Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misi dan Doktrin Predestinasi

11 Maret 2018   21:19 Diperbarui: 24 Agustus 2018   23:47 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam tulisan ini istilah “misi” dan “penginjilan” digunakan secara bergantian. Hal ini hanya dimaksudkan sebagai penyederhanaan saja, tanpa bermaksud meniadakan perbedaan arti di antara dua kata tersebut. Penginjilan merupakan bagian integral dari misi, walaupun misi tidak bisa dibatasi pada penginjilan semata-mata.

Pandangan negatif sebagian orang terhadap upaya misi di kalangan gereja-gereja Reformed dapat dikelompokkan menjadi tiga alasan. Pertama, alasan teologis. Sebagian orang menganggap bahwa doktrin predestinasi – yang dipahami sebagai ciri khas Teologi Reformed – telah melumpuhkan semangat penginjilan. Mereka beranggapan bahwa pemilihan Allah sejak kekekalan yang bersifat pasti ini membuat upaya penginjilan kehilangan maknanya. Untuk apa memberitakan Injil jika keselamatan dan kebinasaan orang sudah direncanakan Allah dan hal itu pasti terjadi?

Kedua, alasan historis. Di samping praduga teologis di atas, mereka yang berpandangan negatif terhadap aktivitas misi dalam tradisi Reformed juga tidak jarang merujuk pada sebagian kecil cerita misi dunia yang mengisahkan bagaimana beberapa misionaris mendapat tantangan dari jemaat gereja Reformed ketika mereka ingin memberitakan Injil di tempat-tempat terpencil. Tantangan ini sebagian memang berhubungan dengan doktrin predestinasi. Sebagai contoh adalah ketika William Carey – seorang tokoh misi modern dari gereja Baptis yang beraliran Reformed – mengutarakan niatnya untuk memberitakan Injil di India, seorang penatua gereja berkata, “Sit down young man, if God wants to save the heathen he is God enough to do it without man’s help.”

Ketiga, alasan praktis. Orang-orang Reformed seringkali dilihat sebagai kelompok intelektual yang hanya tertarik pada teologi dan filsafat. Kesukaan mereka adalah pada hal-hal yang abstrak, kering, dan teoritis. Kekuatan Teologi Reformed yang terletak pada soliditas rasional sekaligus menjadi kelemahan dari teologi ini. Hal ini sedikit banyak dibenarkan juga oleh pemikir Reformed. James M. Boice pernah menulis, “A glory of the Reformed movement has been the number of great minds that have embraced its distinctives, communicating them forcefully to their age…The very nature of the Reformed system of doctrine, which tends to put reality together and thus make sense of life as other systems of theology do not, tends to produce lovers of theology for its own sake and thus persons detached from life and perhaps even detached from vital fellowship with the God they speak about theologically. It is not without reason that some of our seminaries are more noted for producing theology lecturers than preachers, not to mention evangelist. It is not without justification that many Reformed people are seen as dry, ivory-tower intellectuals (or pseudo-intellectuals) out of touch with contemporary needs.”

Tulisan ini bukanlah sebuah pembelaan dari perspektif Reformed yang bersifat mengaburkan atau meniadakan fakta. Di beberapa gereja Reformed memang ada kecenderungan untuk tidak menekankan misi. Bagaimanapun, fakta ini tidak boleh dilihat secara terbatas. Bukankah fenomena yang sama juga dengan mudah ditemukan dalam gereja-gereja yang non-Reformed? Jadi, tulisan ini lebih tepat dipandang sebagai sebuah ajakan akademis untuk memberikan penilaian yang lebih kritis dan objektif terhadap keterkaitan penginjilan dan doktrin predestinasi Reformed. Benarkah dalam tradisi Reformed tidak ada aktivitas penginjilan yang signifikan? Benarkah doktrin predestinasi pada dirinya sendiri berpotensi melumpuhkan upaya penginjilan?

Untuk mencapai kesimpulan yang komprehensif bagi pertanyaan di atas, tulisan ini akan dibagi menjadi beberapa bagian yang saling berkaitan. Bagian pertama akan membahas tentang pengertian penginjilan menurut perspektif Reformed. Pemahaman ini sangat diperlukan untuk menilai apakah aktivitas tertentu yang dilakukan dalam tradisi Reformed dapat dikategorikan sebagai penginjilan. Bagian selanjutnya adalah pemaparan dan pembelaan terhadap doktrin predestinasi yang sering dianggap sebagai penyebab kelumpuhan misi dalam tradisi Reformed.

Pengertian misi

Terlepas dari popularitas istilah “misi” atau “penginjilan”, kesimpangsiuran tentang makna kata tersebut merupakan fakta yang sulit untuk dibantah. Dalam salah satu bab yang membahas tentang arti penginjilan, David Watson merangkum kesimpangsiuran ini dalam kalimat: “numerous definitions have been suggested in the last half-century.” Ambiguitas arti ini pada gilirannya berdampak pada cara gereja melakukan apa yang mereka pahami sebagai misi/penginjilan, sebagaimana diutarakan oleh Will Metzger, “if we think wrongly about our definition of evangelism, we are likely to act wrongly in our methods of evangelism.” Sebagai contoh, sebagian gereja memahami penginjilan dalam arti “segala sesuatu yang kita lakukan” atau sekadar aktivitas sosial-politik bagi kepentingan kaum marginal. Berangkat dari hal ini, “a careful reflection on this definition will underscore both its accuracy and its timeliness.”

Apakah yang dimaksud dengan misi atau penginjilan? Dalam tradisi Reformed istilah “misi” atau “penginjilan” dipahami dalam beberapa cara. Johannes Verkuyl mendefinisikan misi sebagai “The study of the salvation activities of the Father, Son, and Holy Spirit throughout the world geared toward bringing the kingdom of God into existence….(It) is the study of the worldwide church’s divine mandate to be ready to serve this God who is aiming his saving acts toward this world. In dependence on the Holy Spirit and by word and deed the church is to communicate the total gospel and the total divine law to all (humanity).” J. Hermann Bavinck berkata, “Missions is that activity of the church – in essence it is nothing else than an activity of Christ, exercised through the church – through which the church, in this interim period, in which the end is postponed, calls the peoples of the earth to repentance and to faith in Christ, so that they may be made his disciples and through baptism be incorporated into the fellowship of those who await the coming of his kingdom.”

Dari beragam pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa misi/penginjilan memiliki beberapa aspek dasar yang harus ada di dalamnya: (1) keterlibatan Roh Kudus sebagai pembimbing dan penentu keberhasilan; (2) sifat misi yang global sebagai upaya melebarkan Kerajaan Allah di muka bumi; (3) berita Injil yang berpusat pada Yesus Kristus; (4) pemuridan sebagai tujuan akhirnya. Semua aspek ini harus diterima sebagai sebuah keutuhan. Ketidakadaan salah satu aspek membuat aktivitas yang dilakukan tidak bisa disebut sebagai penginjilan.

Bertolak dari pengertian ini, beberapa upaya penginjilan yang sedang dilakukan ternyata belum memadai untuk disebut sebagai penginjilan. Metzger dengan jeli melihat fenomena ini. Sebagian aktivitas penginjilan telah mereduksi berita Injil, lebih menekankan metode daripada berita, berpusat pada usaha-usaha manusiawi dan kurang memberi tempat bagi keterlibatan Allah yang lebih luas dan sentral. Pemberitaan yang bersifat antroposentris semacam “Injil Kemakmuran” maupun “Injil Pembebasan” jelas tidak bisa disebut sebagai “misi/penginjilan”. Kecenderungan untuk menyamakan penginjilan dengan pertumbuhan gereja pun adalah sebuah kesalahan, karena penginjilan harus berorientasi global (Kerajaan Allah), bukan lokal (denominasi tertentu). Lalu, bagaimana dengan upaya yang dilakukan oleh gereja-gereja Reformed sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun