Mohon tunggu...
Santuso
Santuso Mohon Tunggu... Guru - pendidik generasi khoiru ummah

Hai, salam kenal! Saya Santuso, seorang pemuda yang sedang belajar menjadi penulis, linguis, jurnalis, aktivis, dan pendidik Islam ideologis. Konten blog ini saya tulis untuk berbagi inspirasi, informasi, stori, dan nasihat islami. Bila bermanfaat, silakan disebarluaskan. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Isra Mikraj, Belajar Meraih Keimanan yang Kuat dari Abu Bakar

16 Maret 2021   08:15 Diperbarui: 16 Maret 2021   11:45 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mistertuso.blogspot.com

Peristiwa Isra' Mi'raj merupakan peristiwa perjalanan Nabi Saw dari Masjidil Haram menuju ke Masjidil Aqsa dan lanjut ke Sidratul Muntaha dalam waktu semalam. Dalam peristiwa yang terjadi pada 27 Rajab tahun ke delapan masa kenabian itu, Nabi Muhammad Saw menerima syariat sholat lima waktu dari Allah Swt. Hal inilah yang umumnya menjadi pembahasan di setiap kajian peringatan Isra' Mi'raj. Sayangnya, tidak banyak kaum muslimin mengetahui satu hal lagi pasca peristiwa Isra' Mi'raj itu.

Esok harinya, Nabi Muhammad menyampaikan kepada masyarakat Arab terkait apa yang dialaminya itu. Mendengar cerita nabi, orang-orang kafir quraisy tertawa lantaran cerita yang disampaikan Nabi itu tidak masuk akal. Sebab, pada saat itu belum ada kendaraan yang mampu mengantarkan seseorang menuju ke suatu tempat yang jaraknya mencapai 15.000 km dalam waktu semalam. Lebih tidak masuk akal lagi, bagaimana mungkin seseorang bisa terbang sampai ke langit ketujuh dan bisa kembali ke tempat asal hanya dalam semalam?

Peristiwa itu ternyata menggoyahkan keimanan sebagian kaum muslimin. Orang-orang yang lemah imannya menyatakan murtad setelah mendengar cerita yang tak masuk akal itu. Adapun orang-orang yang kuat imannya mempercayai peristiwa tersebut sebab Nabi Saw tidak pernah berbohong bahkan masyarakat Quraisy pun memberi gelar "Al-Amiin" kepada beliau sebelum beliau menjadi nabi.

Di samping itu, ada satu sahabat nabi yaitu Abu Bakar yang meyakini peristiwa tersebut secara pasti / kuat (jazm). Abu Bakar merupakan seorang saudagar yang pernah berdagang ke wilayah syam yang sekarang terpecah menjadi empat negara dan salah satunya adalah Palestina. Hal tersebut membuat Abu Bakar mengetahui secara pasti seperti apa wilayah Palestina itu, termasuk juga mengetahui seperti apa Masjidil Aqsa itu.

Saat Nabi Saw menceritakan peristiwa Isra' Mi'raj yaitu peristiwa perjalanannya menuju ke Masjidil Aqsa, Abu Bakar meminta Nabi untuk mendeskripsikan tempat tersebut. Deskripsi yang disampaikan nabi itu sama seperti fakta yang Abu Bakar ketahui sendiri tentang Masjidil Aqsa. Hal itu membuat Abu Bakar yakin secara pasti bahwa Nabi benar-benar telah melakukan Isra' Mi'raj. Abu Bakar menjadi orang pertama yang meyakini peristiwa tersebut secara pati tanpa ada keragunan sehingga ia dijuluki "Ash-Shiddiq" oleh Nabi Saw.  

Dari kisah ini, kita dapat mengambil satu pelajaran berharga. Seseorang dapat yakin atau percaya secara pasti (percaya 100%) jika dapat dibuktikan dengan akal. Seperti kisah di atas, Abu Bakar seratus persen percaya kepada ucapan Nabi Saw setelah apa yang disampaikan nabi sama dengan yang difaktai Abu Bakar.  Berdasarkan hal tersebut, kita dapat mencontoh Abu Bakar termasuk sahabat nabi yang lain terkait memperoleh keimanan yang kuat sehingga mereka benar-benar yakin kepada Islam dan berjuang sungguh-sungguh dalam dakwah sampai Islam bisa tersebar serta diterapkan secara totalitas baik dalam ranah individu, keluarga, masyarakat, sampai negara.

Rukun iman itu ada enam yaitu beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar. Dari enam itu, ada tiga rukun iman yang dapat kita peroleh dengan cara berpikir sehingga nantinya insya Allah akan menghasilkan keimanan yang kuat.

Pertama, Beriman kepada Allah

Orang-orang ateis tidak percaya kepada adanya Pencipta (Al-Khaliq / Tuhan) karena mereka menganggap bahwa sesuatu yang tidak tampak maka sesuatu itu tidak ada. Namun, jika berpikir dengan cemerlang (fikrul mustanir) tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan, kita akan dapati bahwa Pencipta itu pasti ada. Contoh sederhana, ketika kita melihat ada jejak kaki di tanah, meskipun kita belum pernah menjumpainya siapa yang lewat, kita akan percaya bahwa ada yang lewat di tempat itu sebelumnya. 

Sebab, secara akal, adanya jejak kaki pasti ada yang membuatnya. Contoh lainnya, saat melihat rumah-rumah di sekeliling, kita pasti yakin bahwa rumah itu dibuat, tidak akan ada dengan sendirinya. Begitu pula keberadaan manusia, alam semesta, dan kehidupan pasti ada yang membuat yaitu Pencipta / Al- Khaliq. Justru tidak masuk akal jika ketiganya itu ada dengan sendirinya. Dari sinilah, jelas bahwa justru pemikiran orang-orang ateis ini tertolak karena tidak masuk akal.

Setelah kita yakin bahwa Pencipta itu pasti ada. Selanjutnya kita mencari, siapa Pencipta kita itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun