Mohon tunggu...
Stephen Iskandar
Stephen Iskandar Mohon Tunggu... Dokter - Mere human living in two worlds.

Manusia biasa yang hidup dalam anugerah. Senang berkarya menuangkan pikiran dalam tulisan, sekalian rekonstruksi dan re-evaluasi isi pikiran. Hidup dalam dua dunia yang saya yakin bisa bersinergi teologi dan psikiatri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Allahku Mengapa Engkau Meninggalkan Aku", Seruan Pandemi

10 April 2020   00:53 Diperbarui: 10 April 2020   00:48 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jumat Agung 2020

Untuk pertama kali dalam sejarah hidup saya, ibadah jumat agung dan paskah diadakan di rumah! Bukan karena males ke gereja, tapi secara pandemi melaju pesat di minggu ke-4 di Indonesia. Satu sisi, bagian introvert dari keambivertan saya ini lebih banyak berefleksi akhir-akhir ini, terutama karena melihat krisis demi krisis yang semakin bermunculan.

Mungkin tidak terlalu terasa bagi saya, secara saya adalah tenaga kesehatan ring 3 (ring luar) yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien COVID-19. Justru saya kecipratan perhatian dan donasi masyarakat yang peduli pada kami yang harus stay doing our risky job.  

Namun bagaimana dengan mereka yang terpinggirkan dan semakin tersisihkan. Mereka yang harus berada antara hidup dan mati. Bukan saja mereka yang ada di RS, tapi mereka yang berada di jalan untuk mencari penghasilan yang semakin surut. Mereka yang kehilangan akses. Mereka yang kehilangan pekerjaan. Mereka yang kehilanga orang-orang yang disayangi karena pandemi, dengan cara yang begitu cepat dan memilukan. Jika kita mau membuka mata dan telinga, banyak sekali kesedihan-kesedihan yang terdengar setiap hari. 

Kalo gw bisa bilang, tahun 2020, dengan angan-angan dan impian, harus berhadapan dengan kenyataan pahit, yaitu penderitaan. 

Penderitaan ini, bagi beberapa orang, begitu nyata di depan mata mereka. Mungkin sekali karena begitu beratnya, hingga tercetus dalam mulut mereka, "Allah apakah Engkau ada? Apakah Engkau memperhatikan aku? Atau mungkinkah Engkau pergi meninggalkan aku?" Saya pikir, seruan ini tidak hanya bagi sedikit orang. Tetapi begitu banyak orang di tengah dunia yang terkena imbas pandemi. Seruan ini terus menjadi pandemi di tengah dunia yang krisis. 

Cetusan demikian, membawa sisi introvert saya merenungkan perkataan Tuhan Yesus di atas kayu salib. Seakan-akan seruan "Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku" menggambarkan cetusan manusia di tengah penderitaan. Bukankah, seringkali datang waktu kita lelah berjuang dan merasa kita berjuang sendiri tanpa Allah bersama kita. Seruan ini begitu dekat dengan keseharian kita manusia yang lemah.

Sebenarnya, cetusan Tuhan Yesus menyatakan Allah yang  meninggalkan Tuhan Yesus, ketika Ia menanggung hukuman dosa manusia. Allah yang kudus menumpahkan murkaNya terhadap dosa di atas kayu salib. Supaya setiap orang yang percaya, tidak binasa tetapi beroleh keselamatan. Ia menanggung hukuman yang tidak bisa kita pikul, supaya kita tidak lagi dihikum. 

Kabar baiknya, Ia saat itu ditinggalkan, supaya kita yang percaya, tidak lagi ditinggalkan. Seperti ada satu ayat Ibarani 13:5b "Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau". Jangankan dua kali, Allah sekalipun tidak meninggalkan kita.

Mungkin ketika berhadapan dengan kesulitan yang nyata di depan mata, mulut ini begitu ringannya untuk mempertanyakan Allah. Tapi biarlah mata kita dapat melihat menembus realita, dan melihat kehadiran Allah melalui berbagai macam cara. Bertahan ya, COVID-19 datang untuk pergi. Tuhan datang untuk terus bersama.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun