Mohon tunggu...
Pendidikan

Kapitalisasi Pendidikan Perguruan Tinggi di Piksi Ganesha

17 Desember 2018   01:26 Diperbarui: 17 Desember 2018   02:32 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kapital(is) PiksISME

Kapitalisasi pendidikan merupakan sistem yang sudah lama di proklamirkan oleh para kaum borjuasi. Kapitalisasi pendidikan merupakan bentuk liberalisasi pendidikan yang di kuasai oleh pihak swasta, berorientasi pada sistem keuntungan sebesar-besarnya dengan melupakan unsur kemanusiaan

Maka dengan adanya kapitalisasi pendidikan sudah barang tentu pendidikan dijadikan alat dagangan (Komersialisasi), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komersialisasi diartikan: Perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. Merujuk pada arti itu, komersialisasi pendidikan dapat diartikan: Menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan. Komersialisasi pendidikan atau mengomersialisasikan pendidikan kerap ditimpakan kepada kebijakan atau langkah-langkah yang menempatkan pendidikan sebagai sektor jasa yang diperdagangkan.

Selaras dengan apa yang di ucapkan oleh Habibie, bahwa "komersialisasi pendidikan telah mengantarkan pendidikan sebagai instrument untuk melahirkan buruh-buruh bagi sektor industri, bukan sebagai proses pencerdasan dan pendewasaan masyarakat". Maka adanya komersialisasi pendidikan telah menggambarkan keadaan pendidikan saat ini bahwa pendidikan lebih mengarah kepada praktik pendidikan layaknya lembaga penghasil mesin yang siap mem-supply pasar industri dan diukur secara ekonomis.

Komersialisasi pendidikan secara tidak langsung juga telah menciptakan jurang pemisah antara pihak yang mempunyai modal dan pihak yang mempunyai sedikit modal karena itu komersialisasi pendidikan dianggap sebagai misi lembaga pendidikan modern mengabdi kepada kepentingan pemilik modal dan bukan sebagai sarana pembebasan bagi kaum tertindas. Akibatnya pendidikan yang humanis tidak tercapai dalam proses pendidikan karena adanya komersialisasi pendidikan menurut Satriyo Brojonegoro hanya mampu dinikmati oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki modal untuk mengakses pendidikan.

Berfikir realistis dengan dasar masih adanya praktik komersialisasi pendidikan maka saat ini pendidikan belum sepenuhnya memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang sejatinya sudah menjadi kewajiban bagi Negara untuk memberikannya sesuai dengan UUD 1945 alinea keempat tentang tujuan pendidikan nasional yang sangat jelas disebutkan bahwa "Negara bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya" akan tetapi pada kenyataan yang sesungguhnya, pendidikan masih merupakan barang mewah yang sangat tidak mungkin bisa di jangkau oleh kalangan rakyat biasa.

Bukti nyata dari adanya "kapitalisasi pendidikan'' dan "komersialisasi pendidkan" saat ini sudah  jelas dan banyak sekali untuk dijadikan contohnya, hanya saja sebagian besar dari kita belum menyadari akan keberadaannya. Contoh konkritnya di kampus kebanggaan kita yaitu Politeknik Piksi Ganesha. Di balik megahnya isi brosur yang berbalut dengan murah dan meriah sehingga banyak pemuda pemudi yang putus asa memilih Piksi Ganesha sebagai pijakan terakhir untuk mengenyam pendidikan tinggi karena terbuai dengan murahnya biaya kuliah, tapi dibalik janji manis isi brosur    terdapat ketidakadilan yang merugikan banyak mahasiswa khususnya kelas mahasiswa menengah kebawah.

Semakin maraknya pungutan- pungutan yang membuat mahasiswa Piksi Ganesha bersumpah serapah  seperti penarikan uang Softskill, Dana Kemahasiswaan dan Sistem Informasi yang kegiatan kemahasiswaan begitu-begitu aja minim inovasi, Restitusi yang entah buat apa, Seminar yang selalu wajib padahal isinya cuma bualan, Sumbangan tahunan yang tidak ada transparansinya, segala sesuatu yang dijadikan syarat UTS/UAS, dll. 

Kewajiban di atas memang benar adanya. Pertanyaannya adalah apakah teman-teman mahasiswa  sudah menikmati apa yang seharusnya kawan kawan dapatkan ? Bukti- bukti diatas merupakan bentuk nyata dari adanya ketikseimbangan dalam dunia pendidikan di perguruan tinggi. Contoh kasus sederhana adalah setiap semester mahasiswa Politeknik Piksi Ganesha membayar DKSI (dana kemahasiswaan dan sistem informasi) artinya setiap kegiatan kemahasiswaan menggunakan dana yang memang mestinya digunakan untuk kemahasiswaan dan tidak perlu lagi mahasiswa mengeluarkan uang kembali ketika terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan contoh konkrit nya dalah Softskill, softskill adalah agenda ospek kemahasiswaaan tapi mahasiswa dipinta uang Rp 400.000 dengan dalih registrasi tapi pertanyaannya untuk apa mahasiswa membayar kembali untuk kegiatan kemahasiswaan padahal mahasiswa sudah membayar "Dana Kemahasiswaan". inilah Kapitalisasi pendidikan yang terjadi di Politeknik Piksi Ganesha.

Dan cita-cita akan pendidikan yang kita dambakan yakni pendidikan yang membebaskan manusia dari kebodohan dan demokratis, ia belum mati. Namun, gagasan tentang "pendidikan bervisi kerakyatan" sedang diambang ketakutan menuju masa depan. Mengapa? Karena di gerbang masa depan itu, neoliberalisme ekonomi, premanisme-birokrat, komunalisme-tribal bagaikan sosok-sosok para bandit yang ribut menyeret kita dalam pacuan yang penuh tabrakan. Lalu apa lagi kecurangan-kecurangan yang belum kita ketahui?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun