Mohon tunggu...
Sri Wahyu Ramadhani
Sri Wahyu Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menikmati waktu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Titik Awal Belajar Mengaji

26 Mei 2022   21:46 Diperbarui: 26 Mei 2022   21:58 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menjadi umat beragama di Indonesia pasti sudah terbiasa dengan perbedaan yang ada. Menjadi umat beragama, pasti juga mulai untuk belajar mengenal dan mulai mendalami agama yang dianut. Dalam agama Kristen dan Katolik, ada yang namanya Sekolah Minggu. Di mana anak-anak belajar bersama tentang agama mereka pada hari Minggu. Dalam agama Islam, kita belajar untuk mendalami agama Islam melalui kegiatan mengaji yang biasanya diadakan setiap hari pada sore hari.

'Ngaji' mungkin jadi rutinitas anak-anak pada sore hari, biasanya tidak hanya bertujuan mengaji, ada pula yang memiliki tujuan untuk bisa bermain dengan teman seusianya, atau bahkan yang lebih tua beberapa tahun dari mereka. Di daerah saya, ada masjid yang berjarak hanya beberapa meter dari rumah yang biasanya pada sore hari ramai oleh anak-anak TK-SD yang mengaji dengan ustadz di masjid.

Mas Ali, salah satu ustadz yang juga takmir di masjid itu, setiap sore pasti sudah mempersiapkan apa-apa saja yang dibutuhkan oleh anak-anak yang belajar mengaji di masjid. Dulu, sewaktu saya masih kira-kira SD kelas 1, saya sering belajar pada Mas Ali. Belajar dari Iqro' 1 sampai 6, hingga saya bisa khatam Al-Quran.

Mengaji jadi salah satu kegiatan yang bisa menjadi alasan saya keluar dari rumah dan bermain dengan teman-teman pada saat itu. Namun, Mas Ali hanya bisa mengajari saya mengaji sampai kelas 7 MTs. Kemudian, setelah beberapa bulan, ibu saya meminta bantuan kepada takmir masjid yang menadi penggati Mas Ali di sana untuk menyimak saya mengaji. Nama beliau adalah Yasir, atau saya biasa memanggil beliau mas Yasir.

Mas Yasir menjadi guru mengaji saya terakhir di rumah sebelum saya akhirnya pindah ke Malang karena belajar di SMK di Malang. Mas Yasir sering ke rumah saya ba'da Maghrib hingga menjelang Isya untuk menyimak saya dan kakak saya mengaji. Tidak ada batasan tertentu dalam mengaji. Kalau bersama mas Ali, saya masih bisa negosiasi, tetapi kalau mengaji dengan mas Yasir, saya tidak berani negisiasi karena wajah beliau terlalu tegas sampai saya kicep.

Dulu, tidak hanya belajar mengaji di rumah, saya juga mendapat pelajaran mengaji di sekolah. Di jenjang Taman Kanak-Kanak, saya diperkenalkan dan belajar membaca huruf Hijaiyah dengan menggunakan Iqro'. Saya lupa siapa ustadzah yang mengajarkan mengaji  saat TK. Terlebih, guru TK-A dan TK-B saya berbeda, jadi saya hanya mengingat ustadzah yang mengajar pada saat TK-B, yaitu ustadzah Ummi. Sekarang, beliau sudah tidak mengajar di TK itu lagi, melainkan pindah ke SD yang dekat dengan rumah beliau karena mengingat beliau sekarang sudah berkeluarga dan jarak rumah beliau ke TK juga jauh.

Saat kelas 3 SD, saya diajarkan kembali apa yang saya pelajari saat TK-B, tentu dengan guru yang berbeda. Beliau adalah Ustadz Arifin. Beliau mengajari saya dan teman-teman mulai dari awal kembali, karena kurikulum sekolah mewajibkan adanya pelajaran UMMI (nama metode membaca Al-Quran). Beliau masih menjadi salah satu ustadz yang saya kagumi karena cara mengajar beliau yang santai namun serius. Beliau sudah mengajar di SD saat SD tersebut masih memiliki 3 angkatan. Saya diajarkan oleh beliau dari UMMI 1-UMMI 6 dan belajar menghafalkan beberapa surat pendek di Juz 30, kurang lebih hanya selama 2 tahun. Kemudian, saat saya kelas 5, beliau pindah ke sekolah lain. Saat itu, saya sangat menyayangkan karena beliau adalah guru mengaji favorit banyak murid karena kesabaran beliau dalam mengajar.

Naik ke kelas 5 SD, saya diajarkan oleh guru lain. Beliau sering dipanggil Ustadzah Nurul. Beliau asli dari Kediri, rumah beliau jauh dari SD saya saat itu. Saya masih sangat ingat kendaraan yang beliau tumpangi saat ke sekolah, yaitu motor kopling berwarna hijau. Itu menjadi ciri khas beliau. Saat itu, beliau tidak hanya mengajar Al-Quran untuk kelas 5, tetapi juga mengajar UMMI untuk kelas 3 dan 4, karena saat itu, guru mengaji di SD masih sedikit.

Ustadzah Nurul juga menjadi salah satu ustadzah favorit untuk setoran hafalan Juz Amma. Karena sekolah menargetkan siswa siswinya dapat menghafal Juz Amma ketika lulus, siswi di kelas Al-Quran saya selalu berebut untuk mengantri setor hafalan. Sebelum setoran hafalan, beliau selalu berkata, "Hafalannya yang beneran, sedikit-sedikit nggak papa. Pokoknya bener-bener hafal." Meskipun pasti banyak siswa yang setorannya masih terjeda-jeda karena lupa atau bahkan selalu bekutat pada ayat yang sama, beliau kadang masih sedikit membantu siswinya menemukan ayat yang benar. Salah satu siswi tersebut adalah saya, beliau selalu berkata lagi setelah saya menyelesaikan setoran, "Besok diulangi lagi ya, ayatnya masih sama kalo mau ditambahin juga nda papa." Bantuan dan ucapan-ucapan sederhana beliau itulah yang membuat saya yakin pada diri saya bahwa saya bisa dan saya mampu. Dengan sedikit lebih banyak usaha dan konsentrasi, pasti bisa.

Selain menghafal Juz Amma, saat kelas 6, kami yang sudah ada ditingkat yang tergolong atas (paham dan hafal tajwid dan hukum-hukum bacaan), kami mendapat ujian Al-Quran tambahan yang diadakan oleh UMMI. Saat pengumuman itu disampaikan, saya sudah ketar-ketir duluan karena saya sudah lupa-lupa ingat dengan beberapa surat pendek di Juz Amma. Tapi beliau menenangkan kami, "Tenang dulu, nanti ada uji coba. Yang nguji ustadzah sama beberapa ustadz/ustadzah lain." Bagi kami, itu bukan kalimat penenang yang baik karena semakin menambah beban pikiran kami. Meski begitu, nyatanya sampai kami menyelesaikan ujian tersebut, kami dinyatakan lulus semua. Dan ada satu kalimat yang masih saya ingat sampai sekarang dari beliau, yaitu "Kalian bisa menghafal surat-surat Al-Quran di mana aja. Mau di perjalanan atau saat kalian senggang, kalian bisa sedikit murojaah hafalan dan menambah hafalan. Belajar agama, khususnya Al-Quran bisa didapat dimana aja. Dengan catatan, kalian bisa paham dan kalian sungguh-sungguh belajar."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun