Mohon tunggu...
Stefi Rengkuan
Stefi Rengkuan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Lahir di Tataaran, desa di dekat Danau Tondano, Minahasa. Pernah jadi guru bantu di SD, lalu lanjut studi di STFSP, lalu bekerja di "Belakang Tanah" PP Aru, lalu di Palu, dan terakhir di Jakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Asal Usul Arkais Istilah Tonaas Wangko, Gelar Adat dan Nilai Luhur Minahasa

22 Maret 2023   20:04 Diperbarui: 23 Maret 2023   22:37 2320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengukuhan Pengurus Kerukunan Keluarga Kawanua secara Adat Minahasa di TMII pada 11 Maret 2011. Sumber Panitia Pengukuhan.

[Refleksi di hari Nyepi dan Awal Ibadah Ramadhan di masa PraPaskah 2023] 

Di Balik Polemik Gelar Adat Tonaas Wangko di Tanah Minahasa dan Kawanua (Minahasa Perantauan)

Sejak terbit buku karya Weliam H. Boseke tentang asal usul leluhur Minahasa tahun 2018 lalu, sudah banyak kajian dan seminar yang dibuat di pelbagai tempat. Tapi temuan besar ini memang tak cukup hanya diseminarkan dalam hitungan jam saja, karena ada banyak lapisan yang mesti dipahami pembaca guna mendapatkan logika dan isi temuan itu sendiri. Namun demikian, sesungguhnya orang yang kritis terhadap suatu gejala dan fakta Minahasa akan dengan terbuka untuk menelisik lebih jauh temuan Boseke ini.

Jika benar teori Boseke yang menegaskan bahwa bahasa Minahasa itu adalah bahasa Han yang berformat monosilabel, maka setiap kata ungkapan Minahasa mesti ditulis dengan cara pinyin (Latinisasi Han). Cara pinyin adalah ciptaan pemerintah China sendiri baru pada pertengahan abad lalu. Cara sebelumnya justru diciptakan oleh duta besar Inggris untuk Tiongkok, Thomas Wade, pada abad 19 lalu. Kemudian dikembangkan oleh diplomat Inggris juga Herbert  Giles dan puteranya Lionel Giles, dan ketiganya masih di zaman dinasti Qing. Dengan cara latinisasi ini para pemakai bahasa berlatar aksara Latin bisa terbantu mempelajari bahasa Mandarin (berakar Han).

Dalam proses belajar bahasa Mandarin inilah Boseke menemukan sejumlah bunyi yang sama dengan bahasa Minahasa sekitar tahun1980an. Dan dengan bantuan metode pinyin ini orang yang belajar bahasa Mandarin dan Minahasa mungkin dan bisa seperti Boseke membuat pembandingan yang akan menghasilkan sejumlah persamaan dua bahasa (asli) tersebut.

Boseke telah sedang memberi kepada kita banyak contoh analisis bandingan linguistik ini, makin lama makin banyak, dan sampai awal 2023 ini sudah 3000 kata ungkapan yang ditemukannya, sebagian sudah ada dalam buku terbitan pertama berjudul Penguasa Dinasti Han Leluhur Minahasa, Waraney. Pohon Cahaya, Yogyakarta, 2018.

Salah satunya yang lagi ramai didiskusikan kembali, yakni gelar kehormatan adat: Tona'as Wangko. Diskusi ini menjadi ramai karena dikaitkan dengan peristiwa pengukuhan adat bagi para pengurus organisasi Kerukunan Keluarga Kawanua (pasca persatuan) di Taman Mini Indonesia Indah pada 11 Maret 2023. 

Pada saat pengukuhan secara adat itu, 3 Tonaas Wangko Umbanua (EE Mangindaan, Theo Sambuaga, Ronnie Sompie) menyematkan kelengkapan pakaian adat, topi, dan selendang adat kepada Ketua Umum KKK yang dijabat oleh Angelica Tengker untuk periode konsolidasi organisasi terbesar Minahasa di perantauan ini. Jadi, gelar adat ini diberikan kepada Ketua Umum Kerukunan Keluarga Kawanua, dan dilaksanakan dengan prosedur sesuai internal peraturan organisasi sendiri, sesuai adat dan nilai-nilai yang hendak ditegaskan dan diungkapkan dalam diri seorang pemimpin atau terkemuka.

Namun pelbagai pertanyaan diskusi dan wacana dimunculkan, termasuk terkait dengan asal usul pemberian gelar dan jabatan adat ini, sejak kapan oleh siapa, dst., dan tentu saja diangkat kembali apa nilai-nilai leluhur itu, apa syarat tokoh yang layak menyandangnya, siapa yang berwenang memberikan, dst. 

Ada terminologi yang berusaha merekam fenomena perbedaan pendapat terkait gelar atau jabatan adat ini, misalnya dalam frase "kelompok Minahasa" vs "kelompok Kawanua" (Denni Pinontoan) yang bagi saya pribadi ini bisa saja dimaklumi sebagai sebuah cara pikir kategoris tapi janganlah menjadi sebuah istilah yang kontra produktif bagi keMinahasaan dan peMinahasan yang pada hakikatnya mesti tetap satu dan sama di manapun dan kapanpun orang keturunan Minahasa berada.

Nah, tulisan singkat ini hendak menambah wacana dari sisi bahasa berdasarkan temuan terbaru yang telah menjadi viral di banyak kalangan Minahasa maupun Indonesia bahkan luar negeri sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun