Mohon tunggu...
STENY MUNTIR
STENY MUNTIR Mohon Tunggu... Guru - Mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di salah satu SMA Katolik

GURU

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Budaya Sekolah

19 Januari 2018   12:55 Diperbarui: 19 Januari 2018   16:19 3166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Budaya sekolah memiliki pengaruh positif dalam proses belajar hanya jika hal itu dilakukan dengan serius untuk mencapai misi prestasi akademis. 

Budaya memberikan makna kepada guru untuk bagaimana mereka berlaku/bertindak dalam seluruh proses pendidikan dan kepada siswa bagaimana mereka menciptakan suasana positif di dalam ruang kelas. 

Dengan budaya ini guru dan siswa sama-sama berusaha untuk menggunakan seluruh potensi yang di miliki untuk membantu mereka secara efisien dalam proses pembelajaran dan untuk menambah kompetensi yang dibutuhkan.

Wanger dkk (2006) menyatakan bahwa budaya sekolah (school culture) didefinisikan sebagai sebuah sistem nilai dari sekolah untuk mencapai keefektifan (Tsang Kwok Kuen, dkk, 2009). Lalu, bagaimana cara menentukan deskripsi ideal budaya sekolah yang efektif? Apa saja nilai-nilai utama yang mengubah sekolah menjadi sebuah institusi yang efektif? 

Sebuah selogan populer tentang instansi pendidikan yakni "Sekolah diperuntukan bagi siswa, bereksperimen dengan pengajaran Anda; proses belajar-mengajar merupakan proses kooperatif; usahakan dekat dan akrablah dengan siswa anda; berjuanglah demi keunggulan akademis; tuntutlah performa yang tinggi namun realistik; tunjukan perilaku dan komunikasi yang terbuka; percayailah kolega-kolega Anda; dan bersikaplah secara profesional (Hoy, 2013: 278-279). Selogan ini akan menjadi sebuah budaya sekolah yang kuat apabila stakeholder sekolah mampu memilki kepercayaan yang dipegang teguh dan menerapkannya secara luas.

Agar sekolah yang efektif memilki budaya yang kuat, maka sekolah sekolah harus memiliki karakteristik berikut ini (Hoy, 2013: 278);

  • Nilai-nilai bersama dan konsensus tentang "cara kita menyelesaikan segala urusan di sekitar kita".
  • Kepala sekolah sebagai pahlawan yang mewujudkan nilai-nilai utama.
  • Ritual unik yang mewujudkan kepercayaan yang dianut secara luas.
  • Karyawan sebagai pahlawan situasional.
  • Ritual akulturasi dan pembaruan budaya.
  • Ritual yang signifikan untuk menjunjung tinggi dan mengubah nilai-nilai utama.
  • Keseimbangan antara inovasi dengan tradisi dan antara otonomi dan kontrol
  • Partisipasi penuh dalam ritual budaya.

William Firestone dan Burce Wilson (1985) dalam bukunya Weyne K. Hoy (2013: 279) memberikan sebuah kerangka konseptual budaya sekolah yang bertitik tolak dari mempelajari isi, ekspresi budaya dan pola-pola komunikasi utamanya. Untuk mempelajari ketiga hal ini memerlukan simbol. Simbol yang menjadi sarana mengungkapkan budaya sekolah yakni cerita, ikon dan ritual.

Cerita adalah narasi yang didasarkan pada peristiwa nyata, namun cerita sering kali menggabungkan kebenaran dengan fiksi. Sebagai contohnya, seorang kepala sekolah yang selalu membela guru-gurunya kendatipun menghadapi tekanan dari para orang tua dan pemilik sekolah/yayasan menjadi sebuah simbol kerekatan dan kesetiaan di dalam budaya sekolah. Hubungan persahabatan yang erat dan kekompakan inilah yang menjadi cerita yang dikisahkan berulang kali bahkan secara turun-temurun kepada guru baru. Cerita sering kali bertutur tentang pahlawan organisasi yang menjadi ciri khas sebuah organisasi sekolah, cerita yang memberi wawasan tentang nilai-nilai utama sebuah sekolah.

Ikonadalah artefak fisik yang digunakan untuk menyampaikan budaya/kebudayaan. Contoh praktis ikon sekolah adalah logo, motto dan piala penghargaan/akreditasi. Ritualadalah upacara dan ritus rutin yang menunjukan sesuatu yang penting di dalam organisasi sekolah. Contoh praktis adalah doa setiap melalui pelajaran (central radio sekolah), Ibadah bersama saat pembukaan ajaran baru, Ibadah hari Raya keagamaan, dan perayaan hari besar nasional.

Kebanyakan budaya dari sebuah sekolah bisa ditafsirkan dari artefak (bentuk gedung sekolah), ritus, ritual dan upacara-upacara yang berkaitan dengan perkumpulan, rapat staf pengajar, kontes olahraga dan akademis, aktivitas masyarakat, buku rapor, penghargaan dan akreditasi (trofi sekolah), rencana pelajaran dan dekorasi umum sekolah. Konsep ini dinyatakan juga oleh Maslowski (2001), bahwa budaya  sekolah  berupa  asumsi-asumsi  dasar,  norma-norma,  nilai-nilai,  budaya  artifak yang  diyakini  warga  sekolah  dapat  memengaruhi  fungsi  sekolah.  Definisi  ini  mengacu  pada sejumlah elemen budaya yakni asumsi-asumsi dasar, norma dan nilai, dan budaya artifak, serta sejumlah aspek budaya yakni segala kebiasaan dan yang berpengaruh pada perilaku (Maslowski, 2001:  8).

Dalam kaitan dengan konsep budaya sekolah ini, Barth (2002) menyatakan bahwa budaya sekolah sebagai sebuah model kompleks diantaranya norma-norma, tingkah laku, sikap, nilai-nilai, upacara-upacara, tradisi, dan mitos yang sangat melekat erat dalam setiap aspek sekolah (O. Vandad, dkk, 2014: 2). Menurut Deal, (1985) Mitos merupakan sebuah sarana penting dalam konsep komunikasi informal demi merangsang nurani stakeholder dan pelanggan sekolah (Maslowski, 2001:  10).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun