Mohon tunggu...
wacana_rakyat
wacana_rakyat Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemiskinan dalam Tinjauan Budaya Masyarakat Banten

27 Mei 2022   20:00 Diperbarui: 27 Mei 2022   20:41 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: kompasiana.com)

Kemiskinan merupakan suatu kenyataan sosial yang tidak dapat terelakan dalam masyarakat. Masalah kemiskinan masih menjadi isu global, terutama di negara-negara dunia ketiga seperti halnya Indonesia. Selain dirasakan langsung oleh orang miskin itu sendiri, kemiskinan juga berakibat buruk pada kehidupan umat manusia, karena mata rantai kemiskinan adalah timbulnya pengangguran, kelaparan hingga menimbulkan tindakan kriminalitas. Semakin tinggi angka pengangguran maka potensi kriminalitas seperti pencurian, pemerkosaan, dan pembunuhan ini juga akan semakin tinggi.
Mengutip pernyataan Martin Luther King (1960) "you are strong as the weakestof the people" yang artinya  kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Maka untuk menjadi bangsa yang besar bangsa kita mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah. Dalam konteks bangsa Indonesia tentu pernyataan ini menjadi pernyataan positif sekaligus menjadi bahwa kita harus bangkit dari kemiskinan.

Kondisi masyarakat miskin di Indonesia saat ini terutama semenjak pandemi kembali memperihatinkan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 15 Juli 2020 Jumlah kemiskinan yang pada awalnya sempat turun tahun 2019, kini di tahun 2020 hingga tahun 2021 kembali meningkat menjadi 9, 78%. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26, 42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019, dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019.

Salah satu provinsi yang yang masih tinggi angka kemiskinannya adalah Provinsi Banten, berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) jumlah kemiskinan di Banten akibat masa pandemi kemarin mengalami peningkatan. Hal ini dikatakan langsung oleh Gubernur Wahidin Halim (dikutip dari kompas 17/02/2021). Jumlah angka kemiskinan pada bulan September 2020 sebanyak 857.640 orang, atau bertambah 81.650 orang selama tujuh bulan.

Angka kemiskinan di Provinsi Banten dari tahun ke tahun jika dikalkulasikan memang masih tinggi. Tercatat jumlah angka kemiskinan di Banten pada tahun 2014 adalah sebagai berikut; jumlah penduduk miskin di Kota 381.18 sedangkan jumlah penduduk miskin di desa adalah 268.01. (Jamaludin, 2019). Pada tahun 2018 jumlah angka kemiskinan sebesar 5,25 % atau sebanyak 668.74 penduduk. Sedangkan tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,15 % atau sebanyak 641.42 ribu (banten.bps.go.id).

Tentu banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia tak kunjung usai dan faktor tersebut tidak mesti mululu karena faktor pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, ataupun terbatasnya lapangan kerja. Artinya tergantung kita melihatnya dari dimensi apa kita melihatnya ataukah politik, sosial, lingkungan, ekonomi ataupun mungkin aset, yang pasti kemiskinan itu banyak faktor. Meski demikian kebanyakan faktor kemiskinan hanya dilihat dari aspek pendidikan, ekonomi, sosial dan lingkungan, sedangkan dari faktor kultural jarang sekali diperhatikan. 

Terdapat tiga pendekatan dalam memahami kemiskinan yang bisa kita gunakan, yaitu pendekatan kultural, pendekatan situasional, dan pendekatan interaksional (Saebani, 2017). Ketiga pendekatan ini dapat kita gunakan untuk menganalisis kemiskinan yang terjadi pada masyarakat terutama untuk hari ini dan dimasa yang akan datang. Kemiskinan perlu dilihat bukan sesuatu yang baru, artinya kemiskinan bisa saja terjadi kapan saja dan dimana saja atau di daerah mana saja, dan di negara mana saja baik sklanya regional, nasional maupun global.

Apa itu Pendekatan Kultural,?

Tokoh utama yang menggunakan pendekatan kultural terhadap kemiskinan adalah Oscar Lewis dengan konsepnya "Cultural Poverty". Lewis berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu budaya yang terjadi karena penderitaan ekonomi yang berlangsung lama. Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap beberapa etnis, Lewis menemukan bahwa kemiskinan adalah salah satu subkultur masyarakat yang mempunyai kesamaan ciri antar etnis satu dengan etnis yang lain.

Berdasarkan pendekatan ini saya melihat bahwa faktor dominan kemiskinan terjadi dari dulu hingga sekarang khususnya disebabkan sebagai gejala kultural. Pandemi covid-19 memang membawa banyak krisis multidimensional salah satunya ekonomi tetapi menurut saya tingkat kemiskinan bukan hanya karena pandemi toh pada dari tahun ke tahun juga angka kemiskinan khususnya di Banten tetap tinggi.

Gejala kultural saya contohkan seperti suku Jawa dan Sunda.  Suku Sunda dikenal sebagai orang, keras kepala, dan pemalas atau dalam bahasa sundanya "KURANG KADAEK". Barangkali disini ada keterkaitan jika disebutnya Banten sebagai daerah Jawara, karena sifatnya yang keras kepala dan suka melawan seperti asal usul nama Banten itu sendiri Bantah (Banten asal katanya "Bantah" artinya melawan).

Berbeda dengan orang Jawa, suku Jawa dikenal sebagai orang yang gigih, ulet, pekerja keras, dan berjiwa usaha. Orang Jawa banyak yang sukses karena jiwanya yang pekerja keras dan memiliki pola pikir usaha mandiri daripada bekerja dan ditunjuk oleh orang lain. Namun demikian, baik suku Jawa atau Jawa keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Contohnya orang Jawa di Banten dikenal dengan pelit (koret) karena jiwanya usahanya yang selalu perhitungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun