Mohon tunggu...
Lambert Siep
Lambert Siep Mohon Tunggu... -

MOTO :saya “Hari ini saya rindu menjadi hamba rakyat maka rakyat menjadi hamba-hamba saya sepanjang waktu ” Setiap orang yang mau ingin menjadi seorang pemimpin diatas dinegerinya mereka membuat banyak janji kepada rakyat seperti: • Pemerintahannya bersih dan bebas dari korupsi • Melihat masyarakat yang diabaikan atau termiskin dll Wao….itu luar biasa kan??? ternyata hanya isapan jempol didepan public’ setelah menjadi seorang pemimpin janji tersebut hilang dan praktek dilapangannya mala membebani dan memeras masyarakat Bukan memberi kesejahteraan pada masyarakat yang tertindas dan yang terlupakan oleh dunia ini.saya berharap kejadian ini menjadi perhatian khusus bagi anak-anak gerersi penerus di atas negeri ini yang punya hati dengan sungguh- sungguh dan terbeban untuk membangun diatas negeri yang tercinta ini dari kebodohan’ kemiskinana’ korupsi’ pembunuhan bahkan penyakit HIV/AIDS yang telah’ sedang dan yang akan datang untuk meraja lelah dimana mana. Maka untuk itu saya sebagai anak negeri yang tinggal diatas tanah ini saya mendengar dan melihat ada berbagai Macam masalah dan konflik yang telah terjadi’ dan sedang terjadi bahkan yang akan terjadi membuat hati saya bergetar dan gelisah.sehingga saat ini saya bertanya-tanya mengapakah harus terjadi demikian?? Kalau begitu apa jawaban saya??? Jawaban saya adalah Setiap pemimpin yang memimpin di berbagai bidang organisasi/lembaga baik negeri bahkan swasta mereka tidak mendoakan atau menggumuli visinya dengan sungguh-sungguh’tetapi mereka hanya membuat-buat visinya atau dengan kata lain hanya mengarang-ngarang sesuai dengan kondisi dan keadaan daerahnya yang sedang terjadi sehingga pada akhirnya seorang pemimpin tersebut kehilangan visinya ketika dia memimpin orang-orang yang dia pimpin dan satu hal yang tidak dijaga dengan baik oleh seorang pemimpin adalah motivasinya: ingin menjadi popular oleh banyak orang ’ingin menjadi kaya’dan ada banyak lain yang tidak menyebutnya’ ADA SOLUSI KA? KELUAR DARI MASALAH TERSEBUT?? WA TENTU ADA KAN ?? ADA SATU CARA UNTUK MEMINTA VISI SAUDARA YANG BELUM MEMILIKINYA BERDOA & BERGUMUL SEHINGGA YANG MAHA KUASA AKAN MEMBERIKAN VISI YANG TEPAT YANG BERASAL DARI PADA TUHAN BUKAN DARI DUNIA INI SARAN SAYA: Mulai dari sekarang setiap anak-anak Tuhan untuk mau merubah diatas negeri yang tercinta ini harus….. Bergumul dan berdoa dengan sungguh-sungguh sambil menjaga kekudusan hidup saudara Tuhan lebih dari segalanya ‘ serta tegakan keadilan dan kebenaran diatas . Sekarang anda dan saya Katakanalah saya membenci dosa!!! Kalou mau ingin bebas Siapa lagi kalau bukan anda??? • Milikilah hati seperti seorang Bapa • Janganlah lalai kesempatan-kesempatan yang Tuhan berikan dan dipercayakan untuk megelolah dalam hidupku dan hidupmu melakukannya dengan penuh pertanggungjawab di hadapan sesama manusia yang terlebih kepada Yang Maha Kuasa • Anda melakukan segala sesuatu jangan bersungut-sungut namun melakukan dengan penuh kerendahan hati dan melakukannya untuk hanya MEMULIAKAN TUHAN visi : saya Kerendahan hati dan taat untuk membangun Negeri “ MISI Membina siswa mahasiswa masyarakat dalam berkelompok diberbagai bidang’sehingga kelak orang-orang yang berkualitas dalam: • Tinggi Iman & Ilmu pengetahuan • Berwawasan luas • Keterampilan/ Skill • Karakter hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sejarah Kemerdekaan dan Dinamika Politik Penjajahan di Papua Barat (Sebuah Pendidikan Politik untuk Menjadi Mahasiswa Pejuang)

24 Januari 2012   23:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:29 2565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejarah Kemerdekaan dan Dinamika Politik Penjajahan di Papua Barat (Sebuah Pendidikan Politik Untuk Menjadi Mahasiswa Pejuang)


A. Pengantar

UNTUTAN rakyat Papua Barat untuk merdeka lepas dari neo-kolonialisme Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan neo-kapitalisme Negara Dunia Pertama kini sedang menggema di seantero wilayah Papua Barat. Setelah sebelumnya tuntutan itu dilakukan secara gerilya dan diplomasi di luar negeri (internasional), maka sejak bergulirnya Reformasi di Indonesia (1998) tuntutan itu disampaikan secara terbuka, terutama di Indonesia tanpa meninggalkan tuntutan dengan cara gerilya.
Sementara tuntutan itu bergulir, Indonesia yang secara real politik menguasai wilayah Papua Barat dan Negara Dunia Barat yang secara real ekonomi yang menguasai Papua Barat “keras kepala” untuk tidak mendengarkan tuntutan kemerdekaan tersebut. Tuntutan kemerdekaan Papua Barat dianggap sebagai sebuah upaya ilegal (melawan hukum atau tidak sah) sehingga rakyat Papua Barat diberikan beberapa cap konyol seperti separatis, makar, anti pembangunan, goblok, pemberontak dan lainnya. Semua cap ini menjadi “surat izin” yang resmi bagi Indonesia dan Negara Dunia Pertama untuk tetap menanamkan hegemoninya lewat praktek penjajahan seperti pemberian “paket” Otonomi Khusus, Pemekaran Wilayah (Propinsi/Kabupaten), pembunuhan, pemerkosaan, penanggapan dan pemenjaraan sewenang-wenang di luar jalur hukum, penyiksaan dan beberapa jenis kejahatan lainnya.
Walaupun demikian, rakyat Papua Barat yang berpegang teguh pada keyakinan politiknya tidak menyerah. Sebaliknya “api perjuangan” dikobarkan terus-menerus untuk tetap melanjutkan aksi perlawanan dengan tuntutan utama “Papua Barat Merdeka”. Tuntutan itu bisa dilihat dari beberapa kejadian, di mana-mana dan di berbagai kalangan. Salah satu contoh adalah pembunuhan tiga orang Brimob yang menjaga keamanan PT. Freeport-Rio Tinto oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) dibawah pimpinan Gen. TPN-PB Goliath Tabun beberapa waktu lalu, 43 orang Papua mencari suaka politik ke Australia, aksi mahasiswa Papua Barat dimana-mana dengan tuntutan peninjauan kembali status politik Papua Barat, penarikan militer dari Papua Barat, tutup Freeport dan lainnya. Perjuangan itu tidak hanya dilakukan di dalam negeri, di luar negeri pun perjuangan untuk kemerdekaan Papua Barat sedang marak yang dilakukan oleh para diplomat Papua Barat yang didukung oleh berbagai Support Groups of West Papua Independence. Juga bukan hanya orang Papua asli yang memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat, tetapi diperjuangkan juga oleh orang non-Papua baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa rakyat Papua Barat “keras kepala” untuk minta merdeka? Mengapa Indonesia dan Negara Dunia Pertama juga “keras kepala” untuk tetap mempertahankan wilayah Papua Barat sebagai bagian dari NKRI? Tentunya punya alasan dan akar masalah. Untuk melihat alasan dan akar masalah, maka sejarah Papua Barat harus dipaparkan dan dipahami secara benar, selanjutnya harus dicari solusi atau upaya perjuangan yang harus dilakukan oleh rakyat Papua Barat dan pendukungnya, tentu saja di dalamnya ada mahasiswa sebagai bagian dari rakyat Papua Barat. Hal itu akan menjawab dua buah pertanyaan. Pertama: mengapa rakyat Papua Barat menuntut merdeka? Kedua: apakah mahasiswa Papua Barat harus berjuang untuk menuntut merdeka?
Untuk menemukan “akar masalah” Papua Barat yang sesungguhnya, maka dibawah ini dipaparkan sekilas sejarah kemerdekaan Papua Barat dan dinamika politik penjajahan di Papua Barat. Kemudian akan dilanjutkan dengan sikap mahasiswa yang seharusnya dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat.

B. Hubungan Sejarah Indonesia dan Papua Barat

idak dapat dipungkiri bahwa pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia sebagai bagian dari wilayah negaranya didasarkan atas alasan sejarah. Sementara aksi pencaplokan itu sendiri kini telah menjadi sejarah yang harus dipelajari dan dipahami untuk dapat memetakan persoalan secara obyektif, yang kemudian dilanjutkan dengan aksi pencarian solusi yang terbaik bagi penyelesaian status politik wilayah Papua Barat dalam kekuasaan Indonesia.
Dalam rangka untuk menggali hubungan sejarah antara Indonesia dan Papua Barat, maka beberapa hal perlu dikemukakan. Pertama, sejarah hidup Indonesia dan Papua Barat. Kedua, sejarah perjuangan Indonesia dan Papua Barat dalam mengusir penjajah. Ketiga, alasan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia. Keempat, sejarah kemerdekaan Papua Barat. Kelima, proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969. Keenam, sejarah dalam kekuasaan Orde Baru dan terakhir masa kebangkitan Papua Barat Kedua (Era Reformasi Indonesia).

1. Sejarah Hidup Indonesia dan Papua Barat
Dalam sejarah hidup, rakyat Papua Barat telah menunjukkan bahwa mereka mampu untuk mengatur hidupnya sendiri. Hal itu terlihat dari kepemimpinan setiap suku, yang telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan tradisional di beberapa daerah, sebagai contoh: seorang Ondofolo masih memiliki kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat sekitar Yotefa di Numbay.
Selain kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri (tidak dipengaruhi oleh pihak asing), juga sangat nyata di depan mata bahwa antara Papua Barat dan Indonesia mempunyai perbedaan yang sangat jauh. Bangsa Papua adalah ras Negroid sedangkan bangsa Indonesia pada umumnya adalah ras Mongoloid. Dengan perbedaan ras ini menimbulkan perbedaan yang lainnya, entah perbedaan fisik maupun mental, dan kedua bangsa ini sama sekali tidak pernah mempunyai hubungan apapun dalam sejarah kehidupan di masa silam. Masing-masing hidup sebagai bangsanya sendiri dengan karakteristiknya yang berlainan pula. Sehingga tindakan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia ini dianggap tindakan menjajah. Hal itu pernah diungkapkan oleh Wakil Ketua Presidium Dewan Papua, Tom Beanal, bahwa:

Dalam kehidupan sehariannya, moyang kami tidak pernah melihat asap api kebun Indonesia apabila mereka berkebun. Moyang kami tidak pernah bercerita kepada kami bahwa kami punya dendam perang dengan keturunan Soekarno dan soeharto dan moyang bangsa Indonesia. Kami bangsa Papua tahu dan sadar akan diri kami bahwa kami berbeda dengan bangsa Indonesia. …Bangsa Papua termasuk ras Negroid mendiami kepulauan Melanesia di Pasifik selatan, karena bangsa Papua berbeda dengan bangsa Indonesia lainnya yang umumnya masuk ras Mongoloid dan Austronosoid yang mendiami kepulauan Melayu dan kepulauan Austronesia.”

Dari gambaran di atas, sangatlah jelas, bahwa antara Indonesia dan Papua Barat sama sekali tidak mempunyai hubungan sejarah hidup yang sama yang bisa menyatukan kedua bangsa dalam satu negara yang bernama Indonesia. Alasan bahwa Indonesia dan Papua Barat mempunyai sejarah hidup yang sama sebagai sebuah bangsa pada masa sejarah sema sekali tidak obyektif, sebaliknya menjadi alasan politis untuk mengklaim Papua Barat sebagai bagian dari wilayah Indonesia. Hal semacam ini sering dibangun di Indonesia untuk membangun nasionalisme Indonesia bagi orang Papua (meng-Indonesia-kan orang Papua).

2. Hubungan Sejarah Perjuangan Indonesia dan Papua Barat
Indonesia (Sabang sampai Amboina) dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, sedangkan Papua Barat (Nederland Nieuw-Guinea) dijajah oleh Belanda selama 64 tahun. Walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah. Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina. Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke.
Tahun 1908 Indonesia masuk dalam tahap Kebangkitan Nasional (perjuangan otak) yang ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi perjuangan. Dalam babak perjuangan baru ini banyak organisasi politik-ekonomi yang berdiri di Indonesia, misalnya Boedi Utomo (20 Mei 1908), Serikat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1913), Perhimpunan Indonesia (1908), Studie Club (1924) dan lainnya. Dalam babakan perjuangan ini, terutama dalam berdirinya organisasi-organisasi perjuangan ini, rakyat Papua Barat sama sekali tidak terlibat atau dilibatkan. Hal ini dikarenakan musuh yang dihadapi waktu itu, yaitu Belanda adalah musuh bangsa Indonesia sendiri, bukan musuh bersama dengan bangsa Papua Barat. Rakyat Papua Barat berasumsi bahwa mereka sama sekali tidak mempunyai musuh yang bersama dengan rakyat Indonesia, karena Belanda adalah musuhnya masing-masing.
Rakyat Papua Barat juga tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928. Dalam Sumpah Pemuda ini banyak pemuda di seluruh Indonesia seperti Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Celebes, Jong Amboina, dan lainnya hadir untuk menyatakan kebulatan tekad sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air. Tetapi tidak pernah satu pemuda pub dari Papua Barat yang hadir dalam Sumpah Pemuda tersebut. Karena itu, rakyat Papua Barat tidak pernah mengakui satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yang namanya “Indonesia” itu.
Dalam perjuangan mendekati saat-saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak ada orang Papua Barat yang terlibat atau menyatakan sikap untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Tentang tidak ada sangkut-pautnya Papua Barat dalam kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Mohammad Hatta dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan penguasa perang Jepang di Saigon Vietnam, tanggal 12Agustus 1945. Saat itu Mohammad Hatta menegaskan bahwa “…bangsa Papua adalah ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri…”. Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945.
Ketika Indonesia diproklamasikan, daerah Indonesia yang masuk dalam proklamasi tersebut adalah Indonesia yang masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda, yaitu “Dari Sabang Sampai Amboina”, tidak termasuk kekuasaan Nederland Nieuw-Guinea (Papua Barat). Karena itu pernyataan berdirinya Negara Indonesia adalah Negara Indonesia yang batas kekuasaan wilayahnya dari Sabang sampai Amboina tanpa Papua Barat.
Tanggal 19 Agustus 1945 (dua hari setelah kemerdekaan Indonesia) Indonesia dibagi dalam delapan buah Propinsi. Salah satu Propinsinya adalah Maluku. Banyak kalangan berasumsi bahwa wilayah Papua Barat masuk dalam wilayah Propinsi Maluku. Padahal secara nyata penguasaan wilayah Papua Barat dalam kekuasaan Propinsi Maluku itu dipikirkan dan direalisasikan sejak pembentukan sebuah Biro Irian pada tanggal 14 Desember 1953 yang bertugas mengadakan penelitian mengenai daerah Indonesia yang bisa dijadikan sebagai jembatan untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Dari hasil penelitian itu, ternyata pilihan jatuh pada wilayah Maluku Utara. Maka dengan lahirnya UU No. 15 Tahun 1956 tentang pembentukan Propinsi Irian Barat, Soasiu ditetapkan sebagai ibukota Propinsi Irian Barat dengan Gubernur Zainal Abidin Syah (Sultan Tidore) yang dikukuhkan pada 17 Agustus 1956 bersamaan dengan Peresmian Propinsi Irian Barat Perjuangan.
Setelah peresmian Propinsi Irian Barat perjuangan, Papua Barat tetap menjadi daerah sengketa antara Indonesia dan Belanda. Beberapa persitiwa politik dalam memperebutkan Papua Barat oleh kedua bela pihak adalah:

a. Sebelum penandatangan Perjanjian Lingggarjati pemerintah Belanda pernah menyatakan agar Papua Barat dapat menerima status sendiri terhadap Kerajaan Belanda dan Negara Indonesia Serikat menurut jiwa pasal 3 dan 4 Perjanjian tersebut. Jadi di sini Belanda mengadakan pengecualian bagi Papua Barat agar kedudukan hukum wilayah tersebut tidak ditentukan oleh Perjanjian Linggarjati.
b. Dalam Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag Belanda tanggal 23 Agustus-2 November 1945 disepakati bahwa mengenai status quo wilayah Nieuw Guinea tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, masalah kedudukan-kenegaraan Papua Barat akan diselesaikan dengan jalan perundingan antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda. Tetapi dalam kesempatan yang sama pula status Papua Barat (Nederland Niew Guinea) secara eksplesit dinyatakan oleh Mohammad Hatta, Ketua Delegasi Indonesia, bahwa “…masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi bangsa yang merdeka.”
c. Dalam konferensi para menteri antara Belanda dan Indonesia yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 25 Maret-1 April dibentuk sebuah panitia gabungan dengan surat Keputusan Para Menteri Uni Indonesia-Nederland No. MCI/C II/1/G.T. Berdasarkan keputusan tersebut, masing-masing pihak mengangkat tiga orang anggota sebelum tanggal 15 April 1950 dengan tugas untuk menyelidiki status Papua Barat secara ilmiah untuk menentukan apakah layak masuk dalam kekuasaan Indonesia atau Nederland. Akhirnya, berdasarkan hasil penyedikan masing-masing pihak tidak ada pihak yang mengalah, sehingga wilayah Papua Barat masih dipertahankan oleh Belanda. Selanjutnya disepakati bahwa penyelesaikan masalah Papua Barat akan diselesaikan kemudian oleh United Nations Commission for Indonesia tanpa batas waktu yang ditentukan.
d. Karena dirasa wilayah Papua Barat dikuasai oleh Belanda, maka sejak tahun 1953 pihak Indonesia membawa masalah Papua Barat ke forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Konferensi Asia Afrika.
Setelah semua perjuangan masing-masing pihak mengalami jalan buntu, maka selanjutnya wilayah Papua Barat menjadi daerah sengketa yang diperebutkan oleh Belanda dan Indonesia. Indonesia dan Belanda sama-sama mempunyai ambisi politik yang besar dalam merebut Papua Barat.

3. Sejarah Kemerdekaan Papua Barat
Ketika Papua Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah itu antara Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool) di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Selanjutnya atas desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu (Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus Youwe (Hollandia), P. Torey (Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B. Ramandey (Waropen), A.S. Onim (Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana (Mimika), Abdullah Arfan (Raja Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke (mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch (mewakili Manokwari). Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat. Komite ini akhirnya dilengkapi dengan 70 orang Papua yang berpendidikan dan berhasil melahirkan Manifesto Politik yang isinya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun