Mohon tunggu...
Stevani Valencia
Stevani Valencia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Pelajar yang suka menerangkan pandangannya melalui seni tulisan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Potret Perbandingan Kebijakan Pengendalian Rokok di Indonesia dengan Negara Lain

9 Agustus 2021   20:26 Diperbarui: 9 Agustus 2021   21:53 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pengendalian Rokok sumber: portalsurabaya.com

Penggunaan rokok di Indonesia sudah tidak asing lagi, kita bisa menjumpainya disetiap sudut jalanan, kendaraan umum bahkan di tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan menjelaskan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiona Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Berdasarkan definisi tersebut telah jelas bahwa rokok mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan salah satunya berupa nikotin. Dikutip dari pernyataan Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan sebanyak 25% zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok (perokok aktif) namun sebanyak 75 % zat berbahaya akan terserap masuk ke tubuh orang disekitarnya (perokok pasif) yang akan berisiko jauh lebih besar dan hal ini benar adanya. Mengacu pada data yang diberikan WHO memperkirakan 1,2 juta kasus kematian terjadi pada perokok pasif.

Tak hanya orang dewasa saja kegiatan merokok jika di perhatikan secara saksama ternyata telah dikonsumsi oleh sebagian penduduk di usia remaja (10-18 Tahun). Prevalensi penggunaan rokok pada usia ini meningkat sebanyak 20% dengan perincian data 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Padahal gambaran bahaya akan rokok telah jelas diketahui pengguna dan telah terpampang nyata pada kemasan, televisi dan berbagai media lainnya serta telah terdapat bukti kongkret jumlah korban yang meninggal dunia. Seperti yang dilansir dalam data yang disajikan oleh World Health Organization (WHO) menyatakan estimasi angka kematian akibat rokok mencapai  30% atau setara dengan 17,3 juta orang dan akan terus meningkat hingga tahun 2030.

Sebenarnya darimanakah kebiasaan buruk merokok ini dimulai? Kebiasaan merokok telah ada sejak 4.000 tahun SM, hal ini muncul sejak ditemukannya tembakau oleh Cristopher Colombus. Hingga akhirnya sampai ke negara Prancis yang kemudian berhasil menciptakan produk tembakau yang dilinting yang sekarang dikenal dengan sebutan cigarettes atau rokok pada tahun 1830. Di Indonesia sendiri pengggunaan rokok baru diperkenalkan melalui penjajahan yang dilakukan Eropa yang terus berlanjut hingga saat ini.

Berangkat dari kenyataan tersebut dipastikan bahwa tingkat kepedulian terhadap ancaman konsumsi rokok masih kurang dan perlu melakukan pengadaan peraturan dan kebijakan regulasi yang tepat. Sebetulnya secara lebih spesifik pengendalian masalah merokok telah tersedia melalui Peraturan Pemerintah dan juga Peraturan Daerah, dengan bentuk regulasi utama berada pada Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan ini bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi individu dan masyarakat sekitar dengan beberapa kualifikasi aturan meliputi : a.) mencantumkan kandungan kadar nikotin dan tar pada setiap batang rokok yang diproduksi; b.) persyaratan produksi, iklan, dan penjualan rokok; serta c.) penetapan kawasan tanpa rokok meliputi tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum.

Selain itu dijelaskan bagi para produsen rokok diwajibkan memiliki izin dibidang perindustrian, melarang penggunaan bahan tambahan yang tidak sesuai dengan persyaratan kesehatan, memberikan informasi kandungan nikotin dan tar disetiap batang rokok yang di produksi serta mencantumkan kode produksi dan memuat tulisan peringatan kesehatan pada setiap label di bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca. Dalam Peraturan Pemerintah ini juga memberikan kewajiban kepada Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian untuk menggerakan, mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada untuk menghasilkan produk tanaman tembakau dan rokok dengan meminimalisir risiko kesehatan.

Sebetulnya peringatan keras dan larangan tidak akan berdampak banyak untuk membuat pengguna rokok berhenti merokok. Apalagi jika individu tersebut telah menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan kebiasaan buruk ini, kecuali terdapat niat dan tekad yang kuat dari dalam diri sang penggunanya. Kendatipun demikian alasan ini tidak bisa menjadi patokan pemerintah serta masyarakat untuk lepas tangan begitu saja, namun justru peran campur tangan pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Contohnya lewat pembuatan kebijakan hukum mengenai pelarangan diterapkannya iklan dan sponsorship rokok, memperkuat kampanye dan sosialisasi kepada publik, menerapkan layanan rehabilitasi bagi pengguna rokok, serta regulasi yang tegas.

Untuk dapat menyukseskan pengendaliaan pengurangan konsumsi rokok, Indonesia dapat bermawas diri pada regulasi yang diterapkan pada negara-negara yang berhasil salah satunya Amerika Serikat, Thailand dan Australia. Pada masa kepemimpinan Mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama terwujudlah suatu upaya hukum berupa pengesahan regulasi The Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act atau UU Pencegahan Merokok dalam Keluarga dan Pengendalian Tembakau. Melalui kebijakan ini memberikan akses lebih luas kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk mengatur konten, pemasaran dan penjualan produk tembakau serta mengharuskan perusahaan tembakau beserta importir untuk meminta persetujuan terlebih dahulu kepada FDA sebelum memasarkan produknya. Pada peraturan ini juga menjelaskan bahwa rokok tidak diperkenankan dijual di warung ataupun berdagang di dekat sekolah serta pembeli berkewajiban menunjukkan kartu indentitasnya yang menyatakan diri telah berusia minimal 18 tahun.

Dampak dari supremasi ini cukup besar khususnya bagi para industri rokok dan pengekspor rokok ke Amerika Serikat. Dan dampak ini dirasakan pula oleh Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor rokok keretek, Indonesia mengalami kerugian mencapai US$ 200.000.000 (dua ratus juta dolar)/tahun akibat pelarangan dihadirkannya rokok beraroma ke Amerika Serikat. Alhasil para pihak yang merasa dirugikan seperti Commonwealth Brands melayangkan gugatannya terhadap Amerika Serikat dan Food and Drug Administration (FAD) akan tetapi pada akhirnya Amerika Serikat berhasil mempertahankan kebijakan ini. Lalu bagaimana dengan kebijakan regulasi yang diterapkan Australia dan Thailand? Australia meningkatkan tarif bea cukai rokok sejumlah 12,5% sehingga menghasilkan harga sebungkus rokok naik menjadi AU$40 (Rp. 432.107) sedangkan di Thailand terdapat reformasi kebijakan cukai secara bertahap dalam penentuan tarif rokok berdasarkan harga ecerannya.

Esensinya di Indonesia bea cukai rokok masih dibawah tarif maksimal yang diizinkan UU cukai yaitu sebesar 57% dan masih jauh dari tarif yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Padahal solusi alternatif agar memperbaiki skema pembiayaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dan tingkat penggunaan rokok adalah peningkatan tarif bea cukai rokok. Seperti yang dijabarkan oleh Hasbullah Thabrany sebagai Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyatakan pemerintah memiliki kesempatan mendapatkan revenue sampai Rp.200 trilliun/tahunnya lewat cukai rokok. Penyataan tersebut pun telah sesuai dengan data pada tahun 2006 yang menunjukkan cukai rokok memberi kontribusi sebesar Rp. 38,5 trilliun. Dengan begitu selain mengurangi tingkat konsumsi rokok, bea cukai rokok dapat menjadi komoditas ekonomi yang dapat memberikan keuntungan pada pendapatan negara Indonesia. Melalui perbandingan regulasi ini diharapkan menjadi tolak ukur Indonesia untuk menciptakan solusi yang baik untuk kedua belah pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun