Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tragedi Kehidupan

17 Agustus 2018   04:15 Diperbarui: 17 Agustus 2018   04:37 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang dengan gegabah memutuskan untuk melakukan sesuatu tanpa pertimbangan matang, sehingga membuat banyak kekeliruan dan menyesal di kemudian hari. Mungkin kita pernah mengalami hal yang sama, bahwa kita tanpa sadar telah menuju pada arah yang keliru sehingga membuat kita menyesal bukan hanya dalam kurun waktu tertentu, tetapi seumur hidup kita. Perjalanan semacam itu bukan sebuah perjalanan yang menarik sama sekali. Artikel ini akan membahas sebuah pertanyaan yang mungkin menjadi pertanyaan yang paling penting dalam hidup kita, yaitu bagaimana kita bisa menjalani hidup ini tanpa penyesalan. Betapa pentingnya pertanyaan ini.

Mengetahui dan mengejar apa yang benar-benar berharga dalam hidup kita adalah sebuah tindakan yang teramat penting. Hal ini membawa kita untuk tidak sekadar hidup dalam arti "existing", melainkan hidup dalam arti "living". Hidup dengan arti yang kedua menuntut pengetahuan tentang arti, nilai, dan tujuan hidup kita. Persoalannya, apakah kita benar-benar tahu apa yang berharga di dalam hidup ini dan apa yang layak untuk kita kejar?

Jangan sampai kita lari begitu cepat dan terlihat sangat bergairah dengan hasrat yang begitu kuat untuk menuju pada sesuatu, yang ternyata adalah arah yang tidak tepat. Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada orang-orang yang sungguh-sungguh dalam kesalahannya. Orang yang sungguh-sungguh dalam kesalahannya adalah orang yang sungguh-sungguh salah. Ketulusan saja tidak cukup. Hasrat yang besar saja tidak cukup. Dinamika hidup saja tidak cukup. Yang paling penting adalah tujuan hidup. Apakah kita tahu tujuan hidup kita? Apakah kita tahu apa yang paling bernilai di dalam hidup kita? Apakah kita tahu apa yang paling berharga di dalam hidup ini? Jawaban yang tepat terhadap sederet pertanyaan di atas akan menuntun kita pada hidup yang tanpa penyesalan.

Banyak orang di tengah kesuksesannya, justru tidak pernah merasa puas dengan kehidupannya. Entah dia tidak puas dengan masa lalunya, tidak puas dengan keluarganya, atau mungkin tidak puas dengan banyak hal di dalam hidupnya. Kita memang akan berpikir terlalu banyak di dalam hidup kita (untuk hal yang biasanya sia-sia) kalau kita tidak pernah memikirkan hidup itu sendiri. Memikirkan apa? Memikirkan arti, nilai, dan tujuan hidup kita. Hidup kita akan jauh lebih mudah kalau kita tahu apa hal-hal yang esensial di dalamnya. Kita akan menikmati hidup ini walaupun tidak kaya raya, walaupun kita tidak memiliki segala sesuatu yang paling diinginkan orang lain, tetapi karena kita tahu apa yang paling esensial dalam hidup kita; sehingga kita hanya mengejar tujuan yang terpenting dalam hidup ini, dan tidak ada yang lain. Artikel ini akan membahas hal tersebut berdasarkan Filipi 3:4b-11.

Analisa konteks

Pasal 3 dari Surat Filipi ditulis sebagai respons Paulus terhadap ajaran sebuah ajaran sesat. Kemungkinan besar mereka adalah orang-orang Kristen Yahudi yang mencoba membanggakan ke-Yahudian mereka (3:2). Mereka memaksakan elemen-elemen Yudaisme (agama Yahudi) kepada jemaat di Filipi, misalnya sunat dan ketaatan pada Taurat.

Dari perspektif kultural-sosial pada waktu itu, terutama di kalangan masyarakat Yahudi, upaya ini mempunyai bobot tersendiri. Secara umum bangsa Yahudi dikenal sebagai orang-orang yang bermoral. Superioritas etnis sebagai orang Yahudi sangat dibanggakan. Bangsa-bangsa lain bahkan dijuluki "anjing-anjing" (bukan kata-kata kotor, tetapi ungkapan figuratif untuk sesuatu yang najis). Itulah sebabnya Paulus membalik konsep ini, dan menyebut para pengajar sesat sebagai "anjing- anjing" dan "penyunat-penyunat palsu" (3:2).

Tekanan kultural-sosial ini tidak mudah untuk dihadapi. Siapa saja yang mengikuti gaya hidup Yahudi akan dipandang sebagai orang yang taat dan terhormat. Di tengah kultur yang sangat religius, disebut "saleh" adalah segala-galanya. Ada godaan untuk memenuhi tekanan kultural-sosial yang ada demi mendapatkan penerimaan dari banyak orang.

Salah menilai apa yang berharga (ay. 4b-5a)

Masa lalu Paulus membuktikan bahwa dirinya telah mengalami tiga tragedi kehidupan. Pertama, dia salah menilai apa yang berharga. Dengan cara yang sangat taktis dan persuasif Paulus mengondisikan jemaat Filipi untuk tidak mengikuti tuntutan tersebut. Jika semua elemen ke-Yahudian merupakan dasar untuk bermegah, Paulus pasti memiliki sejuta alasan untuk membanggakan diri. Dia akan berada jauh di atas semua pengajar sesat tersebut (4:4).

Para penafsir Alkitab biasanya membagi kebanggaan Paulus di ayat 4-6 ke dalam dua kategori: yang diwariskan kepadanya (pasif) dan yang dia capai (aktif). Yang termasuk kategori pertama adalah disunat pada hari ke-8, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, dan orang Ibrani asli. Sisanya di ayat 5b-6 termasuk kategori kedua. Dalam teks Yunani, kategori ke-2 didahului dengan kata depan "menurut" (kata).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun