Mohon tunggu...
Tomson Sabungan Silalahi
Tomson Sabungan Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pembelajar!

Penikmat film dan buku!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Panggilan Hidup Yani

25 Juni 2016   23:46 Diperbarui: 27 Juni 2016   01:30 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bukan itu maksudku.”

“Jadi apa?”

“Aku mau mas mengerti jalan hidupku sekarang, aku tidak Yani yang bebas seperti dulu lagi, bisa bertamu sesuka hati, mengabaikan tugas-tugasku sebagai biarawati, saya mau kita jadi teman saja. Jangan ada sedikitpun harapan mas untuk aku bisa kembali padamu, tekadku sudah bulat mas.”

“Aku masih belum mengerti.”

“Aku mohon pengertian dari mas!, tinggalkan aku sekarang!”

“Baiklah, kalau itu maumu.” Bram mengangkat badannya, Ayu segera mengikuti bangkit berdiri. Detik berikutnya Bram memeluk Yani, kontan saja Yani menolak, tapi apa daya tangan kekar Bram telah memeluknya dengan erat, dia hanya bisa pasrah dan menangis, walau dia mau teriak, tapi diurungkannya karna dia tidak mau seisi komunitas melihat mereka berpelukan, dia tahu kalau masnya ini sangat nekat, bisa saja ia ingin mempermalukannya dan sengaja mempertontonkan bahwa mereka pernah pacaran.

“Lepaskan mas, kau tidak mahu aku teriak kan?”

“Silahkan saja, kalau kau mau teriak, paling juga kau dikeluarkan dari sini.” Seolah Bram tahu kalau itu yang ditakutkan Yani.

“Kumohon, lepaskan aku, kalau kau benar-benar mencintaiku, tentu kau mau aku bahagia kan?, aku bahagia di sini mas, tolong lepaskan aku.” Mungkin kata-kata klasik ini bisa mengubah pikiran Bram batinnya. Bram hanya diam, kemudian mengangkat kepala Yani yang tertunduk, mulutnya mendekat ke bawah, dengan lembut dikecupnya bibir mungil yang dulu pernah menghiasi malam-malamnya.

“Kumohon kau tidak keberatan dengan ini, anggap saja sebagai tanda perpisahan, dulu waktu kita jadian pun seperti ini kan?, kurasa tidak ada salahnya kita sudahi dengan hal yang sama, iya kan?”

“…” Yani hanya diam saja, bayang-bayang enam tahun lalu kembali mengepul dari otaknya, dia tidak tahu mau bilang apa, semuanya terasa begitu cepat hingga ia kecolongan begitu, ingin meronta lagi-lagi nalurinya berkata, kalau semakin dilawan Bram akan semakin menjadi-jadi, keputusan diberikan sepenuhnya kepada Bram, toh dia sudah mau menerima keadaanku, pikirnya, satu kecupan tak mengapa, asal dia mau pergi dari kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun