Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eksposisi Yesaya 52:13-53:12

20 Februari 2018   18:24 Diperbarui: 18 Agustus 2018   00:06 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara tradisional di kalangan kekristenan, teks ini dipahami sebagai rujukan pada Mesias. Para penulis Perjanjian Baru sendiri beberapa kali mengutip dari teks ini, terutama dalam kaitan dengan penderitaan Kristus di kayu salib (53:1//Yoh. 12:38, Rm. 10:16; 53:4//Mat. 8:17; 53:5-6//1Pet. 2:24-25; 53:7-8//Kis. 8:32-33; 53:7//Why. 5:6; 53:9//1Pet. 2:22//53:12//Luk. 22:37). Jika para penulis ini secara tepat mengidentifikasikan ‘hamba TUHAN’ yang menderita di Yesaya 52:13-53:12 dengan Kristus, maka teks ini turut mempertegas nilai pengilhaman (atau paling tidak, keunikan) Alkitab, karena penggenapan nubuat ini bersifat detail dan digenapi dalam rentang waktu yang sangat panjang (sekitar 700 tahun).

Identitas sang hamba

Apakah sang hamba yang menderita di Yesaya 52-13-53:12 benar-benar harus ditafsirkan secara mesianis? Apakah konteks Yesaya 52:13-53:12 memberi dukungan ke arah sana? Bukankah di beberapa bagian sebutan ‘hamba TUHAN’ adalah untuk bangsa Israel? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu memahami ciri khas sastra dalam Kitab Yesaya yang sering memulai sesuatu secara ambigius dan misterius, lalu secara perlahan mengungkapkannya secara jelas. Sebagai contoh, di Yesaya 21:1-9 penulisnya mula-mula membicarakan tentang ‘padang gurun di tepi laut’ (21:1), namun di bagian akhir ia menjelaskan bahwa ungkapan ‘padang gurun di tepi laut’ adalah Babel (21:9).

Sebutan hamba juga pertama kali muncul sebagai rujukan pada bangsa Israel di 41:8, namun bagian selanjutnya memberikan gambaran yang kontradiktif. Di satu sisi hamba TUHAN diperkenan oleh Allah (42:1-9; 50:4-11), di sisi lain ia tuli dan bebal (42:18-19). Gambaran yang mirip juga muncul di Yesaya 49. Pada ayat 3 disebutkan bahwa ‘hamba TUHAN’ adalah Israel, tetapi di ayat 5-6 dikatakan bahwa tugas bangsa ini adalah menyelamatkan bangsa-bangsa. Bagaimana hamba dapat menjadi bangsa sekaligus pembebas bangsa-bangsa?

Tanpa bermaksud bersikap dogmatis, pengindentifikasian sang hamba sebagai Mesias memang dapat dibenarkan. Cara yang paling masuk akal untuk mengharmonisasikan posisi sang hamba sebagai bangsa dan sekaligus pembebas bangsa adalah dengan memikirkan posisi seorang raja. Dalam budaya kuno seorang raja bisa berdiri secara individual (mewakili dirinya sendiri) atau representasional (mewakili seluruh bangsa).

Penyelidikan yang cermat menunjukkan bahwa raja yang dimaksud adalah keturunan Daud. Pertama, dalam Alkitab Daud memang sering disebut sebagai hamba TUHAN (misalnya 2Sam. 3:18; 7:5, 8; 1Raj. 11:13, 32, 34, 36, 38; 14:8; 2Raj. 19:34; 20:6; 21:8). Kedua, rujukan pada ‘tunas’ (53:2) merujuk balik pada ‘tunas Isai’ (11:1, 10). Penggunaan sebutan ‘tunas Isai’ (bukan ‘tunas Daud’) tidak hanya berbicara tentang seorang keturunan lain dalam garis Daud, melainkan seorang Daud yang lain. Ketiga, kata ‘taruk’ (yoneq) dalam Septuaginta diterjemahkan dengan paidion (‘anak’ atau ‘hamba’), yang sangat mungkin menyiratkan bahwa penerjemahnya sedang memikirkan ‘anak’ di 9:5 (‘seorang anak telah lahir untuk kita’).  

Analisa konteks

Untuk memahami Yesaya 52:13-53:12 dengan benar, kita perlu memperhatikan posisi teks ini dalam konteks sebelum dan sesudahnya. Di pasal 42:18-44:23 Allah memberikan dua janji kepada bangsa Israel yang (akan) berada di pembuangan: kelepasan (42:18-43:21) dan pengampunan (43:13-44:23). Dalam menggenapi dua janji ini Tuhan menggunakan dua orang (44:24-53:12): Koresh, raja Media-Persia sebagai agen pembebasan (44:24-48:22) dan sang hamba sebagai agen penebusan (49:1-53:12). Bagian selanjutnya menceritakan tentang proklamasi universal. Tuhan memanggil Sion (54:1-17). Ia pun memanggil dunia (55:1-13).

Dari struktur di atas terlihat bahwa pemulihan Allah bersifat holistik: bukan hanya secara politis, tetapi juga spiritual. Pemulihan spiritual tidak dapat dipisahkan dari karya Sang Hamba di 52:13-53:12. Mengapa keduanya diperlukan? Yang pertama (pembebasan) berguna untuk mengeluarkan bangsa Israel dari Babel, yang kedua (penebusan) untuk mengeluarkan Babel dari bangsa Israel. Maksudnya, pasca pemulangan dari pembuangan di Babel, bangsa Israel (Yehuda) tetap bermasalah dengan dosa ketidakadilan secara sosial. Mereka memang sudah tidak terjebak pada penyembahan berhala secara nasional, tetapi relasi mereka dengan Tuhan tidak langsung pulih seutuhnya. Situasi ini tergambar jelas dalam tulisan Ezra, Nehemia, maupun para nabi sesudah pembuangan. Jadi, bagaimana mengeluarkan ‘pengaruh Babel’ dari bangsa Israel? Melalui penebusan Sang Hamba!

Pemulihan Allah tidak hanya bersifat holistik, melainkan juga universal: dari Israel kepada semua bangsa. Hal ini hanya dapat dimungkinkan jika dimulai dari Sang Hamba. Dengan demikian, ucapan ilahi di 49:6 akan menjadi kenyataan: “Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi”.

Struktur teks

Para teolog pada umumnya setuju bahwa Yesaya 52:13-53:12 terdiri dari lima bagian (stanza). Tiap stanza terdiri dari tiga ayat. Walaupun demikian, para teolog memperdebatkan posisi dan keterkaitan antar stanza tersebut. Salah satu yang paling sederhana dan masuk akal adalah sebagai berikut:

  • Stanza 1: Pendahuluan (52:13-15)
  • Stanza 2: Penderitaan dalam kehidupan (53:1-3)
  • Stanza 3: Penafsiran --- untuk kita (53:5-6)
  • Stanza 4: Penderitaan dalam kematian (53:7-9)
  • Stanza 5: Penafsiran --- untuk kita (53:10-12)

Pendahuluan (52:13-15)

Bagian ini dari sisi alur pemikiran tidak terlalu rumit. Ayat 13 menggambarkan keberhasilan dan kemuliaan Sang Hamba. Ayat 14a dan 15 menceritakan kekaguman banyak orang terhadap keberhasilan tersebut. Ayat 14b – yang merupakan sebuah pernyataan tambahan – menerangkan peranan dan karya Sang Hamba yang menyebabkan kekaguman banyak orang.

Kerumitan terjadi pada saat kita menerjemahkan beberapa kata, terutama kata ‘buruk’ (ayat 14b) dan ‘membuat tercengang’ (ayat 15). Dua kata ini memiliki kaitan yang erat, yang satu turut menentukan yang lain. Untuk memudahkan, kita akan melihat kata ‘membuat tercengang’ (yazzeh) terlebih dahulu. Beberapa versi memilih ‘mencengangkan’ (LAI:TB/RSV/NRSV ‘startle’), sedangkan versi lain memakai ‘memercikkan/mencipratkan’ (KJV/ASV/NASB/NIV/ESV ‘sprinkle’). Dalam hal ini alternatif kedua lebih masuk akal. Terjemahan ‘mencengangkan’ mengasumsikan asal-usul kata dari bahasa Arab “naza” yang problematis. Kata “yazzeh” kemungkinan besar berasal dari kata dasar “nazah” yang memang dalam Alkitab sering berarti ‘memercikkan’. Terjemahan ini kadangkala ditentang dengan alasan tidak ada objek cair yang menyertai kata “nazah”, namun pemunculan kata “nazah” di Alkitab memang tidak selalu disertai objek eksplisit (Kel. 29:21; Im. 14:7; Bil. 19:19).

Sehubungan dengan kata ‘buruk’ (misḥaţ, ayat 14b), hampir semua versi terlihat sudah sepakat (NIV ‘disfigured’; KJV/RSV/NRSV ‘marred’). Secara tradisional, baik di kalangan Yahudi maupun Kristen, terjemahan ini sangat populer. Walaupun demikian, misḥaţ juga bisa berarti ‘pengurapan’, tergantung dugaan kita pada kata dasar di balik misḥaţ: ‘menghancurkan (sht) à kehancuran’ atau ‘mengurapi’ (msh) à pengurapan’. Saya berpendapat bahwa pilihan terakhir lebih masuk akal: (1) kata benda “misḥah” (pengurapan) lebih umum ditemukan dalam Alkitab, sedangkan kata benda “misḥat” hampir tidak pernah ditemukan; (2) ide tentang pengurapan yang sangat spesial (ayat 14b ‘rupanya adalah pengurapan melebihi semua manusia’) mirip dengan pengurapan imam besar (Kel. 30:30-33; bdk. Im. 21:10) dan raja (Mzm. 45:7-8); (3) kata ‘rupa’ disejajarkan dengan ‘tampak’ (ayat 14b), padahal kata kedua tidak hanya merujuk pada penampilan fisik, tetapi status rajani (Hak. 8:18; 1 Raj. 1:6; Est. 2:7; Rat. 4:8); (4) jika pilihan ini diterima, kita mengetahui objek dari kata kerja ‘memercikkan/mencipratkan’ di ayat 15 adalah minyak. Jadi, stanza 1 menampilkan kemuliaan dan keagungan Sang Hamba. Namun bagaimana Ia memperoleh semuanya ini?

Stanza 2: Penderitaan dalam kehidupan (53:1-3)

Ayat 1 bertutur tentang janji pemulihan yang akan dilakukan oleh Sang Hamba. Pemulihan ini akan menunjukkan kekuatan tangan Tuhan (ayat 1b “kepada siapakah lengan TUHAN dinyatakan?’; bdk. Kel. 6, 12). Persoalannya, agen pemulihan yang dipilih sekilas terlihat tidak meyakinkan.

Ia diumpamakan sebagai sebuah taruk dan tunas. Pemilihan kata yang jelas merujuk balik pada nubuat di 11:1 ini terlihat aneh. Raja atau kerajaan pada umumnya digambarkan sebagai tanaman anggur atau pohon yang sangat tinggi dan besar (2:13; 10:19; 14:8; bdk. Dan. 4:10, 12; Yeh. 17; Yeh. 31). Sang hamba di Yesaya 53:1 bukan hanya sebuah tunas, namun tunas itu tumbuh di tanah kering. Pendeknya, ia tidak memiliki penampilan dan kemuliaan seperti layaknya raja-raja yang lain (kata ‘semarak’ di ayat 2b = kemuliaan, lihat NIV/ESV/NASB/NRSV).

Ia bukan hanya terlihat hina di antara para raja. Di kalangan manusia pun ia tidak dipandang. Beberapa kali ide tentang perendahan dan penolakan muncul di bagian ini: tidak memandang, tidak menginginkan, dihina, dihindari, orang menutup muka, dan tidak memperhitungkan-Nya. Bukan hanya tidak terpandang, Ia juga dikenal sebagai manusia kesedihan (ESV ‘a man of sorrows’) dan dikaitkan secara erat dengan penderitaan (ESV ‘acquainted with grief’).

Stanza 3: Penafsiran --- untuk kita (53:4-6)

Orang banyak tidak hanya merendahkan Sang hamba, mereka menganggap semua penderitaan yang Ia alami sebagai hukuman Allah atas kesalahan Sang Hamba. Konsep ini bersumber dari konsep tradisional tentang teologi retribusi (taat = berkat, tidak taat = kutuk). Dengan paradigma teologis semacam ini, tidak heran mereka menilai Sang Hamba secara keliru. Ironisnya, pada waktu Tuhan sendiri menghajar mereka dengan berbagai penyakit dan penderitaan, mereka tetap tidak menyadari kesalahan mereka (1:5-6).

Penderitaan sang hamba ternyata untuk umat-Nya. Ia dihukum karena kesalahan dan pelanggaran kita (ayat 4-5a). Penderitaan itu juga membawa buah positif berupa keselamatan (ayat 5b) dan kesembuhan (ayat 5c). Kata ‘keselamatan’ (salom) yang biasa diterjemahkan ‘kedamaian’ (KJV/ASV/NIV/ESV) sebenarnya mencakup arti yang lebih luas, yaitu keutuhan hidup (RSV/NRSV ‘whole’; NASB ‘well-being’). Arti ini sekaligus membantu kita memahami ayat 5b (“oleh bilur-bilur-Nya kamu menjadi sembuh’). Teks ini tidak hanya berbicara tentang kesembuhan fisik atau spiritual, melainkan pemulihan segala sesuatu. Tunas Isai akan merestorasi seluruh ciptaan (11:1-10). Melalui korban Kristus kita juga dipulihkan secara spiritual (didamaikan dengan Bapa, Rom. 5:1) dan nanti tubuh kita akan diubah menjadi tubuh kemuliaan (1Kor. 15).

Nubuat di atas digenapi secara luar biasa oleh Yesus. Banyak orang juga menyalahartikan salib. Orang Yahudi memandang itu sebagai batu sandungan (1Kor. 2:22-23) dan kutukan (Gal. 3:13; Ul. 21:22-23). Menariknya, Ulangan. 21:22-23 diletakkan persis sesudah hukuman untuk anak yang durhaka (Ul. 21:18-21), seolah-olah yang tergantung adalah anak yang terkutuk itu. Dengan kata lain, Israel sebagai anak Allah yang gagal telah digantikan hukumannya oleh sang hamba, Anak Allah yang sejati.

Stanza 4: Penderitaan dalam kematian (53:7-9)

Tema tentang penderitaan di ayat 1-3 diulang dan ditegaskan kembali. Sang Hamba tidak hanya menderita, tetapi mati. Selama proses menuju kematian itu, Ia tidak membela diri (53:7). Ia pun diperlakukan secara tidak adil (53:8a) dan dilupakan oleh banyak orang (53:8b). Pada saat penguburan-Nya pun, sang hamba berada di antara para penjahat (53:9). Poin yang terakhir ini membutuhkan penjelasan. Salinan teks Ibrani yang lebih bisa dipercaya mencatat ‘Orang menempatkan kuburnya di antara orang fasik dan dalam kematian bersama dengan orang kaya’ (NET/KJV/RSV, kontra LAI:TB).

Jika kita membandingkan bagian ini Yesaya 53:7-9 dengan kisah penderitaan Kristus, kita akan terkejut dengan ketepatan penggenapan nubuat yang ada. Yesus juga tidak membela diri selama interogasi (Mat. 27:12-14; Mrk. 14:60-61; 15:4-5; Luk. 23:9). Hukuman yang Ia tanggung bukan hasil peradilan yang adil (Luk. 23). Di akhir hidup-Nya ia berada di antara para penjahat (Mat. 27:38) dan orang kaya (Mat. 27:57-60).

Stanza 5: Penafsiran --- untuk kita (53:10-12)

Bagian ini merupakan penafsiran dan signifikansi dari kematian sang hamba. Apakah makna kematian sang hamba di sini? Pertama, kematian itu merupakan penggenapan rencana Tuhan. Berbeda dengan pandangan orang banyak yang mengira penderitaan dan kematian sebagai kutukan ilahi, Yesaya menunjukkan bahwa semua itu tidak lain adalah realisasi dari kehendak Tuhan (ayat 10). Allah menyebut si pengemban penderitaan ini sebagai ‘hamba-Ku’ (ayat 11), yaitu orang yang melaksanakan kehendak-Nya.

Kedua, kematian itu adalah kerelaan sang hamba (ayat 10b, 12b). Walaupun kematian sang hamba adalah realisasi kehendak Tuhan tetapi bukan berarti Ia secara terpaksa menjalani proses tersebut. Ia menyerahkan diri-Nya sebagai korban penebus salah (ayat 10b; bdk. Yoh. 10:17-18) yang memperkenankan Allah (ayat 10a). Hal ini akan terlihat luar biasa apabila kita mengingat bahwa sebelumnya Tuhan sudak muak dengan korban dari bangsa Israel (1:10-17). Sang hamba adalah korban sekaligus pemberi korban.

Ketiga, kematian itu adalah korban penebus salah (ayat 9). Jenis kurban ini cukup unik dan relevan dengan situasi Yesaya. Dalam Imamat 5:14-6:7 (juga 7:1-10) korban penebus salah dihubungkan dengan ketidaksetiaan, baik terhadap Allah maupun ikatan komunitas. Korban ini juga mencakup kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Korban ini adalah satu-satunya persembahan rutin yang menuntut domba atau kambing jantan. Menariknya, kata domba jantan (ayil) juga sering digunakan untuk para pemimpin (Yer. 25:34; Yeh. 17:13; 30:13), sehingga sesuai dengan posisi sang hamba sebagai raja.

Terakhir, kematian itu membawa manfaat bagi banyak orang (ayat 11b-12). Ketakjuban banyak orang di 52:13-15 sekarang diterangkan. Sang Hamba berhasil memberikan manfaat bagi banyak orang. Mengapa? Karena Ia adalah benar (ayat 11b). Karena Ia bukan hanya mati di antara penjahat (ayat 9, 12a), tetapi Ia juga mati bagi mereka (ayat 12b).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun