-benih kebaikan harus berupaya agar penyakit-penyakit birokrasi dan sosial yang melanda bangsa ini harus bisa dikurangi sehingga kita bisa mewujudkan sebuah negara yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur (negara yang sejahtera dan selalu diberikan ampunan Tuhan). Semoga saja itu bisa terwujud. Wallahu a`lam bissawab.             

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun