Mohon tunggu...
Stefi Rengkuan
Stefi Rengkuan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Lahir di Tataaran, desa di dekat Danau Tondano, Minahasa. Pernah jadi guru bantu di SD, lalu lanjut studi di STFSP, lalu bekerja di "Belakang Tanah" PP Aru, lalu di Palu, dan terakhir di Jakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Damailah, Entah Bising atau Hening, Tegang atau Lega

28 Februari 2022   15:52 Diperbarui: 28 Februari 2022   16:16 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Flash back Seminar dan Tes Dan Shinkyokushinkai Karate Indonesia, hari pertama, 25 Februari 2022)Jumat 25 Februari ini beta terbangun pagi subuh karena mesti bersiap berangkat tuk hadiri sebuah acara internal perguruan tahunan.

Tahun ini, 2022, digelar di Kopeng, Salatiga, Jawa Tengah, juga seperti tahun lalu, 2021. Tahun sebelumnya, 2020, pas bulan Februari masih sempat diadakan di Lembang, Jawa Barat, masih tanpa was2 dengan Covid-19 yg baru efektif mengkhawatirkan dan membatasi pada bulan Maret itu.

Tahun ini ada kekhawatiran varian Omicron, maka peserta menurun drastis. Hanya 80an yg bisa ikut, dari 100an yg sudah mendaftar, yang normalnya sampai 300an peserta.

Ya, ada yg bercanda bahwa ini juga karena adanya ketegangan sampai pecahnya perang Ukraina dan Rusia itu, pas Kamis malam kemarin...

Tak ada hubungan, tapi bagi mereka yg mengikuti peristiwa perang ini, tentu saja menaruh pikiran bahkan berdoa supaya kembali normal, berdamai seperti sedia kala, walau memang ada masalah di antara kedua belah pihak yg pernah bersatu di bawah satu negara Uni Sovyet itu.

***

Secara pribadi, saya terbantu untuk merasakan dengan empatik kecemasan yang melanda rakyat keduanya, terutama Ukraina yang lebih lemah dan menjadi sasaran serangan.

Begini kisahnya, pas tiba memasuki kompleks hotel d'Emmerick di wilayah Salib Putih, kota madya Salatiga, suasana hening langsung terasa, dan lebih lagi pada saat turun dari mobil...udara segar dan sejuk, luas lapang, bahkan bunyi rie-rie (jangkrik) ramai dari pepohonan yang banyak tumbuh di kompleks yg tertata rapih itu.

Makin menaruh dengar, makin terasa kencang bunyinya, padahal hari masih sore jam 3.

Suasana kabut dan awan keabu-abuan pun memang menambah suasana hening. Sejenak mengalami de ja vu, suasana retret fisik rohani yang dulu sering saya alami.

Namun, semua rasa hening itu, tiba-tiba saja mulai berganti "bising". Nah lho. Bukan karena susana sekitar itu yg berubah, tapi ternyata internal tubuh ini.

Ada sesuatu yang sedang terjadi, yakni terasa ada bunyi dan getaran. Cek per cek dengan teman lain, mereka tidak merasakan "kebisingan bergetar" itu.

Sangat mungkin itu adalah efek dari perjalanan jauh dengan naik mobil. Maklum sangat jarang naik mobil untuk jarak 7-8 jam itu. Atau kata lainnya, tubuh sedang beresistensi dan beradaptasi dengan situasi baru.

Setelah rebahan sebentar sambil mengatur nafas, ala Shinkyokushin, pelan-pelan suara dan getar itu mulai terkontrol, dan hilang samasekali, terlebih setelah tidur cukup pulas.

***
Ada hal2 dalam kehidupan ini yang terjadi antar sesama, kelompok, bangsa dan negara. Termasuk ketegangan dan peperangan, saling menyerang dan bertahan. Tak terhindarkan, lingkaran aksi dan reaksi itu, dan ada korban di kedua pihak tentunya.

Dan pada tingkat individu, secara personal, orang yg terlibat langsung atau terkena dampak peristiwa itu, pasti bisa merasakan dan menyaksikan sendiri kebisingan situasi lingkungan luaran, dan tentu gejolak dalam dirinya sendiri.

Ada semacam determinisme yang membatasi manusia untuk merespons sebuah realitas, entah eksternal bahkan internal dirinya. Ya, ada ketegangan yang ditimbulkan bukan oleh peristiwa di luar dirinya itu, melainkan ketegangan karena masalah internal sendiri terhadap suatu dinamika yg melibatkan dirinya sendiri.

Maka mengenali realitas dan masalah akan menentukan cara bersikap yang proporsional dan tepat.

Terlebih membuka diri pada nilai-nilai normatif dalam struktur kemanusiaan, entah dipelajari dan dilatih, maupun tertanam sendiri dalam saraf dan hormon otak biologi manusia, sebagai hasil evolusi, yang bagi orang beriman semuanya itu pun dimulai dan berakhir pada Sang Pencipta, yang terus menjadi penyelenggara dan pengarah segala sesuatu.#

Osu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun