Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kasih Kekal dalam Diri Tritunggal

20 Mei 2018   02:40 Diperbarui: 26 Agustus 2018   04:47 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yohanes 13-17 merupakan percakapan perpisahan (farewell discourse) Tuhan Yesus sebelum Ia ditangkap, diadili, dan dihukum mati di kayu salib (Yohanes 18). Perpisahan ini tidak hanya diisi dengan nasihat, melainkan juga dengan sebuah doa yang cukup panjang. Menariknya lagi, doa ini merupakan penutup atau klimaks dari semua percakapan yang ada. Dari sini terlihat betapa pentingnya doa di pasal 17. Dari sebuah doa kita bisa belajar begitu banyak pelajaran rohani di dalamnya, terutama di Yohanes 17:24-26.

Jika kita menilik doa syafaat Tuhan Yesus untuk para pengikut-Nya, kita akan menemukan bahwa inti dari doa tersebut adalah kesatuan di antara orang percaya yang didasarkan pada kasih di antara Allah Tritunggal. Kata “satu” muncul berkali-kali dalam bagian ini (ayat 11, 21, 22, 23). Kesatuan ini juga seringkali diberi tambahan “sama seperti Kita” (ayat 11) atau “sama seperti Engkau Ya Bapa di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau” (ayat 21) atau “sama seperti Kita adalah satu” (ayat 22). Apa yang ada dalam relasi Tritunggal seharusnya tercermin dalam relasi antar orang Kristen. Bagaimana kasih kekal dalam diri Allah Tritunggal diungkapkan dalam doa Tuhan Yesus?

Pemunculan kata “kasih”

Kata “kasih” muncul secara eksplisit dan berulang kali dalam bagian ini (ayat 24, 26). Kasih ini diberi keterangan “sebelum dunia dijadikan” (ayat 24). Di ayat 26 kata “kasih” muncul dua kali dalam bentuk kata benda dan kata kerja (ayat 26b lit. “supaya kasih yang melaluinya Engkau telah mengasihi Aku ada di dalam mereka”; KJV/ASV/RSV/NASB/ESV).

Apa yang diungkapkan melalui doa ini mengingatkan kita kembali pada awal Injil Yohanes. Dari sejak kekekalan Firman memang selalu bersama-sama dengan Allah (1:1-2). Keduanya berbeda, tetapi sama-sama Allah. Beda pribadi, sama hakikat. Anak Allah juga digambarkan selalu berada di pangkuan Bapa-Nya (1:18, eis ton kolpon, lit. “di dada Bapa”). Gambaran ini menegaskan kedekatan Bapa dan Anak, sama seperti murid yang dikasihi Tuhan yang bersandar dekat kepada-Nya (13:23, en to kolpo, lit. “berada di dada-Nya”).

Dalam kesementaraan selama inkarnasi Anak di dalam dunia, keintiman ini tetap terjalin dengan kuat. Bapa memang mengasihi Anak (3:35; 5:20). Anak pun mengasihi Bapa-Nya (14:31). Begitu intimnya relasi ini sampai Tuhan Yesus secara eksplisit mengatakan: “Aku dan Bapa adalah satu” (10:30).

Sapaan dalam doa

Petunjuk lain yang mengarah pada keintiman Bapa dan Tuhan Yesus terlihat dari sapaan yang digunakan oleh Tuhan Yesus dalam doa-Nya. Ia menyebut Allah sebagai Bapa (ayat 24). Dalam konteks Injil Yohanes, panggilan “Bapa” ini sangat eksklusif, sehingga orang-orang Yahudi beranggapan bahwa Yesus telah menghujat Allah (5:18 “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah”). Yesus sendiri dengan lantang mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa setiap orang yang melihat Dia telah melihat Bapa (14:9).

Penambahan kata “yang adil” (dikaios) pada sapaan kedua di ayat 25 (LA:TB “Bapa yang adil”) juga menyiratkan pengenalan yang luar biasa. Dunia tidak mengenal Yesus (17:25a; bdk. 1:10-11). Sebentar lagi mereka akan mengadili Yesus secara tidak adil. Dia yang tidak bersalah akan ditetapkan sebagai seorang terdakwa. Murid-murid Tuhan Yesus pun akan tercerai-berai dan meninggalkan Dia. Di tengah situasi seperti ini, Yesus masih menyadari sepenuhnya bahwa kehendak Bapa adalah adil. Ia benar-benar menyadari bahwa semua terjadi seturut dengan kehendak tersebut.

Tanpa pemahaman terhadap rencana kekal Bapa, tidak mungkin kesadaran seperti ini akan muncul. Tanpa kedekatan dengan Bapa, situasi di atas seringkali menjadi alasan untuk mencurigai dan meragukan keadilan Allah. Tidak demikian dengan Yesus.

Cara berdoa yang unik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun