Mohon tunggu...
Irul
Irul Mohon Tunggu... Guru - xxxxx

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ibadah Rasulullah SAW

30 Oktober 2011   05:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:17 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pengalaman masa kecil Muhammad sebagai yatim piatu telah membuatnya peka terhadap lingkungan. Sejak muda Muhammad merasa prihatin menyaksikan dekadensi moral yang tengah melanda masyaratnya. Namun sifatnya yang pemalu telah menjadikan Muhammad sebagai pemuda pendiam yang tidak suka ikut campur urusan orang lain.

Muhammad lebih suka merenung dan berfikir sendirian. Kegemarannya bertafakur ini secara periodik dia lakukan dengan "bertapa" atau berkontemplasi di gua Hira. Sampai pada suatu saat di gua inilah dia mendapatkan pengalaman spiritual (menerima wahyu) yang akan merubah jalan hidupnya.

Pengalaman spiritual inilah yang mendorong nabi Muhammad saw keluar dari gua Hira, serta tidak pernah lagi kembali kesitu sampai akhir hayatnya, dalam arti tidak pernah kembali kedalam kehidupan kontemplasi lagi. Kesadaran akan Tuhan ini kemudian beliau implentasikan dalam bentuk "gerakan Islam",  sebuah gerakan reformasi sosial memerangi tiga hal pokok kejahatan yang melanda masyarakatnya, yaitu :

1. Politeisme. Masyarakat jahiliyah Mekah sadar betul bahwa berhala berhala yang mereka sembah cuma kayu atau batu serta bukan Tuhan yang sebenarnya. Tetapi itu semua mereka anggap sebagai representasi Tuhan menurut kreasi mereka sendiri. Perbedaan esensial antara monoteisme dan politeisme bukanlah terletak pada banyaknya bilangan Tuhan, namun terletak pada kenyataan alienasi (keterasingan) diri.Manusia menciptakan berhala dari kreasinya sendiri lalu menyembahnya, menganggapnya sesuatu yang lebih tinggi serta mengatur hidupnya. Manusia tunduk kepada hasil karyanya sendiri, menjadi budak dari berhala yang diciptakannya sendiri.

Suatu tujuan pengabdian atau obyek sesembahan yang terdiri dari wujud nisbi seperti manusia termasuk gagasan gagasannya serta benda benda kreasinya sendiri pasti akan mengakibatkan pembelengguan jiwa, merampas kemerdekaan dan berwatak tiranik. Dalam Al Qur'an ini dinamakan sebagai thaghut atau sistem tiranik. Manusia akan terpenjara dalam kotak kotak sempit hasrat hasrat subyektifnya masing masing, terjadi parsialisasi realitas dan fragmentasi kebenaran. Inilah yang dinamakan syirik atau berpartisipasi dalam ke Tuhan an, sebuah dosa yang paling merusak dan tak termaafkan.

Rasulullah saw mereformasi kecenderungan syirik ini dengan faham Tauhid. Faham yang mengandung gagasan bahwa Kebenaran atau Tuhan itu Esa, atau satu dalam hal kwalitas, bukan kwantitas. Tuhan yang tidak bisa direpresentasikan dalam bentuk apapun, bahkan termasuk dibayangkan oleh pikiran manusia. Tauhid juga berarti persatuan. Persatuan tidak berarti seragam, tapi berbeda beda namun bersatu. Tauhid inilah yang melahirkan keimanan. Iman bukan cuma percaya kepada Tuhan begitu saja, namun harus dimplementasikan dalam bentuk perbuatan baik seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dibawah ini.

2. Oligarki ekonomi.  Sebagai penduduk  kota dagang yang ramai, orang orang Mekah pada saat itu telah menjadi masyarakat kapitalis yang mengelola kehidupan moneter mereka dengan sistem riba. Yaitu sistem pelipat gandaan modal dan perburuan rente yang sudah sangat keterlaluan. Banyak interpreneur berbakat tapi miskin menjadi korban keserakahan para pemilik modal. Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati orang orang kaya saja. Penghisapan darah orang  orang lemah dan miskin oleh para elit kaya sudah menjadi hal yang biasa.

Turunnya ayat Al Qur'an tentang pelarangan riba juga salah satu disebabkan oleh rencana pemberontakan para orang orang miskin yang sudah tidak tahan lagi menanggung penindasan oleh para elit ini. Peristiwa ini hampir saja menumpahkan darah masyarakat Mekah saat itu. Ketimpangan ekonomi ini pada intinya adalah bahwa distribusi kekayaan dijalankan secara tidak adil dan hanya dikuasai oleh sebagian kecil elit masyarakat. Kondisi demikian cepat atau lambat pasti menyebabkan disintergrasi dalam masyarakat,apabila ini terjadi maka semua akan merugi.

Rasulullah saw berjuang mereformasi sistem riba ini dengan memberikan alternatif lain, yaitu sistem zakat. Zakat adalah sistem pengelolaan kekayaan berdasarkan keadilan. Rasulullah saw sekuat tenaga berusaha untuk mengurangi hak hak yang dimiliki oleh orang orang kaya dengan memperkuat hak hak orang orang lemah dan miskin. Bahkan Rasulullah saw memberikan teladan gaya hidup beliau sendiri yang sederhana walaupun kesempatan hidup mewah bagi beliau pada saat itu sangat memungkinkan.

3. Oligarki politik. Masyarakat Arab yang terdiri dari banyak suku mengatur sistem politik mereka dengan membentuk aliansi dan pakta pakta antar klan. Walaupun tidak semua klan punya kekuatan politik sama yang dalam hal ini bisa saja menimbulkan tekanan tekanan tatau gesekan gesekan satu sama lainnya, namun mereka selalu menyelesaikan masalah masalah mereka dengan jalan musyawarah.

Tampaknya memang demokratis, tapi prakteknya tidaklah demikian. Pada kenyataannya, konsensus konsensus dibidang politik ini hanya dikuasai oleh beberapa orang elit suku saja, terutama suku suku yang dominan. Para elit inilah yang menentukan norma norma yang harus diikuti oleh masyarakatnya. Elit elit ini memiliki previlege previlege dibidang kekuasaan. Mereka menjadi feodal dan aristrokat yang menjalankan "pemerintahan" secara otokratis dan oligarkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun