Mohon tunggu...
Stelladia SuryaWijaya
Stelladia SuryaWijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Instagram: stelladiawijaya

Freelancer | Penulis | Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Riau Terbakar, Bumi Terisak

11 September 2020   00:04 Diperbarui: 11 September 2020   03:16 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak tahun 1997, kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau tak pernah tuntas hingga saat ini. Bagaimana nasib masyarakat yang harus menghirup asap kebakaran setiap tahunnya akibat ulah sebuah perusahaan industri yang tak bertanggung jawab. Seakan-akan asap karhutla yang dilihat secara kasat mata dianalogikan sebagai angin yang berlalu dan hilang dengan sendirinya. Faktanya, asap karhutla  telah mengancam seisi bumi dan menyebabkan fenomena pemanasan global atau global warming.

Sebuah film dokumenter Before The Flood telah menunjukkan kenyataan pahit yang dialami lingkungan dunia saat ini akibat karhutla. Asap yang disebabkan bukan hanya mengaburkan seisi alam saja, tetapi lebih parahnya telah merusak berbagai lapisan bumi.

Mengutip dari dialog Before The Flood, Direktur Eksekutif Rainforest Action Network (RAN) Lindsey Allen menganalogikan lonjakan emisi akibat asap karhutla seperti bom karbon. Ellen menjelaskan bahwa fenomena asap yang membumbung di udara  menyebabkan emisi karbon tertahan dalam bumi, kemudian aktivitas manusia melakukan penembangan dan pembakaran telah melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar kembali ke atmosfer.

Pemanasan global tampaknya semakin mengkhawatirkan bila menyaksikan keseluruhan visual dalam Before The Flood. Dampak yang dihasilkan telah memengaruhi pencairan es di kutub. Pencairan ini menjadi bukti nyata yang dapat disaksikan sebagai dampak perubahan iklim. Dikutip Warstek, sebuah satelit dari Perusahaan Planet Earth pada tanggal 3 Agustus 2020 merekam Dataran Es Milne yang ada di Arktika sedang terbelah. Dataran es itu adalah glasier yang mengalir dari darat ke laut. Hal ini menunjukan kondisi iklim akan terus memburuk. 

Dikutip dari tirto.id, Kaitan antara kebakaran hutan dan perubahan iklim menjadi hal yang politis belakangan ini. Efek dari karhutla yang terjadi di Riau tak hanya dialami oleh masyarakat lokal saja, melainkan seisi dunia turut menanggung beban ini. Pasalnya, kerugian yang diakibatkan karhutla ini turut memengaruhi segala sektor baik itu perekonomian, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Hal yang paling menonjol setahun terakhir akibat karhutla Riau adalah gangguan kesehatan. Dikutip dari tirto.id, Kemenkes menyatakan sebanyak 9.630 warga dari 12 kabupaten/kota di Riau menderita ISPA akibat terdampak karhutla.

Dampak karhutla tentu sangat amat mengerikan. Dilansir dari Kompas.com,  seorang bayi yang baru tiga hari meninggal akibat asap karhutla Riau. Betapa mirisnya kondisi lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas industri yang tak bertanggung jawab telah mengakhiri hidup balita tersebut. Sungguh amat tragis kualitas udara yang dihirup oleh bayi tersebut menjadi malapetaka untuk hidupnya. 

Tak hanya itu, saat laju pertumbuhan Covid-19 yang masih tinggi, karhutla di Riau masih terus berlanjut. Permasalahan ini tentu menjadi urgensi melihat tingkat polusi udara akibat asap karhutla semakin tinggi juga. Dikutip dari Greenpeaceid, lahan gambut yang terbakar diperkirakan menyumbang hingga 95% dari polusi PM2.5 selama krisis kebakaran pada tahun 2015. PM2.5 merupakan partikel udara yang berbahaya dan super halus berukuran 30 kali lebih kecil dari rambut manusia dan sangat mudah dihirup manusia.

Berbagai bahaya pun turut menanti ke depannya jika isu perubahan iklim masih tak dipedulikan oleh manusia. Dikutip dari BBC, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan ada peluang yang berkembang bahwa suhu global akan naik lebih dari 1,5 derajat Celcius selama lima tahun ke depan. 

Lantas, bagaimana peran perusahaan industri yang telah melakukan karhutla demi keuntungan pribadi saja tanpa memerhatikan efek jangka panjang yang dirasakan lingkungan dan manusia lainnya? Peranan pemerintah menjadi penting sekali dalam mengatasi isu karhutla apalagi di tengah kasus pandemi Covid-19 yang semakin meningkat. Pemerintah perlu menegakkan regulasi yang mencegah pembukaan hutan dan pengeringan lahan gambut yang disertakan pertanggungjawaban oleh industri seperti yang dikutip dari Greenpeaceid. 

Perlu dipastikan bahwa saat ini kesehatan masyarakat menjadi poin utama dibanding mengutamakan pihak industri yang terus gencar mengambil kesempatan di tengah situasi ini untuk memperkeruk keuntungan. Selain itu, masalah RUU Cipta Kerja diharapkan mampu menimbang antara poin keseimbangan lingkungan dengan kepentingan industri yang mengolah lingkungan tanpa batasan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun