Mohon tunggu...
PPI TIONGKOK
PPI TIONGKOK Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Menerawang Sisi Lain Digitalisasi Media di Era Millenial

25 Maret 2019   23:41 Diperbarui: 25 Maret 2019   23:46 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di Indonesia, tentu sudah menjadi fakta nyata bahwa penggunaan sosial media semakin mengeliat. Wilayah tanah air merasakan banyak manfaat dari akses internet yang makin memasyarakat. Zaman melenial, sebutan yang makin akrab di tengah pesatnya dunia maya akhir dekade ini. Menjadi keseharian bagi generasi masa kini untuk dekat dengan layanan digital (internet). Bahkan, kegiatan sehari-hari seperti mengatur waktu kegiatan atau bahkan makan juga memerlukan koneksi internet. Praktis, koneksi jaringan internet menjadi candu di berbagai lapisan usia.

Tidak hanya itu, aktivitas seperti belanja, tagihan listrik, air, layanan tranportasi hingga pemesanan makanan sudah bisa dilakukan dengan menekan tombol di perangkat mobile. Era informasi memang menyuguhkan kesempatan tak terbatas, namun menyisakan resiko lain yang patut menjadi perhatian. Hadirnya media maya ini memberikan jalan untuk menyebarluaskan berbagai berita atau konten secara real-time dan memberikan ruang bagi siapapun untuk beropini dan berekspresi seluas-luasnya.

Bayangkan, cepatnya komunikasi cyber memungkinkan pertukaran informasi antar pengguna menjadi sangat praktis, contohnya berita atau isu hangat yang sebelumnya sulit dijangkau, saat ini hadir dalam layar perangkat layanan cyber media. Walau jauh diseberang Samudra, tentu tidak membutuhkan waktu lama untuk memastikan kabar dari jarak kejauhan.Inilah zaman informasi digital.

Sebagai produk dari generasi ketiga, Media Online praktis dapat menggantikan media cetak konvensional seperti (Koran, Majalah, Tabloid, Buku) dan Media Elektronik yaitu (Radio, Televisi, dan Film/Video). Ini merupakan tahap disrupsi media menuju fase ke-tiga media yang syarat dengan paperless model. Jika melihat realita, banyak media tradisional mulai beralih mengubah versi berita menjadi online melalui kehadiran web. 

Lihatlah contohnya, seringkali sebelum versi cetak hadir, justru berita onlinenya sudah bisa kita ketahui saat itu juga. Pesatnya penggunaan perangkat Mobile memungkinkan users mengakses berbagai link berita yang tersedia. Melalui streaming internet, masyarakat dapat melihat ribuan situs berita, program televisi, koran, majalah, dan radio yang diseluruh penjuru dunia dengan cepat dan praktis.

World Wide Web menyuguhkan model baru bagi millenial dalam mengakses layanan cyber. Untuk bisa tersambung ke jaringan juga, caranya amat praktis hanya bermodalkan nomor kontak plus paket data. Layanan dunia maya seperti email dan sosial media dapat diakses dengan cukup mendaftarkan akun nomor pengguna. 

Di zaman revolusi digital, siapa pun dapat menjadi aktor secara langsung dan real time. Aplikasi popular seperti WhatApp, Wechat, Line, dkk menghadirkan kecepatan dan efesiansi dalam aktifitas sehari-hari. 

Contohnya, kejadian faktual dapat disebar melalui media informasi sesaat setelah itu terjadi, cepat dan efisien. Saya yakin berbagai kalangan memiliki akses layanan digital mulai anak-anak hingga usia 50-an tahun ke atas. Mencerminkan sebuah bangunan ekosistem komunikasi antar netizen yang sangat besar.

Media Massa pasca Reformasi

Pada tahun 1990-an Indonesia seakan masih menutup opini atau pandangan individu masyarakat dan hanya menjalankan intruksi tersentral.  Namun reformasi 1998 menjadi tahun bersejarah bagi Indonesia karena memiliki kebebasan berpendapat dan kebebasan press dengan lahirnya Undang-undang Penyiaran tahun 1999. Kemerdakaan ini disambut girang para penerbit dengan mendirikan berbagai media di berbagai wilayah. Para penulis, akademisi, hingga produser film mencoba menuliskan hal-hal menarik mulai dari pembenaran sejarah, politik, bahkan budaya. Hal ini semakin dinamis dan mengalir dengan sendirinya.

Kelahiran Pers sesungguhnya berangkat dari kontrak sosial (social contract) dengan masyarakat. Kontrak sosial ini tidak berdasarkan perikatan hukum tetapi kesepakatan sosial akan fungsi pers yang dijalankan oleh jurnalis dan manfaat yang dirasakan masyarakat. Untuk menjamin jalannya fungsi pers, dibentuklah Dewan Pers yang independen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun