Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eksposisi 1 Korintus 12:28-30

26 April 2018   12:13 Diperbarui: 21 Juli 2018   16:30 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti sudah disinggung di artikel yang lalu, ayat 27-31 merupakan konklusi dari pembahasan Paulus di pasal 12. Sebagai sebuah kesimpulan, bagian ini mengulang dan menegaskan beberapa poin penting yang sudah muncul sepanjang pasal 12. Sesudah menyimpulkan bahwa konsep sebagai tubuh Kristus merupakan status (12:27 “kalian adalah tubuh Kristus) - bukan hasil upaya jemaat -  Paulus sekarang menjelaskan siapa yang berada di balik semua pengaturan itu, yaitu Allah (12:28-30).

Perbedaan karunia sebagai rancangan ilahi

Ide tentang Allah sebagai faktor penentu dalam keragaman karunia jemaat (12:28 “Dan Allah telah menetapkan...”) sudah muncul beberapa kali sebelumnya (12:6, 11, 18, 24). Walaupun kosa kata yang digunakan cukup variatif, namun ide yang disampaikan tetap sama: Allah secara berdaulat telah mengatur semua keragaman karunia jemaat.

Poin di atas bukan hanya sebuah kebenaran abstrak. Ada beberapa implikasi yang menyertainya. Pertama, keragaman tidak boleh menjadi sumber perselisihan dan kekacauan. Keragaman karunia diberikan untuk kepentingan bersama (12:7). Semua saling membutuhkan (12:21-26). Yang dikehendaki di tengah kemajemukan ini adalah damai sejahtera, bukan kekacauan (14:33 lit. “Allah bukanlah Allah kekacauan tetapi damai sejahtera”).

Kedua, ketidakpuasan terhadap pengaturan karunia rohani merupakan perlawanan atas kedaulatan Allah. Ketidakpuasan ini secara tidak sadar bisa terekspresikan melalui perasaan minder dan iri hati (bagi yang memiliki ‘sedikit’ karunia atau karunianya terlihat ‘tidak berarti’, bdk. 12:15-16) atau perasaan-perasaan sombong dan kemandirian yang tidak kudus (bagi yang mempunyai ‘banyak’ karunia dan karunia itu terkesan luar biasa, bdk. 12:17-21). Kesadaran bahwa pengaturan karunia merupakan rancangan ilahi akan membantu kita mengikis dua kutub perasaan yang keliru tersebut.

Ketiga, keberhasilan diukur dari optimalisasi tiap karunia. Jumlah dan jenis karunia masing-masing orang tidaklah sama. Walaupun demikian, yang dituntut oleh Allah dari setiap orang tetap sama: mengerjakan karunia mereka secara sungguh-sungguh. Mereka yang tidak mau terlibat dalam pelayanan sesuai karunia masing-masing adalah penatalayan yang tidak bertanggung-jawab: ia bukan hanya tidak mengerjakan tugasnya, tetapi juga merampas hak orang lain (karunia kita seharusnya membawa manfaat bagi orang lain, bdk. 12:7). Begitu pula dengan orang yang kurang optimal dalam mengembangkan talentanya.

Keistimewaan karunia rasul, nabi, dan guru

Salah satu hal menarik dari daftar karunia di 12:28-30 adalah cara Paulus menyendirikan tiga karunia yang pertama. Penomoran hanya diberlakukan pada tiga karunia ini (ayat 28 ‘pertama sebagai rasul, kedua, sebagai nabi, ketiga sebagai guru). Sesudah penomoran ini Paulus menambahkan kata keterangan ‘kemudian’ (epeita) untuk menandai daftar berikutnya. Walaupun kita tidak boleh secara terlalu ketat menarik poin teologis penting dari daftar semacam ini (bdk. perbedaan urutan karunia kesembuhan dan mukjizat di 12:9-10 dan 12:28), dalam konteks ini sangat sulit untuk tidak menangkap kesan bahwa Paulus memang mengistimewakan karunia rasul, nabi, dan guru.

Di tengah pembahasan tentang kesatuan dan kebinekaan karunia rohani jemaat, penekanan pada keistimewaan karunia-karunia tertentu mungkin sedikit mengagetkan. Bukankah semua karunia sama saja? Ternyata pemikiran Paulus tidak sederhana itu. Bagi Paulus ternyata ada karunia-karunia tertentu yang lebih besar daripada yang lain (12:31 “berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang lebih utama”). Paulus sendiri lebih menginginkan nubuat daripada bahasa roh (14:5).

Keistimewaan jabatan rasul-nabi-guru sebaiknya dipahami dalam kaitan dengan dua hal. Keistimewaan tiga karunia ini berhubungan dengan pemberitaan firman Allah. Keterkaitan dengan firman Tuhanlah yang membuat mereka lebih istimewa. Di tempat lain Paulus memberi tempat khusus bagi para penatua yang - bukan hanya menunjukkan kepemimpinan yang baik – tetapi, lebih daripada itu, memiliki tugas memberitakan firman (1Tim 5:17).

Masih terkait dengan poin di atas, hal lain yang membuat karunia rasul, nabi, dan pengajar terlihat istimewa adalah peranan mereka dalam pendirian dan pembangunan jemaat. Pemikiran Paulus tentang perbedaan tingkatan karunia didasarkan pada nilai manfaat dari suatu karunia itu bagi jemaat secara umum. Misalnya, nubuat lebih baik daripada bahasa roh karena manfaatnya langsung dirasakan oleh semua jemaat, kecuali kalau bahasa roh juga ditafsirkan (14:5). Berpijak pada azas manfaat secara publik ini, kita sulit menyangkal bahwa peranan para rasul, nabi, dan pengajar memang lebih besar daripada yang lain. Di Efesus 4:11-14 Paulus kembali menyinggung tiga karunia ini (beserta dengan pemberita Injil dan gembala) sebagai dasar dan penopang pertumbuhan jemaat. Jadi, keistimewaan ini hanya dalam hal ‘kepentingan’, bukan ‘status’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun