Hari-hari ini mendung kesedihan berubah airmata membasahi alam makro sosial kenegaraan maupun jagad micro personal kerakyatan manusia Indonesia.
Terkait mangkatnya Jusuf Bacharudin Habibie: sang presiden ketiga Republik Indonesia, tokoh demokrasi, tokoh teknologi, dan pelbagai pujian penuh hormat yang disematkan dunia manusia yang mengenal dan mencintai beliau, sosok humanis dan religius, yang pergi ke kehidupan baka pas Rabu 11-09-2019.Â
Derai air mata pribadi dan kelompok manusia yang mengenal kepribadian almarhum semasa hidupnya seolah membelah relung-relung ego yang tak jarang mengering di jalan percintaan dan pembuktian akal sehat dan iman tulus, sekaligus menjadi tanda penyegar para peziarah kemanusiaan sejati di jalan yang kadang berbelok terbelokkan oleh kesumpekan dan kemunafikan para kafilah dan pemimpinnya menuju kehidupan final dan ultim.Â
Prof. BJ Habibie dikenal sebagai seorang pemikir sejati, tak sekedar mencipta produk dengan teknologi tinggi, sekaligus juga tahu diri di hadapan kompleksitas "jagad kacau" manusia, menuju jagad kosmos dunia semesta yang paripurna dalam Providentia Divina, penyelenggaraan ilahi dari Sang Maha Pencipta menurut bahasa orang beriman dan berpikir. Beliau meyakini, "Teknologi bukan hasil dari sumber daya alat, tapi merupakan hasil pemikiran, karya dan ciptaan dari sumber daya manusia, sama halnya dengan filsafat." (Tempo, 11 September 2019)
Hari-hari ini buku Markus Wauran, Nuklir untuk Kesejahteraan dan Perdamaian, edisi revisi, diterbitkan oleh Pohon Cahaya diperkenalkan dan tersebar pertama kali di Yogyakarta oleh Dr. Susilo Widodo sang ketua umum HIMNI (Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia) dalam acara sosialisasi energi nuklir di hadapan para generasi muda yang diadakan oleh BATAN (Badan Tenaga Nuklir), dan disambung di Tangerang dalam acara FGD bertema "Menyongsong Energi Nuklir di Indonesia" diadakan oleh badan yang sama dan didukung penuh oleh HIMNI pada 10-09-2019, sehari sebelum sang tokoh idola penulis buku itu wafat.Â
Dalam kata pengantar buku yang pertama kali diterbitkan oleh BATAN Press itu, penulis buku memberi kesaksian jujur peranan besar almarhum.
(Setelah segala latar penulisan dan deretan ucapan terimakasih)..., "tulisan ini tidak berarti apabila tidak menyebut nama Bapak Prof. Dr. Ing. B. J. Habibie.Â
Harus diakui bahwa Penulis memiliki pengetahuan sekaligus terbuka wawasannya dan memiliki pengetahuan tentang teknologi karena berbagai pemikiran dan kebijakan beliau yang diutarakan dalam rapat-rapat di DPR-RI maupun yang dituangkan dalam berbagai diskusi, ceramah, dan buku. Di sisi lain, kesempatan dan dukungan yang juga beliau berikan melalui kesempatan kunjungan ke berbagai negara untuk melihat dan berdiskusi dengan berbagai pihak tentang kemajuan teknologi yang mereka miliki, baik dalam bidang industri nuklir, perkapalan, pesawat terbang, dan lain-lain.Â
Karena itu, pada kesempatan ini, Penulis perlu menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terima kasih yang sangat dalam kepada Bapak Prof. Dr. Ing. B. J. Habibie atas segala dukungan dan dorongannya, sehingga menginspirasi Penulis untuk menulis hal-hal yang berkaitan dengan nuklir untuk maksud damai."
***
Hari-hari di musim panas 1939 terasa jauh lebih panas bagi bangsa-bangsa demokratis (juga komunis) di Amerika dan seluruh dunia Barat.Â