Pelit tak mau berbagi, boleh-boleh saja. Kadang-kadang orang lain tak suka, bila kita berbagi kebahagiaan pada saat yang kurang tepat. Memakai perhiasan berlebihan di sekujur tubuh, belum tentu menuai pujian, bisa jadi cacian belaka.
Nasib orang berbeda-beda. Setamat sekolah, tak semua jadi orang kaya, ada yang kecukupan, dan ada juga yang kurang mampu. Beberapa kawan tak hadir reunian, karena berbagai sebab dan alasan.
Bincang-bincang saat reuni, ketika yang merasa hidupnya paling sukses, mengumbar kehebatannya, bagaimana penerimaan yang kurang mampu. Biasanya sich tak banyak cakap, padahal sewaktu SMA dulu kurang apa hebatnya.
Berbagi kehebatan, biasanya berapi-api dan berbusa-busa selayak gunung meletus memuntahkan laharnya. Hilangnya rasa rendah hati, tenggang rasa dan ada unsur kesombongan melunturkan nilai-nilai luhur semangat berbagi. Pada akhirnya, kawan-kawan yang kurang beruntung nasibnya, menyimpan tekad untuk tidak akan  hadir reuni di kesempatan berikutnya.
Lain halnya, bila saja acara reuni diawali dengan celoteh, tentang kenangan-kenangan manis yang menjadi kebanggan bersama.
Mulai dari bawah, ketika ada usulan berbagi sukses yang disepakati bersama, bolehlah ditampilkan. Maknanya, kawan-kawan yang kurang sukses pun akan dengan senang hati menyimak dan menimba kisah-kisah kawan yang hebat.
Sikap rendah hati, menonjolkan apa yang bisa kita berikan, dan bukan menyoal apa yang bisa kita pamerkan.
Tak ada yang melarang, berbagi kebahagiaan atau menunjukkan bahwa kita kaya, secara materi. Namun, bila tidak menyoal tempat dan saat yang tepat, setidaknya akan melukai beberapa kawan atau orang lain yang kebetulan kurang mampu.
Biasa-biasa saja, tak berlebihan dalam berpenampilan, dan mengumbar cakap, merupakan kata-kata mudahnya untuk menjelaskan apa itu sikap rendah hati.
Kesan pertama, baik saat reuni ataupun pertemuan orangtua murid, benang merahnya adalah tidak memamerkan kehebatan kita, dalam hal bicara atau materi. Selanjutnya, bila diperlukan saatnya, kita bisa berbagi sesuai keinginan, dan itu akan memberi pemahaman tulus tanpa ada yang terlukai, sekaligus memberi pengakuan bahwa kita adalah orang yang mampu.